in ,

Perusahaan di UE Bersiap Hadapi Penerapan Pajak Perbatasan Karbon

Penerapan Pajak Perbatasan Karbon
FOTO: IST

Perusahaan di UE Bersiap Hadapi Penerapan Pajak Perbatasan Karbon

Pajak.comBrussel – Sejumlah perusahaan di kawasan Uni Eropa (UE) bersiap hadapi penerapan pajak perbatasan karbon yang mulai diujicobakan pada 1 Oktober 2023 hingga lima tahun mendatang. Pajak perbatasan karbon (Carbon Border Adjustment Mechanism/CBAM) merupakan pungutan baru yang dikenakan oleh UE untuk barang-barang yang diimpor dari negara-negara lain.

Komisi Eropa mengungkapkan, kebijakan ini didesain untuk melindungi produsen UE yang harus membayar biaya tinggi untuk mengurangi polusi karbon mereka. Biaya tinggi yang diatur dalam sistem perdagangan emisi ini merupakan cara strategis UE untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di kawasan tersebut.

Seperti diketahui, gas rumah kaca adalah biang kerok penyebab kenaikan suhu rata-rata di bumi atau umum disebut pemanasan global. Dengan berlakunya pajak baru ini, maka produsen Eropa dan produsen dari negara-negara lain membayar biaya yang sama untuk polusi karbon mereka.

Komisi Eropa menjelaskan, pajak ini akan berlaku untuk beberapa jenis barang yang menghasilkan banyak polusi karbon, seperti baja, semen, aluminium, pupuk, hidrogen, dan listrik. Meski mulai berlaku pada 2026, pajak perbatasan karbon akan diuji dulu coba selama lima tahun terhitung sejak 1 Oktober 2023.

Pajak ini akan berlaku untuk banyak pemasok dari negara-negara di luar UE, yang dipastikan akan menimbulkan biaya tambahan bagi perusahaan yang mengimpor barang-barang tersebut ke UE. Komisi Eropa memperkirakan, biaya tambahan ini sekitar 27 juta euro (sekitar Rp 442,487 miliar) per tahun.

Baca Juga  Kanwil Bea Cukai Jakarta Beri Izin Fasilitas Kawasan Berikat ke Perusahaan Ini 

Namun, banyak perusahaan dan asosiasi bisnis mengatakan bahwa biaya sebenarnya mungkin lebih tinggi, karena mereka harus mengurus banyak dokumen dan mengubah cara mereka bekerja. Dikutip dari laporan Financial Times, dokumen yang harus diisi oleh importir memiliki 10 bagian yang berbeda, dan harus dilaporkan setiap tiga bulan.

Artinya, mereka harus melaporkan polusi karbon mereka pada 31 Januari 2024 untuk pertama kalinya, atau menggunakan angka baku yang diberikan oleh UE. Jika mereka tidak melaporkan dengan benar, mereka akan dikenakan denda hingga 50 euro atau sekitar Rp 819.576 per ton polusi karbon selama uji coba. Setelah 2026, denda ini akan disesuaikan dengan harga karbon UE, yang saat ini sekitar 85 euro per ton.

Komisi Eropa meyakini pajak ini akan membuat negara-negara lain juga mau menetapkan harga karbon, sehingga polusi karbon bisa dikurangi di seluruh dunia. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen juga telah mengajak negara-negara lain untuk sepakat tentang harga karbon global di acara seperti Majelis Umum PBB.

Namun, ada studi yang mengatakan bahwa pajak ini akan menimbulkan masalah bagi importir. Studi ini dibuat oleh The Conference Board (TCB), sebuah lembaga pemikir yang didanai oleh suatu perusahaan. TCB menyebut bahwa ada sekitar 1.000 importir UE akan terkena dampak.

Baca Juga  DPR Apresiasi Kanwil DJP Riau atas Penerimaan Pajak Rp 23,16 T

Di samping itu, importir harus mengurus banyak dokumen dan membuktikan berapa banyak polusi karbon yang mereka hasilkan. Ini akan menambah biaya dan waktu bagi importir.

“Pajak ini menambah beban berkelanjutan bagi bisnis Eropa karena menciptakan biaya tambahan bagi mereka. Sementara eksportir non-UE harus berinvestasi secara signifikan dalam sistem pelaporan karbon mereka,” kata Anuj Saush, Kepala Pusat Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola di TCB dikutip Pajak.com, Sabtu (30/9).

Studi ini juga memperingatkan bahwa pajak ini akan menciptakan kemacetan bagi importir, mengingat keterbatasan staf di otoritas bea cukai dan kurangnya keahlian dalam memverifikasi emisi karbon, yang harus dilaporkan setiap kuartal oleh importir.

Saush memaparkan, UE tidak memiliki cukup petugas dan keahlian untuk memeriksa dokumen dan polusi karbon dari importir. Hanya ada 105 orang yang bisa melakukan verifikasi, dan ada enam negara anggota UE yang tidak punya sama sekali. Studi ini melakukan survei terhadap 80 persen bisnis yang terkena dampak pajak ini, dan mereka mengatakan harus menaikkan harga barang mereka untuk pelanggan.

Financial Times mencatat bahwa baja adalah salah satu barang yang paling terkena dampak oleh pajak perbatasan karbon. Ada 350 jenis produk baja yang harus membayar pajak ini, lebih banyak daripada barang lain. Sementara aluminium adalah barang kedua yang paling terkena dampak, dengan 58 jenis produk, menurut orang-orang yang bekerja di industri ini.

Baca Juga  BP2MI Usul Barang Kiriman Pekerja Migran Hingga 2.800 Dollar AS Bebas Pajak

Seorang pejabat UE akui belum mengetahui berapa banyak perusahaan yang harus membayar pajak ini. Mereka juga belum siap untuk memeriksa apakah perusahaan melaporkan polusi karbon mereka dengan benar. Pasalnya, UE baru akan mulai memeriksa pada 2026.

Beberapa negara seperti Cina, India, dan Turki pun menyatakan tidak setuju dengan pajak baru ini. Mereka mengatakan bahwa pajak ini tidak adil dan melanggar aturan perdagangan dunia. Cina bahkan minta untuk berbicara dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Namun, UE menegaskan bahwa pajak ini adil dan sesuai dengan aturan perdagangan dunia. “Pajak ini tidak membeda-bedakan negara mana pun, dan hanya bertujuan untuk mengurangi polusi karbon. Pajak ini juga tidak akan merugikan bisnis lokal, karena sudah membayar biaya tinggi untuk polusi karbon,” kata pejabat UE.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *