Pemimpin Afrika Usulkan Pajak Karbon Global di KTT Iklim
Pajak.com, Nairobi – Para pemimpin Afrika sepakat usulkan pemberlakuan pajak karbon global. Pajak ini akan membuat negara-negara yang banyak mencemari lingkungan membayar lebih mahal. Ide ini muncul saat pembahasan dan menghasilkan kesepakatan bersama di KTT Iklim Afrika yang berlangsung selama tiga hari di Kenya.
Acara ini merupakan ajang persiapan untuk KTT iklim PBB COP28. Konferensi ini juga merupakan kesempatan pertama bagi benua Afrika untuk bersama-sama membahas cara mengatasi krisis iklim, baik tantangan maupun solusinya.
Deklarasi Nairobi adalah nama dari dokumen yang berisi ide atas kesepakatan tersebut. Dalam dokumen ini, mereka menyarankan agar ada harga karbon global yang berlaku untuk perdagangan bahan bakar fosil, pengiriman barang, dan penerbangan. Mereka juga menyarankan agar ada pajak global untuk setiap transaksi keuangan.
Nantinya, uang dari pajak ini akan digunakan untuk membantu negara-negara miskin di Afrika membangun sistem energi yang ramah lingkungan dan siap menghadapi perubahan iklim. Selain itu, deklarasi ini juga menargetkan peningkatan kapasitas energi terbarukan di Afrika hingga hampir enam kali lipat pada tahun 2030.
Presiden Kenya William Ruto, yang menjadi tuan rumah KTT tersebut, mengatakan bahwa sudah saatnya komunitas internasional membicarakan pajak karbon. Menurutnya, semua negara harus ikut andil dalam membayar pajak ini.
“Kami ingin membayar. Kami tidak mau menyalahkan negara-negara lain yang mencemari lingkungan. Kami mau semua negara membayar pajak karbon. Lalu, uang dari pajak ini akan kita investasikan untuk mengurangi emisi karbon di dunia,” katanya dikutip dari Financial Times, Sabtu (9/9).
Deklarasi Nairobi menyimpulkan bahwa harga karbon adalah kunci untuk memastikan ada cukup dana bagi investasi yang baik untuk iklim. Deklarasi ini juga menyerukan agar dana tersebut tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik negara-negara tertentu.
Deklarasi Nairobi juga menyatakan bahwa langkah-langkah seperti itu akan memastikan pembiayaan berskala besar untuk investasi terkait iklim dan melindungi isu kenaikan pajak dari tekanan geopolitik dan politik domestik. Berdasarkan catatan Dana Moneter Internasional (IMF), sekitar dua lusin negara saat ini memberlakukan pajak karbon, tetapi gagasan tentang rezim pajak karbon global belum mendapat banyak dukungan.
Ruto pun merujuk pada usulan masa lalu di Uni Eropa untuk pajak transaksi keuangan. Pada 2011 silam, kelompok konservasi mengatakan uang yang diperoleh dari pajak tersebut harus membiayai prioritas lingkungan, tetapi usulan Komisi Eropa tidak pernah memenangkan persetujuan bulat yang diperlukan dari Dewan Eropa untuk menjadi undang-undang.
Ruto mengatakan bahwa selama KTT tersebut, berbagai pihak telah berjanji untuk mendanai proyek-proyek hijau di Afrika sebesar 23 miliar dollar AS. Jumlah tersebut termasuk ratusan juta dollar AS untuk Inisiatif Pasar Karbon Afrika (ACMI), yang merupakan program untuk menjual kredit karbon dari Afrika ke negara-negara lain.
Namun, para pemimpin Afrika menyadari bahwa dana tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keuangan benua mereka dalam menghadapi perubahan iklim. Mereka menyerukan perubahan yang lebih mendasar dalam sistem keuangan dan peraturan global.
Beberapa perusahaan dan negara asing telah berkomitmen ratusan juta dalam pembelian kredit karbon dari Inisiatif Pasar Karbon Afrika (ACMI), termasuk Uni Emirat Arab, yang berjanji untuk membeli 450 juta dollar AS.
Beberapa tokoh penting yang hadir dalam KTT Iklim Afrika di Nairobi adalah Presiden Rwanda Paul Kagame, utusan iklim AS John Kerry, dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen. Mereka adalah di antara puluhan ribu delegasi yang datang ke KTT tersebut.
Di KTT tersebut, Von der Leyen juga mengajak para pemimpin internasional untuk bekerja sama dalam membuat rencana harga karbon global pada KTT iklim PBB COP28. Di samping itu, semua negara harus mengubah sistem energi mereka agar tidak mencemari lingkungan dan mengambil langkah-langkah lain untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Namun, negara-negara di dunia berkembang hanya mendapatkan sedikit dana dan investasi untuk iklim dibandingkan dengan negara-negara kaya. Afrika termasuk salah satu benua yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim, meski mereka turut menyumbang sekitar 4 persen dari emisi gas rumah kaca global. Mirisnya, mereka hanya menerima sekitar 12 persen dari hampir 300 miliar dollar AS dalam pembiayaan tahunan yang dibutuhkan untuk mengatasinya.
Hampir 20 pemimpin Afrika yang hadir mengatakan bahwa negara-negara mereka membutuhkan dana untuk mempersiapkan ekonomi mereka menghadapi dampak dari suhu yang semakin tinggi. Deklarasi tersebut juga menyerukan “tindakan yang menyeluruh dan sistematis” untuk mengatasi krisis utang Afrika.
Mereka mengatakan, hal ini sangat penting untuk membuat ruang anggaran yang dibutuhkan semua negara berkembang untuk membiayai pembangunan dan tindakan iklim. Untuk itulah, para pemimpin Afrika meminta investasi sebesar 600 miliar dollar AS untuk mencapai target energi terbarukan 300GW pada tahun 2030.
Target ini jauh lebih tinggi dari kapasitas energi terbarukan saat ini, yaitu 56GW. Selain itu, ada juga pendanaan dan investasi sebesar 26 miliar dollar AS untuk berbagai proyek yang berhubungan dengan iklim.
Salah satu isu penting lainnya dalam pembahasan iklim adalah bagaimana Bank Dunia dan bank pembangunan lainnya mendukung negara-negara dalam membiayai upaya seputar perubahan iklim. Para pemimpin Afrika juga mendukung perubahan sistem keuangan dunia, dengan mengatakan bahwa bank pembangunan harus memberikan pinjaman dengan bunga rendah kepada negara-negara miskin.
Menteri Keuangan Ghana Ken Ofori-Atta mengungkapkan, pihaknya tidak menginginkan apa pun selain sistem keuangan global yang cocok untuk iklim.
“Kami harus membuat utang menjadi produktif, memasukkan pendanaan untuk kerugian dan kerusakan akibat iklim ke dalam sistem bank pembangunan, merevolusi cara kami mengelola risiko, dan menciptakan sumber daya baru melalui jaminan dan peningkatan kredit yang dapat mengurangi biaya modal untuk investasi iklim,” paparnya.
Di sisi lain, para pemimpin Afrika juga mendukung penghapusan subsidi bahan bakar fosil dan penghentian penggunaan batu bara, tetapi tidak menyerukan penghentian penggunaan minyak dan gas. Selanjutnya, Deklarasi Nairobi akan menjadi acuan bagi para pemimpin Afrika dalam bernegosiasi pada KTT iklim PBB COP28, yang akan diadakan di Uni Emirat Arab pada akhir tahun ini.
Comments