in ,

Mekanisme Umum-Pemotongan PPh 21

Mekanisme Umum-Pemotongan PPh 21
FOTO: IST

Dalam Mekanisme Umum- Pemotongan PPh 21 terdapat 2 aspek yaitu penerima penghasilan juga pemberi penghasilan. Penerima penghasilan contohnya pegawai tetap, atau pegawai tidak tetap atau bukan pegawai menerima penghasilan dari pemberi penghasilan atau dari perusahaan. Ketika perusahaan memberikan gaji atau upah, honor dan sejenisnya kepada pekerja maka perusahaan wajib melakukan pemotongan PPh 21. Jadi penghasilan yang diterima oleh Pekerja sudah dipotong PPh 21. Kemudian setelah menerima penghasilan, pekerja juga akan menerima bukti potong. Bukti potong ada beberapa, yang pertama ada 1721 A1/A2, Bukti potong Non final, bukti potong final.

Untuk 1721 A1 digunakan untuk pemotongan PPh 21 untuk pegawai swasta/pegawai tetap yang bekerja di swasta atau non pemerintah. Untuk 1721 A2 digunakan untuk pemotongan PPh 21 pegawai pemerintah, pekerja yang bekerja di pemerintahan atau ASN. Untuk bukti potong 1721 A1/A2 akan diberikan setelah dilakukan perhitungan pajak selama satu tahun. Jadi pada akhir tahun akan dihitung kembali berapa pajak yang harus dibayarkan pegawai tetap, kemudian nanti diawal tahun biasanya akan diberikan bukti potong ini.

Baca Juga  Implikasi Fiskal dalam Struktur Harga Tiket Pesawat Domestik

Kemudian ada bukti potong non final, biasanya digunakan untuk pegawai tidak tetap atau bukan pegawai. Bukti potong ini langsung diberikan ketika pegawai tetap atau bukan pegawai yang menerima penghasilan. Sedangkan Bukti potong final untuk pegawai tetap, mantan pegawai.

Kewajiban perusahaan setelah melakukan Pemotongan PPh 21 yang pertama membuat Surat Setoran Pajak (SSP). Sekarang Surat Setoran Pajak (SSP) sudah online melalui e-billing. Di e-billing, buat kode billingnya dimana harus memasukan informasi berkaitan dengan pemotongan PPh 21, selanjutnya kode billing tersebut kita bawa ke bank atau ke kantor pos untuk dibayarkan atau bisa menggunakan mobile banking atau internet banking. Setelah melakukan pembayaran maka kita akan menerima bukti pembayaran. Pada bukti pembayaran tersebut akan mengambil NTPN nya. Nomor Transaksi Penerimaan Negara. Nomor transaksi tersebut akan dimasukkan ke e-SPT PPh 21.

Baca Juga  Dugaan Kebocoran Data, Titik Balik bagi DJP Perkokoh Reputasi

Kewajiban kedua, lapor PPh 21 SPT Masa. Jadi yang dilaporkan itu file csv yang didapatkan dari aplikasi e-SPT. File csv dan bukti pembayaran tadi laporkan melalui DJP Online kemudian masuk ke menu e-filling. Untuk batas akhir setor atau pembayaran itu tanggal 10 bulan berikutnya. Misal kita melakukan pemotongan PPh 21 bulan Januari maka perusahaan paling lambat menyetorkan ke negara tanggal 10 Februari. Kemudian untuk pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Jadi kita melakukan pemotongan bulan Januari maka paling lambat dilaporkan tanggal 20 Februari. Pelaporan ini bisa setelah dilakukannya  pembayaran, kalau aja kewajiban pembayaran. Kalau tidak ada, tinggal lapor saja dengan batas akhirnya tanggal 20 bulan berikutnya.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *