Mengenal Sistem Pajak Territorial
Mengenal Sistem Pajak Territorial. Dengan diterbitkannya UU Cipta Kerja No.11 Tahun 2020, sistem perpajakan Indonesia berubah dari worldwide income menjadi pemajakan hanya atas penghasilan yang diperoleh di Indonesia (territorial income). Menurut asas territorial ini, fokus suatu negara berwenang untuk mengenakan pajak hanya di dalam batas yuridiksi teritorialnya. Tidak ada pengenaan pajak di luar batas negaranya. Penduduk/wajib pajak dalam negeri tidak dikenakan pajak atas penghasilannya yang berasal dari luar negeri.
Perubahan juga dilakukan pada Pasal 2 ayat (3) dan (4) UU PPh yang menjadi dasar penetuan subjek pajak orang pribadi. Pasal 111 UU Cipta Kerja No. 11/2020 tersebut juga diubah dalam hal pengertian subjek pajak orang pribadi dalam dan luar negeri. Kini subjek pajak dalam negeri juga mencakup warga negara asing dengan beberapa syarat, antara lain telah bertempat tinggal di Indonesia selama lebih dari 183 hari dalam jangka waktu setahun.
Perubahan ini juga berlaku untuk warga negara Indonesia yang berada di luar negara dalam jangka waktu 183 hari selama 12 bulan dan memenuhi beberapa persyaratan, seperti tempat tinggal, pusat kegiatan utama, dan tempat menjalankan kegiatan sehari-hari dapat menjadi Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN).
Hal ini berarti negara dapat memungut pajak atas WNI yang menjalankan bisnis mereka di luar negeri agar dapat meningkatkan penerimaan negara. Sebaliknya, Warga Negara Asing (WNA) yang bekerja di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan akan tercatat sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN). Artinya, WNA tersebut wajib membayar pajak atas penghasilan yang diterimanya selama di Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal ini juga menghapus defiisi BUT yang berbunyi “berbeda di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan”. Artinya, platform digital seperti Grab dan Netflix (layanan streaming berbasis langganan yang memungkinkan pemirsa menonton acara TV dan film tanpa iklan di perangkat yang terhubung ke Internet), yang berkantor di luar negeri namun memiliki pendapatan dari Indonesia tetap akan dikenai pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Ketentuan ini kemudian dipertegas dalam Pasal 4 UU PPh ayat tambahan (1a-1c), yang menegakan bahwa WNA yang memiliki keahlian tertentu dan telah menjadi SPDN dikenai pajak hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia. Namun, ketentuan ini hanya diperuntukan bagi WNA yang memiliki keahlian tertentu dan berlaku selama 4 (empat) tahun sejak ditetapkan sebagai subjek pajak dalam negeri.
Adapun penghasilan WNA yang menjadi objek PPh adalah yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan di Indonesia dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayar di luar Indonesia. Namun, ketentuan ini tidak berlaku bagi WNA yang memanfaatkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
Comments