in ,

Penerapan Pajak Natura Sudah atau Belum?

penerapan pajak natura
FOTO : IST

Penerapan Pajak Natura Sudah atau Belum?

Fringe Benefit Tax atau pajak natura dan atau/kenikmatan merupakan jenis pajak yang telah lama ada namun diperlakukan sebagai nontaxable (bukan objek pajak) bagi penerimanya dan non deductible (tidak dapat dibiayakan) bagi pemberinya. Setelah UU HPP diresmikan, perlakuan pajak natura dan atau/kenikmatan mengalami perubahan yaitu kini sebagai taxable (objek pajak) dan deductible (dapat dibiayakan).

Pajak natura dan atau/kenikmatan sebagai salah satu poin penting dalam UU HPP klaster PPh. Sejak penyusunan hingga diresmikan, penerapan pajak natura dan atau/kenikmatan menuai isu kekeliruan. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPh yang telah diubah dengan UU HPP, natura didefinisikan sebagai imbalan atau penghasilan yang diperoleh wajib pajak dalam bentuk selain uang. Sedangkan kenikmatan didefinisikan sebagai imbalan dalam bentuk hak untuk memanfaatkan suatu fasilitas tertentu yang disediakan. Namun ternyata perlakuan pajak natura dan atau/kenikmatan yang baru sesuai amanat UU HPP salah diartikan. Banyak yang mengartikan bahwa semua barang atau fasilitas kantor yang diterima oleh karyawan atau pegawai akan dikenakan pajak dengan begitu akan diperhitungkan juga bagi perusahaan. Padahal aturannya tidak seperti itu. Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa tidak semua objek kantor dipajaki, nanti akan ada suatu threshold (batasan tertentu).

Baca Juga  Airlangga Tawarkan Peluang KEK ke Investor Singapura

Klaster PPh dalam UU HPP diterapkan sejak 1 Januari 2022. Namun untuk pajak natura masih belum terealisasi karena aturan turunan yang menjelaskan secara rinci mekanisme pajak natura masih belum selesai.

Pemerintah menekankan bahwa pengenaan pajak natura dan atau/kenikmatan lebih ditujukan kepada high level employee atau pekerja yang berada di level atas misalnya CEO dan direktur. Lagi dan lagi setiap perubahan yang ditetapkan dalam UU HPP ditujukan untuk memperkuat prinsip keadilan. Pasalnya selama ini para pekerja yang berada di level atas menikmati natura yang diberikan perusahaan seperti mobil, rumah dan lainnya tetapi tidak dikenakan pajak karena bukan objek pajak penghasilan. Tentunya hal tersebut menimbulkan ketidakadilan bagi karyawan atau pegawai biasa yang seluruh penghasilannya dipotong pajak karena termasuk objek pajak penghasilan. Sehingga bukan berarti laptop, handphone, atau kendaraan yang dinikmati setiap pekerja akan dipajaki.

Baca Juga  Kanwil Bea Cukai Jakarta Beri Izin Fasilitas Kawasan Berikat ke Perusahaan Ini 

Hingga kini masih dibutuhkan kejelasan terkait aturan turunan yang secara rinci menjelaskan teknis penerapan pajak natura. Meskipun begitu, pemerintah memastikan penerapan pajak natura akan tetap dilaksanakan pada tahun pajak 2022, sehingga nantinya bisa dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak tahun 2022.

Walaupun belum ada aturannya secara rinci, dalam UU HPP telah dijelaskan bahwa ada lima poin natura yang tetap diperlakukan sebagai bukan objek pajak diantaranya yaitu penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai, natura dan atau/kenikmatan yang diberikan di daerah tertentu, natura dan atau/kenikmatan yang diberikan karena keharusan kerja, natura dan atau/kenikmatan yang berasal dari APBN, APBD, atau APBDesa, serta natura dan atau/kenikmatan dengan jenis dan batasan tertentu. Poin terakhir inilah yang akan dijelaskan secara rinci pada aturan turunan yang akan melengkapi aturan UU HPP.

Baca Juga  Peringati HUT Kota Malang, Bapenda Gelar Program Pemutihan Pajak

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *