in , ,

UU HPP PPh: Kepastian Hukum dan Keadilan

UU HPP PPh: Kepastian Hukum dan Keadilan
FOTO: IST

UU HPP PPh: Kepastian Hukum dan Keadilan

UU HPP PPh: kepastian hukum dan keadilan. Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan sejak awal disusun hingga diundangkan tengah gencar disosialisasikan oleh fiskus maupun pemerintah. Dalam UU HPP beberapa ketentuan perpajakan mengalami perubahan. Salah satu perubahan yang paling menjadi sorotan adalah perubahan pada Pajak Penghasilan (PPh).

Pajak Penghasilan merupakan pajak yang paling dekat dengan masyarakat karena berkaitan erat dengan penghasilan yang diperoleh. Sehingga menjadi sangat penting setiap wajib pajak untuk tau dan paham terkait perubahan ketentuan PPh dalam UU HPP.

Awalludin Anthon Budiyono selaku manajer kepatuhan pajak dan audit TaxPrime telah melakukan sosialiasi UU HPP Cluster Pajak Penghasilan (PPh). Dirinya menjelaskan beberapa perubahan pada PPh yang telah sah menjadi bagian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), diantaranya yaitu :

  1. Perubahan tarif dan rentang PPh Orang Pribadi
    Ketentuan sebelumnya yang tercantum dalam pasal 17 UU PPh dijelaskan bahwa terdapat empat lapisan tarif PPh Orang Pribadi yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan dalam UU HPP terdapat perubahan ketentuan dengan menambahkan satu lapisan tarif yaitu rentang penghasilan kena pajak lebih dari Rp 5 miliar dalam setahun akan dikenakan tarif 35%.
    Sehingga saat ini lapisan tarif PPh OP berjumlah lima lapisan tarif.
    Selain tarif, rentang penghasilan (bracket) PPh OP juga mengalami perubahan. Sebelumnya rentang penghasilan dalam urutan tarif pertama yaitu Rp0 – Rp50 juta. Dalam UU HPP diubah menjadi Rp0 – Rp60 juta dan berpengaruh pada rentang penghasilan dalam urutan kedua yaitu menjadi diatas Rp60 juta – Rp250 juta.
    Adanya perubahan tersebut secara nyata memberikan keadilan bagi masyarakat. Sebab wajib pajak yang memiliki penghasilan kena pajak di atas Rp60 juta hingga Rp5 miliar dalam setahun akan dikenakan PPh yang lebih rendah dibandingkan menggunakan aturan sebelumnya. Sedangkan bagi wajib pajak yang penghasilan kena pajaknya lebih dari Rp5 miliar dalam setahun maka akan dikenakan PPh lebih tinggi.
  2. Perubahan perlakuan PPh atas Natura/Kenikmatan
    Ketentuan sebelumnya dalam UU PPh dijelaskan bahwa natura bagi penerima/karyawan dikecualikan sebagai objek PPh (nontaxable). Sedangkan dalam UU HPP diubah bahwa natura bagi penerima/karyawan menjadi objek PPh (taxable), disertai dengan beberapa pengecualian.
    Kemudian perubahan selanjutnya yaitu pada ketentuan sebelumnya natura bagi pemberi kerja tidak dapat dibiayakan (non deductible) sedangkan dalam UU HPP dapat dibiayakan (deductible).
    Pengecualian natura yang dimaksud yaitu penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai, natura yang diberikan di daerah tertentu, natura yang diberikan karena keharusan kerja, natura yang berasl dari APBN atau APBD, serta natura dengan jenis dan batasan tertentu. Artinya natura tersebut tetap dikecualikan dari objek pajak.
  3. Ketentuan baru terkait batas peredaran bruto tidak kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha (UMKM)
    Sebagai langkah menciptakan keadilan bagi wajib pajak orang pribadi yang memiliki usaha agar beban pajak menjadi ringan. Maka ditetapkan PTKP sebesar Rp500 juta dari peredaran bruto yang dikenakan pajak. Atau secara sederhananya ialah apabila penghasilan usaha wajib pajak OP dalam satu tahun tidak lebih dari Rp500 juta maka tidak dikenakan PPh atau bebas pajak.
  4. Perubahan tarif PPh Badan
    Ketentuan sebelumnya dijelaskan bahwa tarif PPh untuk badan sebesar 22% untuk tahun 2020 hingga 2021 dan 20% untuk tahun 2022. Sedangkan dalam UU HPP dijelaskan bahwa tarif PPh untuk badan sebesar 22% untuk tahun 2022. Perubahan tersebut menuntut badan untuk mengoptimalkan penerimaan negara melalui pajak dengan tetap memperhatikan keadilan.
Baca Juga  Kantor Pajak Buka Pelayanan Pelaporan SPT di Sabtu dan Minggu

Beberapa perubahan di atas sangat penting diketahui dan dipahami oleh wajib pajak. Sosialisasi menjadi kunci untuk memberikan informasi kepada wajib pajak. Perubahan keempat poin di atas sudah berlaku sejak 1 Januari 2022. Tujuan adanya perubahan tersebut ialah menegaskan kepastian hukum dan memperkuat keadilan pajak yang memiliki posisi krusial sebagai tulang punggung negara. Mari bersama-sama menjadi tulang punggung negara melalui pembayaran pajak. Jangan hanya tau tetapi juga harus paham agar bisa menjadi warga negara yang patuh pajak.

Ditulis oleh

Baca Juga  Prosedur Pengajuan Restitusi Pajak oleh Pihak Pembayar

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *