in ,

Pahami Ketentuan PPh 23 atas Bunga Pinjaman

PPh 23 atas Bunga Pinjaman
FOTO: IST

Pahami Ketentuan PPh 23 atas Bunga Pinjaman

Pajak.comJakarta – Umumnya, ketika masyarakat meminjam uang di bank bakal dibebankan bunga pinjaman. Saat pengembalian dana, peminjam harus membayarkan dana yang dipinjam lengkap dengan bunganya. Rupanya, bunga pinjaman juga merupakan objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23. Lalu, bagaimana penjelasan mengenai aturan PPh 23 atas bunga pinjaman ini?

PPh Pasal 23 diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983, sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7 Tentang Pajak Penghasilan (UU PPh). Di aturan ini disebutkan bahwa PPh Pasal 23 merupakan pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan berupa hadiah, bunga, dividen, sewa, royalti, dan jasa-jasa lainnya selain objek PPh pasal 21.

Sementara melalui ketentuan Kementerian Keuangan PJ.091/PPh/B/003/2013, disebutkan bahwa PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman melalui Wajib Pajak badan atau Wajib Pajak pribadi serta denda keterlambatan pembayaran juga termasuk bunga premium, diskonto, hingga imbalan karena jaminan pengembalian utang.

PPh atas bunga pinjaman ini merupakan jenis pajak yang akan dilaporkan melalui Surat Pemberitahuan (SPT) masa PPh 23. Pajak atas bunga pinjaman juga termasuk bunga premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. Berdasarkan aturannya, pajak atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak dalam negeri dipotong dengan tarif 15 persen berdasarkan jumlah brutonya.

Baca Juga  Syarat dan Prosedur Ajukan Permohonan Penghentian Penyidikan Pajak 

Sementara untuk Wajib Pajak luar negeri dengan ketentuan PPh pasal 26 dikenakan tarif 20 persen. Namun, jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP, maka tarif akan dikenakan 100 persen lebih tinggi dari ketentuan.

Dengan demikian, apabila Anda melakukan peminjaman dana dan membayarkan bunga kepada pemilik dana, maka Anda wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15 persen dari bruto nilai bunga, dan membuat bukti potong melalui aplikasi e-bupot PPh pasal 23.

Jadi, saat terutangnya PPh atas bunga pinjaman adalah ketika pembayaran serta jatuh tempo pembayaran, sehingga kewajiban dalam melakukan pembayaran harus berdasarkan kesepakatan baik secara tertulis ataupun tidak tertulis yang sesuai dengan kontrak atau perjanjian serta fakturnya.

Namun, dengan pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham yang terdiri dari Wajib Pajak perseroan terbatas akan diperkenankan jika:

1. Dalam modal yang disetor seluruhnya dari pemegang saham pemberi pinjaman;

2. Untuk pinjaman melalui dana milik pemegang saham itu sendiri yang bukan dari pihak lain;

3. Bagi pemegang saham yang memberikan pinjaman tidak sedang keadaan merugi; atau

4. Dalam perseroan terbatas yang menerima tidak mengalami kesulitan keuangan atas keberlangsungan usahanya.

Di sisi lain, jika pinjaman tersebut yang diterima oleh Wajib Pajak dalam bentuk perseroan terbatas, harus melalui pemegang sahamnya jika tidak memenuhi ketentuan. Artinya, pinjaman terutang tersebut harus sesuai dengan bunga dan tingkat suku bunga wajar.

Baca Juga  Manfaat dan Syarat Mendapatkan Izin Pusat Logistik Berikat

Selanjutnya, Anda sebagai peminjam juga dituntut untuk melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing dengan kode MAP 411124 dan kode jenis setoran 102. Penyetoran pajak dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Setelah itu, Anda harus melakukan pelaporan dengan menggunakan aplikasi e-bupot PPh pasal 23 melalui login di laman pajak.go.id atau melalui application service provider (ASP) paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.

Berikut ilustrasi penghitungan PPh Pasal 23:

PT XYZ membayar bunga pinjaman sebesar Rp 200 juta kepada PT ABC. Dari informasi tersebut, maka PT XYZ memotong PPh Pasal 23 sebesar 15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000

Bunga pinjaman bank

Pemotongan PPh Pasal 23 tidak berlaku terhadap pembayaran pajak atas bunga pinjaman bank, alias dikecualikan dari PPh pasal 23. Hal ini sesuai dengan ketentuan UU PPh pasal 23 ayat 4, yang menyatakan bahwa penghasilan yang dibayar terutang kepada bank tidak memotong PPh pasal 23.

Hal yang sama tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 251/2008. Pada Pasal 1 PMK 251/2008, dinyatakan bahwa atas penghasilan sehubungan dengan jasa keuangan yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan, tidak dilakukan pemotongan PPh.

Baca Juga  3 Kanwil DJP Jatim Temui Pangdam V/Brawijaya, Bahas Implementasi “Core Tax”

Adapun penghasilan sehubungan dengan jasa keuangan yang dimaksud adalah berupa bunga atau imbalan lain yang diberikan atas penyaluran pinjaman dan/atau pemberian pembiayaan, termasuk yang menggunakan pembiayaan berbasis syariah.

Sementara badan usaha yang dimaksud meliputi perusahaan pembiayaan yang merupakan badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan dan telah memperoleh izin usaha dari menteri keuangan; badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah yang khusus didirikan untuk memberikan sarana pembiayaan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, termasuk PT (Persero) Permodalan Nasional Madani.

Namun, PPh Pasal 23 ini merupakan penghasilan bagi bank yang dikenakan pajak menggunakan mekanisme perhitungan sendiri, yang dilaporkan di dalam SPT Tahunan bank yang bersangkutan.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *