in ,

Bamsoet: Berikan Insentif Pajak Kembangkan Wisata Medis

Bamsoet: Berikan Insentif Pajak
FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo mendorong pemerintah untuk memberikan insentif pajak sebagai upaya mengembangkan wisata medis di Indonesia. Menurutnya, pengembangan wisata medis dapat memberikan kemudahan kepada warga Indonesia untuk berobat di dalam negeri, sehingga tidak perlu lagi berobat ke luar negeri. Disamping itu, pengembangan wisata medis juga bisa dilakukan untuk menarik minat warga negara lainnya untuk datang ke Indonesia dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya.

“Sebagai tahap awal, pemerintah bisa mengkaji agar pajak terhadap alat kesehatan tidak masuk dalam kategori pajak barang mewah. Khususnya terhadap alat kesehatan yang belum bisa diproduksi di dalam negeri,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (01/08).

Baca Juga  Selain “Tax Amnesty”, Revisi UU HPP Masuk dalam Prolegnas 2025-2029

Ia melanjutkan, dengan dilakukan langkah tersebut dipercaya dapat meringankan beban operasional rumah sakit, yang pada akhirnya meringankan rakyat jika ingin berobat. Begitupun terhadap pajak bahan baku obat, dan beban pembiayaan lainnya yang membuat biaya pengobatan menjadi mahal.

“Sebagai gambaran, di Malaysia saja, pajak untuk beberapa alat kesehatan sudah hampir nol persen, sehingga biaya berobat di sana jauh lebih murah dibanding Indonesia,” tambahnya.

Sebagai informasi, Medical Tourism Index 2020-2021 mencatat hanya beberapa negara Asia Tenggara yang masuk dalam peringkat wisata medis unggulan, seperti Singapura pada nomor 2, Thailand pada nomor 17, dan Filipina pada nomor 24. Adapun Indonesia, belum berhasil masuk dalam 46 besar.

Baca Juga  Pemerintah Kanada Pangkas PPN dan Bagikan Uang untuk Pekerja Mulai Desember 2024

Sementara itu, hasil riset Patients Beyond Borders menunjukkan warga Indonesia sangat gemar berobat ke luar negeri. Pada 2006, hanya 350.000 Warga Negara Indonesia (WNI) yang yang berobat ke luar negeri. Pada 2015, jumlah WNI yang berobat ke luar negeri meningkat menjadi 600.000 orang.

“Total pengeluaran per tahun yang dikeluarkan penduduk Indonesia untuk berobat ke luar negeri bisa mencapai 11,5 miliar dollar AS. Sekitar 80 persen di antaranya dihabiskan di Malaysia,” imbuhnya.

Selain alat kesehatan, ia pun menilai bahwa insentif fiskal juga diperlukan atas impor obat dan bahan baku obat-obatan. Menurutnya, obat-obatan biasanya menjadi komponen yang menyebabkan biaya pengobatan menjadi mahal.

Tidak hanya itu saja, laporan Gabungan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Indonesia yang merujuk data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat bahwa pengadaan alat kesehatan di rumah sakit pemerintah mencapai Rp 9 triliun pada 2019. Pada 2020, angka itu meningkat 2 kali lipat menjadi Rp 18 triliun. Apabila pengadaan alat kesehatan di rumah sakit dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) digabungkan dengan anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan swasta, angkanya berkisar Rp 50 triliun per tahun.

Baca Juga  Insentif “Super Tax Deduction”: Peluang Pengurangan Pajak Bagi Pelaku Usaha

“Sangat disayangkan jika anggaran sebesar itu lebih banyak dinikmati oleh produsen alat kesehatan dari luar negeri,” pungkasnya.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *