in ,

Manfaat Fasilitas Fiskal di Kawasan Berikat bagi Perusahaan

Manfaat Fasilitas Fiskal di Kawasan Berikat bagi Perusahaan
FOTO: TaxPrime

Manfaat Fasilitas Fiskal di Kawasan Berikat bagi Perusahaan

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjamin pemberian fasilitas fiskal untuk mendukung pelaku usaha atau perusahaan pada Kawasan Berikat. Secara komprehensif, Tax Managing Partner TaxPrime Wawan Setiyo Hartono akan menjelaskan mengenai definisi hingga manfaat fasilitas fiskal di Kawasan Berikat bagi perusahaan.

Wawan menyebutkan, Kawasan Berikat diatur dalam regulasi terbaru, yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.04/2021 tentang Kawasan Berikat. Beleid ini menjelaskan, bahwa Kawasan Berikat merupakan tempat penimbunan berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.

“Sangat jelas dalam definisi tersebut bahwa dalam Kawasan Berikat harus ada pengolahan. Apa yang diolah? Barang baku atau barang lainnya asal impor atau lokal, kemudian digabungkan atau diolah sebelum diekspor. Apakah boleh di jual lokal? Boleh, namun karena prinsipnya Kawasan Berikat merupakan fasilitas bagi eksportir, maka terdapat batasan minimum ekspor yang harus dipenuhi. Kesimpulannya, Kawasan Berikat adalah kawasan yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi untuk di ekspor atau dikeluarkan ke tempat lain dalam Daerah Pabean (lokal),”  jelas Wawan kepada Pajak.com, di Kantor TaxPrime, Mega Kuningan, Jakarta, (11/7).

Baca Juga  DJP dan Singapura Bertukar Pengalaman Pengelolaan “Contact Center” Layanan Perpajakan 

Apabila perusahaan telah mendapatkan izin sebagai Pengusaha di Kawasan Berikat atau Penyelenggara Kawasan Berikat, maka terdapat beberapa fasilitas fiskal yang tersedia untuk dimanfaatkan. Wawan menyebutkan, fasilitas fiskal yang diberikan dalam Kawasan Berikat, yaitu penangguhan bea masuk; pembebasan cukai; dan tidak dipungut PDRI, meliputi Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.

“Perlu diperhatikan dan ditekankan, bahwa terkait fasilitas bea masuk, frasa yang digunakan adalah penangguhan bukan pembebasan. Berarti, meskipun ditangguhkan, bea masuk tetap melekat terhadap barang asal impor yang berada di Kawasan Berikat, dimana tanggung jawab bea masuknya berada pada Pengusaha di Kawasan Berikat. Dalam hal barang jadi olahan dikeluarkan ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean,  maka Pengusaha di Kawasan Berikat harus menyetor bea masuk yang terutang dalam hal terdapat barang asal impor dalam barang jadi yang dihasilkan. Namun, hal ini tidak berlaku jika barang jadi dikeluarkan ke luar Daerah Pabean.  Hal yang sama berlaku terhadap fasilitas tidak dipungut PPN dan/atau PPnBM atas barang atau bahan baku yang dimasukkan ke Kawasan Berikat, dimana atas barang jadi yang dikeluarkan ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean, maka pengusaha harus menyetor PPN terutang jika terdapat barang asal impor dalam barang jadi yang dihasilkan. Namun, hal ini tidak diterapkan atas barang jadi yang dikeluarkan ke Luar Daerah Pabean,” urai Wawan.

Baca Juga  SPT Badan Wajib Melampirkan Laporan Keuangan yang Telah Diaudit?

Ia memberikan contoh, terdapat perusahaan A yang mendapat izin Kawasan Berikat. Kemudian, ada pula perusahaan B di Tempat Lain Dalam Daerah Pabean. Lalu, perusahaan B mengirim barang ke perusahaan A. Maka, Wawan menegaskan, dalam kasus ini atas pemasukan barang ke Kawasan Berikat, perusahaan A mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut dan perusahaan B harus menerbitkan Faktur Pajak dengan kode PPN tidak dipungut.

“Manfaat Kawasan Berikat bagi perusahaan yang merupakan eksportir sangat banyak. Selain adanya persepsi bahwa perusahaan memiliki kepatuhan relatif lebih baik dengan izin Kawasan Berikat, manfaat lainnya adalah efisiensi modal kerja. Karena tidak perlu menyediakan kas untuk membayar bea masuk, PPN, PPnBM, PPh Pasal 22, sehingga perusahaan dapat lebih mengoptimalkan arus kasnya untuk peningkatan usaha. Dalam hal ini, maka dampak Kawasan Berikat berpengaruh terhadap penciptaan efek berganda dari efisiensi modal kerja perusahaan. Efek berganda ini juga tecermin dalam harga produk dan peningkatan daya saing produk tersebut di pasar ekspor. Apalagi tanpa Kawasan Berikat dan fasilitas di bidang PPN, seperti Wajib Pajak patuh dan risiko rendah, maka terdapat selang waktu sebelum lebih bayar PPN dikembalikan dan diterima perusahaan. Selang waktu ini relatif tidak singkat karena proses pemeriksaan dalam rangka restitusi PPN dapat berlangsung paling lama 1 tahun. Oleh karena itu, Kawasan Berikat sangat membantu dalam efisiensi modal kerja perusahaan,” ujar Wawan.

Baca Juga  IKAPRAMA dan IKPI Jaksel Gelar Bimtek Persiapan Hingga Tahapan Pelaporan SPT Badan

Dengan demikian ia menyimpulkan, fasilitas Kawasan Berikat mempunyai manfaat besar khususnya bagi eksportir, karena tidak hanya menciptakan persepsi kepatuhan. Akan tetapi juga efisiensi modal kerja dan efek berganda yang ditimbulkan dari efisiensi modal kerja. Eksportir tanpa Kawasan Berikat harus menyiapkan modal yang lebih besar. Bagi perekonomian secara makro, sangat jelas bahwa Kawasan Berikat dapat mendorong ekspor sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi, neraca perdagangan, serta peningkatan devisa negara.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *