in ,

Kapan Wajib Pajak Bisa Lakukan Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian SPT? 

Kapan Wajib Pajak Bisa Lakukan Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian SPT
FOTO: Tiga Dimensi

Kapan Wajib Pajak Bisa Lakukan Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian SPT? 

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan kesempatan pada Wajib Pajak untuk mengajukan pengungkapan ketidakbenaran atas pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan/masa. Lantas, kapan Wajib Pajak bisa lakukan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT? Kali ini Pak Jaka akan dibantu oleh Tax Compliance & Audit Supervisor TaxPrime Fathiya Fadila untuk menjawabnya.

Tanya: 

Secara aturan, Wajib Pajak diperbolehkan melakukan pembetulan SPT dan kami telah melakukannya di masa pajak lalu. Di sisi lain, ketika masuk dalam tahapan pemeriksaan apakah Wajib Pajak bisa tetap membetulkan SPT atau bisa langsung melakukan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT? Bisa dijelaskan perbedaan keduanya? kapan Wajib Pajak bisa melakukan pembetulan SPT dan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT?

Jawab:

Terima kasih atas pertanyaannya. Hal utama yang perlu dipahami adalah definisi mengenai pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT, yaitu laporan tersendiri yang disampaikan Wajib Pajak kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan laporan tersebut telah mencerminkan keadaan yang sebenarnya dalam hal Wajib Pajak sedang dilakukan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan sebelumnya.

Baca Juga  57 Wajib Pajak Terima Penghargaan dari Kanwil DJP Jaksus

Dari definisi ini bisa kita garisbawahi bahwa Wajib Pajak bisa melakukan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT karena dia sudah tidak lagi dapat melakukan pembetulan SPT. Sebab Wajib Pajak sudah masuk dalam tahapan pemeriksaan.

Nah, kapan batas waktu Wajib Pajak dapat melakukan pengungkapan ketidakbenaran itu? Dalam proses pemeriksaan, Wajib Pajak dapat melaporkan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT sepanjang Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) belum diterbitkan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 8 ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

Kemudian, pembetulan SPT berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), adalah hak bagi Wajib Pajak sebelum DJP melakukan tindakan pemeriksaan.

Dengan demikian, jelas perbedaan keduanya—pembetulan SPT bisa dilakukan Wajib Pajak sebelum dilakukan pemeriksaan, sedangkan pengungkapan ketidakbenaran SPT dapat diajukan setelah masuk pada tahan pemeriksaan.

Dalam konteks kondisi Anda sudah diperiksa, maka silahkan melakukan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT. Jadi, langkah pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT bukan merupakan sebuah tahapan, melainkan kondisi masing-masing Wajib Pajak—apakah sudah diperiksa atau belum.

Baca Juga  KP2KP Ranai: Setiap Transaksi di Proyek Swakelola Dipungut PPN

Anda harus memenuhi syarat melakukan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT yang diatur dalam PP Nomor 50 Tahun 2022, yakni:

  • Wajib Pajak harus menyampaikan pengungkapan ketidakbenaran secara tertulis dan menandatanganinya;
  • Wajib Pajak melampirkan perhitungan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang;
  • Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan SSP sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang; dan
  • SSP atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan SSP sebagai bukti pelunasan sanksi administratif berupa denda sesuai dengan UU KUP Pasal 8 (3a) untuk bukti permulaan, Pasal 8 ayat (5) dalam tahap proses pemeriksaan, dan sesuai Pasal 61 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18 Tahun 2021.

Wajib Pajak perlu memahami, PMK Nomor 18 Tahun 2021 telah menganamanatkan Wajib Pajak untuk melakukan perhitungan pajak yang kurang dibayar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam format SPT dengan melampirkan SSP atas pelunasan pajak yang kurang dibayar dan SSP atas pembayaran sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) UU KUP.

Baca Juga  Kanwil DJP Jatim III Gandeng Pajak.com, Gemakan Edukasi Pajak Melalui Tulisan

Setelah memenuhi syarat tersebut, Wajib Pajak harus melalui mekanisme pengajuan pengungkapan ketidakbenaran atas pengisian SPT yang telah diatur dalam Pasal 61 PMK Nomor 18 Tahun 2021.

Setelah pengajuan, tidak ada aturan bahwa DJP harus memberitahukan bahwa pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT diterima atau ditolak. Apabila pengungkapan ketidakbenaran pengisian ditolak ataupun diterima oleh KPP, proses pemeriksaan tetap dilanjutkan. Kemudian, atas hasil pemeriksaan tersebut akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP).

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *