in ,

Fringe Benefit Penyebab PPh Orang Kaya Tak Optimal

Di kesempatan yang sama, Kepala Subdirektorat Penyuluhan Perpajakan Inge Diana Rismawati menambahkan, maka pemerintah perlu mengatur kembali fringe benefit karena selama ini hanya dinikmati oleh pemberi kerja atau yang berada di level direktur, manajer, dan komisaris.

“Harusnya mereka itu penghasilannya sudah tinggi, mengapa diberikan pembagian natura. Hal ini menimbulkan ketidakadilan horizontal penghasilan untuk pegawai yang biasanya berupa gaji atau upah dikenai PPh,” kata Inge.

Pengaturan fringe benefit saat ini terdapat dalam UU PPh Pasal 4 Ayat 3, Pasal 6 Ayat 1, dan Pasal 9 Ayat 1. Secara umum Inge menjelaskan, pada prinsipnya dalam aturan itu, fringe benefit bukan biaya bagi pemberi kerja dan bukan penghasilan bagi pegawai penerima fringe benefit. Kemudian, dalam RUU KUP diusulkan agar fringe benefit dapat dibiayakan sepanjang dengan kegiatan 3 M (mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan) bagi pemberi kerja dan merupakan penghasilan bagi pegawai.

Baca Juga  Staf Ahli Menkeu Ungkap Perubahan Proses Bisnis Perpajakan pada “Core Tax”

Selain itu, alasan pemerintah mengusulkan reformasi kebijakan PPh adalah karena jumlah tax bracket Indonesia lebih sedikit, yakni hanya empat lapis, dibandingkan negara lain. Inge menyebut, Vietnam 7 bracket, Thailand 8, Filipina 7, Malaysia 11. Dengan begitu, dalam RUU KUP, pemerintah mengusulkan untuk menambah satu lapisan, yaitu WP OP berpenghasilan di atas Rp 5 miliar dikenakan tarif PPh 35 persen.

Ditulis oleh

Baca Juga  Insentif Kepabeanan Naik Jadi Rp 5,2 T

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *