in ,

Urgensi Reformasi Perpajakan di Tengah Pandemi

Urgensi Reformasi Perpajakan di Tengah Pandemi Melalui RUU KUP
FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Meskipun di tengah pandemi COVID-19, reformasi perpajakan tetap bersifat urgent bagi Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah telah mengusulkan Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang kini tengah dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun, pemerintah memastikan pemberlakukan regulasi akan tetap mempertimbangkan kondisi Wajib Pajak (WP).

Direktur Peraturan Perpajakan I Hestu Yoga Saksama menjelaskan, urgensi reformasi perpajakan bagi Indonesia merupakan jalan terbaik untuk memperkuat basis pajak dengan prinsip keadilan, membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sehat, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Ketiga poin itu diupayakan melalui reformasi kebijakan (RUU KUP) dan administrasi (pembaruan sistem administrasi perpajakan/PSIAP).

Baca Juga  DJP dan Singapura Bertukar Pengalaman Pengelolaan “Contact Center” Layanan Perpajakan 

“Reformasi administrasi tentunya harus ada reformasi dibidang kebijakan. Keduanya harus berjalan bersamaan. Mungkin jika masih ingat, tahun 2018 IMF (International Monetary Fund) membuat kajian reformasi jangka menengah untuk Indonesia dan IMF men-suggest, kalau Indonesia mau meningkatkan tax ratio sebesar 5 persen, maka sumbangan dari reformasi administrasi adalah 1,5 persen. Sedangkan, yang harus dilakukan porsinya lebih banyak justru ada reformasi kebijakan, 3,5 persen (kontribusinya). Di sini lah kita ingin meningkatkan tax ratio yang tujuannya meningkatkan penerimaan pajak,” jelas Hestu dalam acara National Tax Summit bertajuk Optimalisasi Kebijakan dan Perluasan Basis Pajak Dalam Rangka Meningkatkan Penerimaan Negara, pada Sabtu (17/7).

Adapun materi dalam RUU KUP meliputi enam topik, perubahan materi UU KUP, pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), cukai, pengenaan pajak karbon, program peningkatan kepatuhan pajak. Hestu menjelaskan, beberapa materi RUU KUP meliputi asistensi penagihan pajak global; kesetaraan dalam pengenaan sanksi dalam upaya hukum; tindak lanjut putusan mutual agreement procedure (MAP); penunjukan pihak lain untuk memungut PPh, PPN, pajak transaksi elektronik (PTE); serta penegakan hukum pidana pajak dengan mengedepankan ultimum remedium.

Baca Juga  Pemkot Lhokseumawe dan PLN Optimalkan Pajak atas Tenaga Listrik

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *