in ,

Ekonom Usulkan Tarif Pajak Batu Bara 25 Persen

tarif pajak batu bara
FOTO : IST

Ekonom Usulkan Tarif Pajak Batu Bara 25 Persen

Pajak.comJakarta – Ekonom Senior Universitas Indonesia Faisal Basri meminta pemerintah membuat solusi jangka pendek dan panjang untuk mencegah anggaran subsidi BBM bengkak lebih besar dari saat ini. Salah satu solusi jangka pendek yang diusulkan Faisal yakni mengenakan tarif pajak batu bara yang lebih tinggi untuk pengusaha batu bara, karena sektor ini mendapat pemasukan yang begitu besar berkat lonjakan harga di pasar global.

“Sektor batu bara dipajakkin saja 25 persen minimum. Toh, mereka tanpa usaha apa-apa dapat durian runtuh (lonjakan harga komoditas),” katanya dalam sebuah diskusi virtual, dikutip Pajak.com, Sabtu (9/9).

Faisal berpendapat, pungutan di sektor batu bara memang harus lebih tinggi dari tarif pungutan ekspor kelapa sawit (CPO), yang saat ini dibebaskan hingga akhir Oktober 2022. Di sektor CPO, lanjut Faisal, ada petani yang akan terlindungi dengan adanya tarif yang digratiskan ini; sementara berlaku sebaliknya di sektor batu bara.

“Di batu bara ini tidak ada petani, isinya yang besar-besar semua. Jadi pemilik tambang batu bara ini harus dikenakan lebih besar (pungutan ekspornya),” imbuhnya.

Baca Juga  Perspektif Provisio Consulting tentang Efektivitas Penyelesaian Sengketa Pajak pada “Core Tax”

Faisal juga beberkan solusi jangka pendek lainnya, melalui penghapusan subsidi untuk BBM Pertamax dan terus menyubsidi Pertalite dan solar. Selain itu, ia juga meminta pemerintah menunda sementara pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), dan pembangunan jalan tol yang saat ini sedang jor-joran dilakukan.

Mantan pimpinan tim antimafia migas ini menilai sejak awal pemerintah tidak memiliki manajemen yang baik dalam mengelola anggaran. Desain APBN dinilainya tidak ideal, sebab dana lebih banyak untuk pembangunan infrastruktur yang sebetulnya bisa ditunda.

Menurutnya, pembangunan ini tak akan dinikmati langsung oleh masyarakat miskin. Justru, sambung Faisal, pembangunan ini menambah beban negara yang akan mengurangi belanja kebutuhan lain, seperti memberikan bantuan untuk masyarakat miskin.

”Perut rakyat enggak bisa menunggu tiga sampai empat tahun. IKN bisa ditunda. Bekukan pembangunan IKN dua tahun, kan, bisa, enggak akan runtuh negara,” ucapnya.

Baca Juga  Mengenal “Treaty Shopping”, Dampak, dan Langkah Pencegahannya

Sementara untuk solusi jangka panjang, Faisal menekankan agar pemerintah memperbaiki tata kelola penyaluran BBM. Ia juga meminta pemerintah memperbaiki data agar BBM subsidi tepat sasaran, sekaligus mulai menyimpan cadangan BBM.

“Ini sudah pernah disampaikan sejak awal pemerintah Jokowi (Joko Widodo). Jadi saat setiap harga minyak normal dibeli saja. Jadi ditabung. Itu pernah disarankan tapi ditolak. Padahal kalau dilakukan, pemerintah sudah enam tahun ini, stok sudah banyak. Jadi saat harga (minyak) naik, pemerintah tak perlu menaikkan harga hingga 30 persen. Soalnya 30 persen itu berat bagi rakyat,” imbuhnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa 70 persen subsidi BBM justru dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu secara finansial. Menurutnya, uang negara seharusnya diprioritaskan untuk memberikan subsidi kepada masyarakat yang kurang mampu.

Pemerintah pun melihat urgensi memperkuat program perlindungan sosial kepada masyarakat di tengah turbulensi geopolitik dunia saat ini semakin tinggi.

Sejauh ini, pemerintah telah menyiapkan bantalan sosial berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM senilai Rp 12,4 triliun yang akan diberikan kepada 20,65 juta keluarga kurang mampu dengan nominal Rp 150 ribu per bulan yang akan diberikan selama empat bulan terhitung sejak September 2022.

Baca Juga  Hak Wajib Pajak saat Terima Surat Tagihan Pajak

Selain itu, pemerintah juga menyiapkan bantuan subsidi upah senilai Rp 600 ribu per orang untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp 3,5 juta per bulan dengan total anggaran mencapai Rp 9,6 triliun. Pemerintah daerah juga diarahkan untuk memakai 2 persen dana transfer umum untuk bantuan angkutan umum, ojek daring, dan juga nelayan dengan nilai mencapai Rp 2,17 triliun.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *