in ,

Pembukuan dan Konsep Dasar Akuntansi Pajak

Pembukuan dan Konsep Dasar Akuntansi Pajak
FOTO: IST

Pembukuan dan Konsep Dasar Akuntansi Pajak

Pembukuan dan Konsep Dasar Akuntansi Pajak. Undang-Undang Perpajakan lebih jelas mengatur tentang pembukuan. Lebih lanjut, dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), pembukuan yang dimaksud adalah mengacu pada prinsip akuntansi yang lazim.

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut (Pasal 1 angka 29 UU KUP). Berikut yang merupakan bagian dari wajib pajak yang wajib melaksanakan pembukuan:

a. Wajib Pajak orang pribadi melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan (Pasal 28 ayat (1) UU KUP).

b. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas (Pasal 28 ayat (5) UU KUP). Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah penggeseran laba atau rugi. Prinsip taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan stesel pengakuan penghasilan, tahun buku, metode penilaian persediaan atau metode penyusutan dan amortisasi.

Baca Juga  Mekanisme Pengajuan Keberatan Kepabeanan

Sedangkan, stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi, tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar secara tunai. Termasuk dalam pengertian stelsel akrual adalah pengakuan penghasilan berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya dipakai dalam bidang konstruksi dan metode lain yang dipakai dalam bidang usaha tertentu, seperti build operate and transfer (BOTdan real estate. 

Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai. Menurut stelsel kas, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan apabila benar-benar telah diterima secara tunai dalam suatu periode tertentu serta biaya baru dianggap seabgai biaya apabila benar-benar telah dibayar secara tunai dalam suatu periode tertentu. Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan jasa, misalnya transportasi, hiburan, dan restoran yang tenggang waktu antara penyerahan jasa dan penerimaan pembayaran tidak berlangsung lama.

Baca Juga  Kemenkeu Satu Jateng Asistensi UMKM Lapor SPT

Pada stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang atau jasa ditetapkan pada saat pembayaran dari pelanggan diterima dan biaya-biaya ditetapkan pada saat barang, jasa dan biaya operasi lain dibayar. Melalui cara ini, pemakaian stelsel kas dapat mengakibatkan penghitungan yang mengaburkan terhadap penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Oleh karena itu, penghitungan Pajak Penghasilan dalam memakai stelsel kas harus memperhatikan hal-hal berikut:

-Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Penghitungan harga pokok penjualan harus memperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan.

-Perolehan harta dapat disusutkan, hak-hak yang dapat diamortisasi, dan biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.

Baca Juga  Cara Ajukan Permohonan Pembetulan Surat Ketetapan/Keputusan Pajak

-Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten). Dengan demikian, penggunaan stelsel kas untuk tujuan perpajakan dapat juga dinamakan stelsel campuran.

Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak (Pajak 28 ayat (6) UU KUP). Pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia. Misalnya, berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain (Penjelasan Pasal 28 ayat (7) UU KUP).

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *