in ,

Instrumen Pencegahan Praktik Penghindaran Pajak

Instrumen Pencegahan Praktik Penghindaran Pajak
FOTO: IST

Instrumen Pencegahan Praktik Penghindaran Pajak

Instrumen Pencegahan Praktik Penghindaran Pajak. Pemerintah terus berupaya menyediakan sarana dan prasana supaya aktivitas perpajakan di negeri ini berjalan efektif dan efisien. Sarana dan prasarana tersebut salah satunya adalah pembuatan kebijakan sebagai perwujudan asas kepastian hukum dalam rangka menjalankan proses pemungutan pajak yang efisien, yakni meminimalkan biaya/belanja dan memaksimalkan penerimaan. Salah satu cara memaksimalkan penerimaan adalah dengan cara merealisasikan potensi dengan optimal melalui pencegahan proses penggelapan atau penghindaran pajak.

Pencegahan praktik penghindaran dengan berbagai instrumen, salah satunya adalah penerbitan peraturan – peraturan yang mengatur ketentuan tersebut. Pencegahan praktik penghindaran pajak mulai diatur pada pasal 18 UU PPh. Kemudian dengan diterbitkannya UU HPP, instrumen praktik penghindaran pajak disesuaikan. Peraturan Pemerintah (PP) nomor 55 tahun 2022 menjadi instrumen kebijakan praktik penghindaran pajak yang paling terbaru.

Cara Pencegahan Praktik Penghindaran Pajak

Pada pasal 32 PP nomor 55 tahun 2022, disebutkan bahwa Menteri Keuangan berwenang mencegah praktik penghindaran pajak sebagai upaya mengurangi, menghindari, atau menunda pembayaran pajak yang seharusnya terutang yang bertentangan dengan maksud dan tujuan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan. Bagaimana cara pencegahan praktik penghindaran pajak tersebut? Caranya diantaranya adalah:

1. Menetapkan saat diperolehnya dividen dan dasar penghitungannya oleh Wajib Pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek;

Baca Juga  Mengenal “Treaty Shopping”, Dampak, dan Langkah Pencegahannya

2. Menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak dengan menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha;

3. Menetapkan pihak yang melakukan pembelian saham atau aktiva perusahaan melalui pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud demikian sepanjang terdapat ketidakwaj aran penetapan harga;

4. Menetapkan pihak yang melakukan penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak;

5. Menentukan kembali besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dari pemberi kerja yang mengalihkan seluruh atau sebagian penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tersebut ke dalam bentuk biaya atau pengeluaran lainnya yang dibayarkan kepada perusahaan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia;

6. Menghitung kembali pajak yang seharusnya terutang berdasarkan pembandingan kinerja keuangan dengan Wajib Pajak dalam kegiatan usaha yang sejenis terhadap Wajib Pajak yang melaporkan laba usaha yang terlalu kecil dibandingkan kinerja keuangan Wajib Pajak lainnya dalam bidang usaha yang sejenis atau melaporkan rugi usaha secara tidak wajar meskipun Wajib Pajak telah melakukan penjualan secara komersial selama 5 (lima) tahun dan melaporkan kerugian fiskal selama 3 (tiga) tahun berturut-turut;

7. Mengatur batasan jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk keperluan penghitungan pajak; dan/atau

Baca Juga  Insentif Kepabeanan Naik Jadi Rp 5,2 T

8. Menghitung kembali besarnya pajak yang seharrrsnya terutang dengan tidak membebankan pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri kepada Wajib Pajak luar negeri sebagai biaya yang mengurangi penghasilan akibat dari pemanfaatan perbedaan perlakuan perpajakan suatu instrumen atau entitas yang dapat mempunyai lebih dari satu karakteristik di negara atau yurisdiksi di mana Wajib Pajak berdomisili.

Untuk pencegahan praktik penghindaran pajak dengan nomor 1 sampai 6 hanya dapat dilakukan terhadap transaksi antara pihak yang dipengaruhi hubungan istimewa. Kemudian apabila ternyata mekanisme yang ditentutkan diatas tidak dapat mencegah praktik penghindaran pajak, maka Dirjen Pajak akan berpedoman pada prinsip pengakuan substansi ekonomi di atas bentuk formalnya atau substance over form.

Definisi Hubungan Istimewa

Hubungan istimewa dalam konteks disini adalah adanya keadaan ketergantungan atau keterikatan satu pihak dengan pihak lainnya yang disebabkan oleh:

a. Kepemilikan atau penyertaan modal, yakni dalam hal;

– Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung min. 25% pada Wajib Pajak lain;

– Hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan min. 25% pada 2 Wajib Pajak atau lebih atau hubungan di antara Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;

b. Penguasaan, yakni dalam hal:

– Satu pihak menguasai pihak lain atau satu pihak dikuasai oleh pihak lain, secara langsung dan/atau tidak langsung;

– Dua pihak atau lebih berada di bawah penguasaan pihak yang sarna secara langsung dan/atau tidak langsung;

Baca Juga  DJP dan Australia Sepakat Tingkatkan Deteksi Potensi Kewajiban Pajak Kripto

– Satu pihak menguasai pihak lain atau satu pihak dikuasai oleh pihak lain melalui manajemen atau penggunaan teknologi;

– Terdapat orang yang sama secara langsung dan/atau tidak langsung terlibat atau berpartisipasi di dalam pengambilan keputusan manajerial atau operasional pada dua pihak atau lebih;

– Para pihak yang secara komersial atau finansial diketahui atau menyatakan diri berada dalam satu grup usaha yang sama; atau

– Satu pihak menyatakan diri memiliki hubungan istimewa dengan pihak lain.

c. Hubungan keluarga sedarah atau semenda, yakni dalam hal:

– Hubungan keluarga sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.

Ketentuan Prinsip Substance Over Form

Kemudian terkait dengan penggunaan prinsip substance over form apabila 8 mekanisme diatas tidak bisa digunakan untuk pencegahan praktik penghindaran pajak, harus memerhatikan:

– Batasan kewenangan dan prosedur pelaksanaan;

– Kegiatan yang dilakukan Wajib Pajak masuk dalam cakupan penghindaran pajak;

– Tahapan pengujian formil dan materiil;

– Mekanisme penjaminan kualitas; dan/atau

– Perlindungan hak Wajib Pajak.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *