in ,

Indikasi Ketidakpatuhan Bahan Pertimbangan DSP3

Indikasi Ketidakpatuhan
FOTO: IST

Indikasi Ketidakpatuhan Bahan Pertimbangan DSP3

Ketidakpatuhan wajib pajak terbagi menjadi dua kelompok besar, seperti halnya bagaimana ketentuan pajak terbagi, yakni ketidakpatuhan formal dan ketidakpatuhan material. Lebih mudahnya ketidakpatuhan ini dikaitkan dengan SPT Tahunan. Ketidakpatuhan formal berkaitan dengan bagaimana wajib pajak melaporkan SPT, contohnya melapor dengan tidak tepat waktu, tidak melaporkan, ataupun melaporkan namun tidak sesuai ketentuan.

Sedangkan ketidakpatuhan material adalah terkait dengan isi atau substansi dari SPT yang diisikan, contohnya adalah wajib pajak tidak melaporkan penghasilan, harta, utang, ataupun komponen lainnya dengan sesuai keadaan sebenarnya.

Indikasi ketidakpatuhan yang menjadi pertimbangan dimasukkannya wajib pajak dalam DSP3 sesuai SE-15/PJ/2018 adalah ketidakpatuhan material, yakni adanya gap antara profil perpajakan berdasarkan SPT dengan profil ekonomi sebenarnya.

Profil ekonomi sebenarnya ini diketahui oleh DJP dari berbagai sumber, diantaranya adalah data internal, data eksternal, maupun pengamatan dan kunjungan lapangan. Indikasi ketidakpatuhan material wajib pajak sebagai dasar pembuatan DSP3 terbagi menjadi 2 jenis, yakni indikasi ketidakpatuhan wajib pajak pada 35 UP2 penentu penerimaan dan indikasi ketidakpatuhan wajib pajak pada KPP Pratama.

1. Indikator ketidakpatuhan wajib pajak pada 35 UP2 Penentu Penerimaan

35 Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2) penentu penerimaan adalah Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar, Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya. 35 UP2 ini adalah UP2 yang kontribusinya terhadap penerimaan pajak relatif lebih signifikan daripada kantor pajak atau UP2 lainnya. Sebagian besar wajib pajak yang menjadi tanggung jawab dari 35 UP2 merupakan wajib pajak yang skalanya lebih besar daripada UP2 lainnya.

Baca Juga  AKP2I Sampaikan Aspirasi Perumusan Perubahan Izin Konsultan Pajak

Adapun indikator ketidakpatuhan wajib pajak pada 35 UP2 penentu penerimaan antara lain:

– Analisis Corporate Tax to Turn Over Ratio (CTTOR), Gross Profit Margin (GPM) dan/atau Net Profit Margin (NPM) dibandingkan dengan benchmarking industri sejenis memiliki selisih lebih besar dari 10% dengan rata – rata industri. Selisih besar ini menjadi indikator ketidakpatuhan karena bisa jadi terdapat ketidakwajaran pada penyajian laporan keuangan wajib pajak.

– Memiliki transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, terutama dengan pihak afiliasi yang berkedudukan di negara yang memiliki tarif pajak efektif yang lebih rendah dari tarif pajak efektif di Indonesia. Negara ini biasa disebut negara tax haven dan biasanya digunakan untuk mengalihkan laba atau profit shifting oleh para pengemplang pajak.

– Memiliki transaksi afiliasi dalam negeri (intra-grup) dengan nilai transaksi lebih dari 50% dari total nilai transaksi. Kondisi ini dapat menjadi tanda bahwa perusahaan sengaja melakukan transaksi intra-grup untuk mengurangi basis pajak atau base erosion menggunakan harga transfer.

– Memiliki transaksi afiliasi dalam negeri dengan anggota grup usaha yang memiliki kompensasi kerugian. Kondisi ini juga dapat menjadi tanda perusahaan sedang mengurangi basis pajak, karena perusahaan yang rugi tidak akan dikenai pajak.

– Wajib pajak belum pernah dilakukan pemeriksaan dengan ruang lingkup seluruh jenis pajak dalam 3 tahun terakhir;

– Wajib pajak yang menerbitkan faktur pajak kepada pembeli dengan NPWP 000 lebih dari 25% total faktur pajak yang diterbitkan dalam satu masa pajak. Transaksi dengan pembeli yang tidak memiliki NPWP akan sulit untuk dikonfirmasi kebenarannya oleh sistem karena ia tidak memiliki kewajiban pajak. Sehingga, bisa jadi wajib pajak sengaja untuk menerbitkan faktur pajak dengan NPWP 000 atau faktur pajak tidak berdasar transaksi sebenarnya.

Baca Juga  BP2MI Usul Barang Kiriman Pekerja Migran Hingga 2.800 Dollar AS Bebas Pajak

– Terdapat hasil analisis informasi, data, laporan, dan pengaduan (IDLP) dan/atau Center for Tax Analysis (CTA).

2. Indikator ketidakpatuhan wajib pajak pada KPP Pratama

Indikator ketidakpatuhan wajib pajak pada KPP Pratama dibedakan menjadi dua kelompok, yakni untuk badan dan untuk orang pribadi.

1) Indikator ketidakpatuhan wajib pajak badan

Indikator ketidakpatuhan wajib pajak badan di KPP Pratama tidak jauh berbeda dengan indikator ketidakpatuhan wajib pajak di 35 UP2 penentu penerimaan. Berikut indikatornya:

– Ketidakpatuhan pembayaran dan penyampaian SPT;

– Wajib pajak belum pernah dilakukan pemeriksaan dengan ruang lingkup seluruh jenis pajak selama 3 tahun terakhir;

– Analisis CTTOR, GPM, NPM dibandingkan dengan hasil benchmarking industri sejenis di Kantor Wilayah terkait memiliki selisih dengan rata – rata industri lebih besar dari 20%;

– Ketidaksesuaian antara profil SPT dengan profil ekonomi sesungguhnya berdasarkan fakta lapangan;

– Memiliki transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, terutama dengan pihak afiliasi yang berkedudukan di negara yang memiliki tarif pajak efektif yang lebih rendah dari tarif pajak di Indonesia;

– Memiliki transaksi afiliasi dalam negeri (intra-grup) dengan nilai transaksi lebih dari 50% dari total nilai transaksi:

– Memiliki transaksi afiliasi dalam negeri dengan anggota grup usaha yang memiliki kompensasi kerugian;

– Wajib pajak yang menerbitkan faktur pajak kepada pembeli dengan NPWP 000 lebih dari 25% dari total faktur pajak yang diterbitkan dalam satu masa pajak; dan/atau

Baca Juga  Tingkatkan Kesadaran Pajak, Kanwil DJP Jaksel II dan STIH IBLAM Resmikan “Tax Center” 

– Terdapat hasil analisis IDLP dan/atau CTA.

2) Indikator ketidakpatuhan wajib pajak orang pribadi

– Ketidakpatuhan pembayaran dan penyampaian SPT;

– Wajib pajak belum pernah dilakukan pemeriksaan dengan ruang lingkup seluruh jenis pajak selama 3 tahun terakhir;

– Ketidaksesuaian antara profil SPT dengan skala usaha wajib pajak, harta wajib pajak, gaya hidup wajib pajak, dan profil pinjaman wajib pajak.

Bukan sebuah rahasia apabila wajib pajak tidak sepenuhnya melaporkan keadaan ekonominya pada SPT karena satu dan lain hal. Untuk menemukan apakah informasi yang dilaporkan di SPT relevan dan sesuai kondisi ekonomi asli wajib pajak, petugas pajak melakukan kunjungan atau visit untuk memahami dan mengetahui skala usaha wajib pajak dan hartanya, serta mencari data terkait pengeluaran serta pinjaman wajib pajak untuk menghitung berapa penghasilannya dalam satu tahun pajak.

– Terdapat hasil analisis IDLP dan CTA.

Hindari indikator indikator diatas sebaik mungkin supaya Anda tetap memiliki citra yang baik di mata para petugas pajak. Indikasi ketidakpatuhan tinggi ini merupakan satu diantara 5 variabel dimasukkannya wajib pajak dalam DSP3. Bila Anda masuk dalam DSP3, terhadap Anda akan dilakukan pengawasan intensif dan berpeluang tinggi dilakukan pemeriksaan yang tentunya membuat Anda tidak nyaman. Untuk itu, penuhilah kewajiban perpajakan dengan baik. Orang bijak taat pajak!

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *