in ,

Pemerintah Indonesia Teruskan Kebijakan Hilirisasi

Kebijakan Hilirisasi
FOTO : IST

Pemerintah Indonesia Teruskan Kebijakan Hilirisasi

Pajak.com, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, Pemerintah Indonesia akan terus mendorong ekosistem industri yang terintegrasi dengan meneruskan hilirisasi. Kebijakan hilirisasi terbukti mampu meningkatkan nilai tambah dari sumber daya alam yang dikelola, salah satunya nilai ekspor bijih nikel meningkat menjadi Rp 360 triliun dari sebelumnya Rp 17 triliun.

“Pekerjaan besar ke depan yang ingin kita lakukan adalah bagaimana membangun sebuah sistem besar, agar yang namanya nikel, yang namanya bauksit, yang namanya tembaga, yang namanya timah itu betul-betul semuanya bisa terintegrasi dan bisa memproduksi barang jadi maupun setengah jadi yang memberikan nilai tambah sebesar-besarnya, utamanya lapangan kerja bagi rakyat,” ujar Jokowi dalam sambutannya pada Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-50 PDI Perjuangan di Hall A, JIExpo Kemayoran, Jakarta, (10/1).

Ia mencontohkan, kebijakan penghentian ekspor bijih nikel yang diberlakukan pemerintah sejak 1 Januari 2020 lalu, telah berdampak signifikan kepada peningkatan nilai ekspor nikel Indonesia.

“Dulu, waktu masih mentah kita ekspor itu nilainya per tahun hanya Rp 17 triliun. Setelah kita setop tiga tahun ini, setahun bisa menghasilkan kurang lebih Rp 360 triliun,” kata Jokowi.

Baca Juga  Jokowi Lantik Hadi Tjahjanto dan AHY Jadi Menteri Baru

Melihat peningkatan itu, Pemerintah Indonesia bakal melakukan hilirisasi dan industrialisasi bijih bauksit. Rencananya, pemerintah akan menghentikan ekspor bijih bauksit pada Juni 2023.

“(Bijih) bauksit kemarin sudah kita umumkan di bulan Desember (2022), setop juga mulai Juni 2023 dan akan kita industrialisasikan, kita hilirisasikan di dalam negeri. Saya enggak tahu lompatannya, tapi nanti (proyeksi) dari kurang lebih Rp 20 triliun menjadi Rp 60 triliun-Rp 70 triliun,” ungkap Jokowi.

Di sisi lain, ia mengakui, upaya integrasi ekosistem industri ini tidak mudah. Sebab lokasi tambang yang berbeda-beda dari setiap sumber daya alam. Namun, Jokowi yakin, jika hilirisasi bijih bauksit dapat terwujud, maka akan menciptakan sebuah ekosistem yang berdampak baik bagi Indonesia, salah satunya adalah industri kendaraan listrik.

“Semuanya harus terintegrasi, sehingga kita harapkan nantinya ini akan menjadi sebuah ekosistem bagi kendaraan listrik yang ke depan memberikan sebuah masa depan yang cerah, karena seluruh pasar negara-negara membutuhkan mobil listrik ini. Tetapi, tentu saja tahapannya akan masuk ke baterai listrik terlebih dahulu,” ujarnya.

Ia juga optimistis, bila ekosistem industri kendaraan listrik telah terbangun, maka akan dapat memberikan lompatan nilai tambah yang sangat besar, utamanya bagi pertumbuhan ekonomi, pendapatan negara, dan bermuara pada kesejahteraan rakyat.

Baca Juga  Buka Kantor di Medan, Hive Five Dukung Pengembangan UMKM dan Peningkatan Penerimaan Pajak

“Apabila nanti menjadi sebuah ekosistem baterai dan ekosistem mobil listrik, itu akan memberikan nilai tambah ratusan kali, bukan puluhan kali lagi tapi ratusan kali,” tambah  Jokowi.

Ia juga menegaskan, Pemerintah Indonesia tidak gentar dalam menghadapi gugatan yang dilayangkan Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia/World Trade Organization (WTO) terhadap larangan ekspor bijih nikel yang diterapkan Indonesia.

“(Larangan ekspor bijih) nikel (membuat) kita digugat oleh Uni Eropa dan sudah diputuskan kita kalah. Tapi saya sampaikan kepada bu menteri luar negeri, ‘jangan mundur.’ Karena inilah yang akan menjadi lompatan besar peradaban negara kita, saya meyakini itu. Kita memang harus berani seperti itu. Kita tidak boleh mundur, kita tidak boleh takut, karena kekayaan alam itu ada di Indonesia. Ini kedaulatan kita dan kita ingin dinikmati oleh rakyat kita, dinikmati oleh masyarakat kita,” ujar Jokowi.

Menurutnya, keteguhan itu sejalan dengan hasil Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)-Uni Eropa beberapa waktu lalu, yaitu mendorong adanya kesetaraan dalam kemitraan antarnegara, sehingga tidak ada satu negara yang merasa lebih unggul daripada negara lain.

Baca Juga  PWI dan KLHK Serukan Urgensi Penerapan Prinsip ESG

“Saya menyampaikan, kemitraan itu harus setara dan tidak boleh ada pemaksaan, tidak boleh negara manapun mendikte dan tidak boleh negara-negara maju itu merasa bahwa standar mereka lebih bagus dari standar negara kita,” jelas Jokowi.

Seperti yang dikatakan Proklamator sekaligus Presiden Indonesia (1945-1965) Soekarno, Indonesia harus mampu berdikari dan tidak menggantungkan diri kepada negara mana pun. Di sisi lain, Presiden Soekarno juga mendorong pemerintah untuk memperluas kerja sama yang sederajat dan saling menguntungkan dengan negara lain.

“Bung Karno tahun 1965 sudah menyampaikan itu, supaya kita tidak bisa didikte dan tidak menggantungkan diri kepada negara mana pun. Inilah yang ingin kita lakukan, berdikari, berdikari, berdikari,” kata Jokowi.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *