BKF Estimasi Pertumbuhan Ekonomi Capai 5,2 Persen di 2024
Pajak.com, Jakarta – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengestimasi pertumbuhan ekonomi nasional mampu mencapai 5,2 persen pada tahun 2024. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi itu pemerintah akan terus mencermati berbagai dinamika global, seperti tingkat suku bunga yang masih tinggi, peningkatan tensi geopolitik, fragmentasi geoekonomi, peningkatan volatilitas sektor keuangan, serta peningkatan risiko debt distress bagi negara-negara dengan tingkat utang tinggi.
“Headwind ekonomi global di tahun 2024 masih akan besar. Fragmentasi global, dekarbonisasi, dan digitalisasi masih akan tetap menjadi faktor utama yang akan membentuk dinamika ekonomi global dalam jangka pendek sampai menengah. Oleh karena itu, APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) akan berperan sebagai peredam ketegangan (shock absorber) dari dinamika perekonomian global yang terjadi,” jelas Kepala BKF Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu dalam keterangan tertulis, dikutip Pajak.com (5/1).
Dengan demikian, ia menegaskan bahwa APBN diarahkan untuk menjaga pemulihan ekonomi dan melindungi masyarakat. Di saat yang bersamaan, pemerintah terus melakukan asesmen terhadap dampak dinamika global terhadap perekonomian domestik serta meningkatkan kewaspadaan.
“Dengan fondasi yang cukup baik pada awal tahun 2024, pemerintah masih akan terus mengusahakan menjaga kondisi fiskal agar tetap sehat, sehingga akan mampu menjadi bantalan untuk mempertahankan shock absorber dan mendukung pertumbuhan ekonomi di tahun 2024. Jika melihat kondisi sepanjang tahun 2023 APBN menunjukan kinerja solid dan kredibel,” ujar Febrio.
Sebagai shock absorber, APBN juga mampu menjaga stabilitas ekonomi, melindungi daya beli masyarakat miskin dan rentan dengan tetap menjaga keberlangsungan fiskal.
“Pelaksanaan kinerja APBN di tahun 2023 mencatatkan kinerja yang positif, seperti pendapatan negara tercatat Rp 2.774,3 triliun atau 12,6 persen di atas target. Kinerja ini ditopang oleh penerimaan pajak yang tumbuh 5,9 persen. Selain itu, kinerja PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang meningkat signifikan ditopang oleh kinerja BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan inovasi layanan. Capaian ini tidak terlepas dari kuatnya kinerja penerimaan perpajakan di tengah moderasi harga komoditas global yang ditopang oleh aktivitas ekonomi yang resilien serta hasil reformasi kebijakan dan administrasi perpajakan yang digulirkan pemerintah di akhir tahun 2021,” ungkap Febrio.
Di sisi lain, penyerapan belanja negara terealisasi sebesar Rp 3.121,9 triliun atau 102 persen dari pagu APBN atau 100,2 persen dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2023. Belanja negara ini mampu menopang aktivitas ekonomi; melindungi daya beli; dan mendukung berbagai agenda pembangunan, meliputi penurunan stunting, penurunan kemiskinan ekstrem, mitigasi El Nino, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), dan infrastruktur prioritas lainnya; serta pelaksanaan Pemilu 2024.
“Keseimbangan primer mencatatkan surplus sebesar Rp 92,2 triliun, merupakan surplus yang pertama sejak tahun 2012. Secara keseluruhan, defisit fiskal pada tahun 2023 tercatat 1,65 persen terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) jauh lebih rendah dari target (dalam APBN) sebesar 2,8 persen. Defisit fiskal tahun lalu berkisar 2,35 persen terhadap PDB,” pungkas Febrio.
Comments