Pemerintah Beri Subsidi Ojek “Online” Bila BBM Naik
Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan, pemerintah beri subsidi ojek on-line dan transportasi angkutan umum, bila terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Subsidi transportasi itu diambil dari Dana Transfer Umum (DTU), yakni Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar 2 persen yang akan dibayarkan oleh pemerintah daerah. Namun, teknis implementasi subsidi transportasi itu belum dijabarkan secara detail, mengingat pemerintah belum resmi mengumumkan kenaikan harga BBM.
“Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan menerbitkan aturan, kami di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga menetapkan PMK (Peraturan Menteri Keuangan) di mana dua persen dari DTU, yaitu DAU dan DBH diberikan kepada rakyat dalam bentuk subsidi transportasi untuk angkutan umum sampai dengan ojek dan nelayan, serta untuk perlindungan sosial tambahan,” ujar Sri Mulyani usai mengikuti rapat yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Kantor Presiden Jakarta, dikutip Pajak.com (31/8).
Pemerintah telah menyiapkan bantalan/bantuan sosial (bansos) tambahan sebesar Rp 24,17 triliun untuk mengalihkan subsidi BBM. Pemberian bansos tambahan diharapkan dapat memitigasi dampak kenaikan BBM, menjaga daya beli masyarakat yang terdampak lonjakan harga secara global.
“Total bantalan sosial yang tadi ditetapkan oleh Bapak Presiden Joko Widodo untuk bisa dieksekusi mulai dilakukan pada minggu ini adalah sebesar Rp 24,17 triliun. Ini diharapkan akan bisa mengurangi tentu tekanan kepada masyarakat dan bahkan mengurangi kemiskinan,” ujar Sri Mulyani.
Ia menyebutkan, pemerintah akan menyalurkan tiga jenis bantalan sosial tambahan, yakni pertama, Bantuan Langsung Tunai (BLT) dengan alokasi anggaran sebesar Rp12,4 triliun dan menyasar 20,65 juta keluarga penerima manfaat (KPM). BLT ini disalurkan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) melalui PT Pos Indonesia (Persero).
“Jadi 20,65 juta kelompok atau keluarga penerima manfaat yang akan mendapatkan anggaran sebesar Rp12,4 triliun yang akan mulai dibayarkan oleh Ibu Mensos (Tri Rismaharini) Rp 150 ribu selama empat kali. Jadi dalam hal ini Ibu Mensos akan membayarkannya dua kali, yaitu Rp 300 ribu pertama dan Rp 300 ribu kedua,” jelas Sri Mulyani
Kedua, Bantuan Subsidi Upah (BSU) dengan alokasi anggaran Rp 9,6 triliun. Bantuan yang akan disalurkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) ini akan diberikan kepada 16 juta pekerja sasaran yang masing-masing menerima sebesar Rp 600 ribu.
“Bapak Presiden Joko Widodo juga menginstruksikan kita untuk membantu 16 juta pekerja yang memiliki gaji maksimum Rp 3,5 juta per bulan dengan bantuan sebesar Rp 600 ribu, dengan total anggaran sebesar Rp 9,6 triliun. Ini juga nanti Ibu Menaker (Ida Fauziyah) akan segera menerbitkan juknis (petunjuk teknis)-nya sehingga langsung bisa dilakukan pembayaran kepada para pekerja tersebut,” kata Sri Mulyani.
Sebelumnya, Sri Mulyani menjelaskan, akan terjadi dampak buruk bila BBM tidak dinaikkan, utamanya bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2022 dan 2023. Di sisi lain, BBM bersubsidi ini ternyata justru lebih banyak dinikmati oleh orang kaya. Di sisi lain, kondisi BBM bersubsidi (Solar dan Pertalite) akan habis pada Oktober 2022.
Konsumsi BBM jenis Solar telah mencapai 63 persen dari alokasi, sementara Pertalite sudah 43 persen dari alokasi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memproyeksi, pada akhir tahun konsumsi Solar akan mencapai 17,44 juta kiloliter (KL) atau setara 115 persen dari kuota yang sudah dianggarkan pemerintah.
Sedangkan untuk Pertalite, mengacu data konsumsi 8 bulan kebelakang, diprediksi mencapai 29,07 juta KL di akhir 2022 atau setara 126 persen dari kuota yang disiapkan pemerintah.
Maka, bila tidak ada kenaikan harga BBM, anggaran subsidi energi tahun ini harus ditambah Rp 195,6 triliun, sehingga menjadi sebesar Rp 698 triliun. Sebagai catatan, perhitungan ini berdasarkan tren konsumsi serta mempertimbangkan kurs rupiah sebesar 14.700 per dollar AS dan acuan harga minyak mentah sekitar 105 dollar AS per barel.
“Masalahnya, anggaran subsidi sebesar Rp 502 triliun akan habis di bulan Oktober (2022). Hitungan yang disampaikan ke Presiden Joko Widodo, kalau tadi (anggaran subsidi) Rp 195,6 triliun tidak kita sediakan di tahun ini, maka dia akan ditagih di APBN 2023. Jadi bukan berarti tidak ada. Padahal, tahun depan pemerintah sedang berusaha menyehatkan APBN dan mengembalikan defisit untuk kembali ke 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB),” jelas Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Tindak Lanjut Hasil Rakor Kemenko Perekonomian terkait Kebijakan Subsidi BBM, yang disiarkan secara virtual (26/8).
Comments