in ,

APINDO Belum Siap Hadapi Kenaikan BBM

Belum Siap Hadapi Kenaikan BBM
FOTO: KLI Kemenkeu

APINDO Belum Siap Hadapi Kenaikan BBM

Pajak.com, Jakarta – Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) belum siap hadapi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite dan Solar. Wakil Ketua Umum APINDO Shinta Widjaja Kamdani memastikan, APINDO akan terus berkonsolidasi dengan pemerintah untuk mendengar solusi yang akan diberikan untuk masyarakat sehingga dapat meringankan daya beli dan menekan inflasi. Di sisi lain, APINDO memahami beban fiskal untuk menanggung subsidi energi yang terus meningkat.

“Kami mengerti mengapa subsidi harus diangkat. Namun, apakah waktunya tepat? saya rasa ini yang selalu menjadi pertanyaan. Saat ini pemerintah mencoba mengatakan kelihatannya tidak ada pilihan, tetapi kita coba untuk mempersiapkan insentif untuk membantu pelaku. Mungkin di sini kita harus saling kompromi jalan keluarnya apa? Kalau ditanya, kami enggak siap sekarang, tapi kami coba mendengar apa insentif yang disajikan pemerintah,” ungkap Shinta dalam Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional (Rakerkonas) APINDO di Hotel JS Luwansa, Jakarta, (30/8).

Ia menilai, kondisi saat ini cukup berat karena Bank Indonesia (BI) baru saja menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin. Satu hal yang dikhawatirkan dari kenaikan suku bunga adalah transmisi ke suku bunga kredit yang akan memengaruhi sektor riil. Oleh karena itu, APINDO juga sudah menyampaikan kepada pemerintah untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan ke kegiatan dunia usaha.

Baca Juga  Catat! Jadwal Rekayasa Lalin Arus Mudik dan Balik Lebaran 2024

“Kami coba meminta pemerintah untuk mengawal ini sebisa mungkin jangan sampai ini naik karena beban biaya pelaku sudah sangat besar dengan kenaikan yang ada,” ucap Shinta.

Di sisi lain, APINDO mengapresiasi mitigasi yang sudah diberikan pemerintah melalui pemberian bantuan sosial (bansos) senilai Rp 24,17 triliun di tengah rencana kenaikan harga BBM. Setidaknya, upaya ini diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat dan menekan inflasi. APINDO menilai, pemerintah harus terus menjaga daya beli masyarakat sebab konsumsi rumah tangga susah tumbuh sangat impresif 5,51 persen pada kuartal II-2022.

“Dengan adanya bansos BBM kami sangat sepakat bahwa ini sangat dibutuhkan, terutama pemerintah sedang mengevaluasi penarikan subsidi. Jadi mereka juga mempersiapkan bansos yang sangat dibutuhkan. Dengan kondisi seperti ini kita harus meningkatkan daya beli demi menjaga pemulihan ekonomi nasional. Ini menarik karena konsumsi rumah tangga naik pada kuartal II-2022 mulai kencang. Tetapi kita harus berhati-hati karena dengan kondisi inflasi ini bisa akan turun makanya harus di-boost dengan insentif,” ujar Shinta.

Baca Juga  Airlangga Tegaskan Rencana Aksi Kelapa Sawit Berkelanjutan

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum APINDO Hariyadi Sukamdani menuturkan,  APINDO memahami tingginya anggaran subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp 502 triliun akan memberi beban fiskal yang cukup berat.

Bahkan, anggaran itu berpotensi bertambah sebesar Rp 195,6 triliun bila tidak ada kenaikan harga BBM, sehingga subsidi energi membengkak menjadi sebesar Rp 698 triliun. Padahal, di tahun depan defisit dalam APBN tidak boleh melewati 3 persen.

Dengan demikian, APINDO mendorong pemerintah mengambil dua langkah kebijakan, yaitu menambah utang negara untuk anggaran subsidi energi atau harus melakukan evaluasi kebijakan agar bisa berjalan efektif.

“Untuk masyarakat yang tidak terlalu terpengaruh terhadap kenaikan harga BBM bersubsidi tentunya harus dipisah, sehingga pemberian subsidi bisa lebih tepat sasaran dan bisa lebih efektif. Baru-baru ini terulang kembali kekhawatiran kepada inflasi dan kekhawatiran terhadap harga BBM. Sebetulnya ini sudah dialami berkali-kali bahwa yang namanya BBM dan inflasi sangat dinamis,” kata Hariyadi.

Saat ini penyebab utama inflasi adalah kenaikan harga bahan pokok makanan, mengingat pengelolaan bahan baku makanan belum berjalan optimal. Hal ini juga menjadi pekerjaan rumah bagi pengusaha untuk menyiapkan substitusi produk impor.

Baca Juga  Menlu Retno: Indonesia Diplomasi Redakan Ketegangan Iran dan Israel

Pemerintah dan pengusaha harus bersinergi untuk mencari jalan keluar dari tingginya jumlah impor ini. Artinya, bila BBM dinaikkan tanpa adanya insentif, maka faktor yang memengaruhi inflasi semakin bertambah.

“Menjadi PR (Pekerjaan Rumah) kita karena sampai hari ini kita sebagai pengusaha ternyata belum bisa memenuhi secara keseluruhan substitusi impor. Susu yang diperlukan oleh generasi penerus kita, 80 persen masih impor. Begitu juga dengan bawang yang masih impor. Belum lagi yang terkait dengan bidang peternakan, sampai hari ini kita masih impor daging sapi,” kata Hariyadi.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *