Di kesempatan yang sama, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengatakan, pengembangan EBT tidak akan bisa berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus dilaksanakan secara gotong royong dengan melibatkan stakeholder terkait. Terutama yang terkait dengan pengelolaan energi, diantaranya PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN dan PT Pertamina (Persero), didukung oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan sebagainya.
“Ekosistem teknologi di bidang energi akan menjadi kunci keberhasilan Indonesia mencapai target pemanfaatan EBT, terlebih biaya pendirian infrastrukturnya memiliki tren menurun setiap tahunnya. Oleh karena itu, peluang ini harus dimanfaatkan dan memiliki potensi yang sangat besar jika dikelola secara maksimal,” kata Hammam.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana memastikan, saat ini sejumlah regulasi tengah disiapkan demi mendorong pemanfaatan EBT. Ia menyebutkan, ada empat regulasi yang tengah berproses, antara lain kebijakan harga jual listrik EBT melalui rancangan peraturan presiden; revisi peraturan menteri pembangkit listrik tenaga surya (PLTS); peraturan menteri tentang cofiring dan refused derived fuel (RDF), dan sebagainya.
Seperti diketahui, pemerintah memang tengah gencar mendorong pengembangan EBT. Target bauran EBT pada 2035 bisa mencapai 27 persen hingga 31 persen. Sementara hingga 2020, bauran EBT telah mencapai 11,3 persen. Secara spesifik, pemerintah menargetkan bauran EBT sebesar 48 persen dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2021-2030.
Comments