Indonesia masih termasuk negara berkembang, banyak infrastruktur yang belum maksimal dan masih tahap pengembangan. Secara sederhana pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dalam keperluan suatu negara sehingga adanya hal tersebut dapat membantu dan berdampak positif bagi masyarakat. Pembangunan membutuhkan perencanaan yang mungkin tidak bisa dihindarkan, karena adanya perencanaan dapat menuju hal yang telah disepakati secara konsisten.
Pemerintah memerlukan biaya untuk melaksanakan pembangunan dan pemerintahan, tentunya tidaklah sedikit. Biaya yang diperlukan oleh pemerintah dapat berasal dari sumber daya alam maupun pajak sebagai sumber daya manusia. Pajak merupakan salah satu kontribusi masyarakat untuk negara. Menurut Ayza (2016), pajak dijadikan pilihan penting dan utama karena sumber daya alam semakin berkurang sedangkan sumber daya manusia semakin bertambah. Kewajiban masyarakat adalah membayar pajak dan negara memiliki hak untuk melakukan pemungutan pajak.
Pengambilan pajak oleh negara juga terbilang tidak mudah, karena kesadaran masyarakat untuk membayar pajak tergolong sangat berpengaruh. Menurut Farouq (2018), minimnya ilmu pengetahuan dalam persepsi, pemahaman, ataupun pelayanan pajak membuat masyarakat menganggap pajak adalah hal yang sia-sia, maka dari itu dibutuhkan sosialisasi yang mendalam kepada masyarakat mengenai wajib pajak. Harapannya supaya faktor penghambat dan kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pajak dapat segera diatasi, sehingga masyarakat tidak mempunyai stigma negatif terhadap pajak.
Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)
Tanggal 29 Oktober 2021 telah diberlakukan undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan level pertumbuhan bidang ekonomi dan menjadikan masyarakat makmur serta sejahtera. Pengesahan UU HPP pada tanggal 7 Oktober 2021 telah tertuang pada draf UU HPP Bab II Pasal 2 ayat (1a), draf ini disepakati oleh Kementerian Keuangan dengan Komisi XI DPR.
Menurut Irawan (2021), poin penting dalam UU HPP salah satunya ialah pergantian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk wajib pajak pribadi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Masyarakat pada awalnya melakukan wajib pajak dengan menggunakan kepemilikan NPWP, apabila sudah memiliki persyaratan yang dibutuhkan sesuai dengan peraturan undang-undang pajak maka wajib pajak memiliki kewajiban agar mempunyai NPWP. Proses memperoleh NPWP diharapkan dilakukan dengan cara sadar serta sukarela oleh wajib pajak.
Memiliki NPWP tidak hanya mengenai kewajiban, namun terdapat beberapa hal penunjang kepemilikan NPWP. Menurut Zulaikha (2013), wajib pajak belum memiliki NPWP cenderung lebih banyak tidak melakukan pajak daripada wajib pajak yang memiliki NPWP. Maksudnya adalah hadirnya NPWP diharapkan dapat memotivasi wajib pajak agar patuh dan membayar pajaknya, walaupun mempunyai NPWP tidak menjamin wajib pajak untuk membayar pajak, namun lebih baik daripada wajib pajak yang tidak memiliki NPWP.
NPWP di anggap menjadi sebuah masalah ketika masyarakat mempunyai stigma bahwa proses pemilikan termasuk rumit. Menurut Priyono (2021), terlihat masyarakat di Indonesia sudah memiliki nomor induk kependudukan sejak lahir dan dipakai sampai meninggal, sedangkan dalam hal ini masyarakat harus membuat NPWP, Paspor, BPJS, Kartu Pra kerja dengan nomor yang berbeda. Risiko kemungkinan adanya data ganda, pemalsuan dokumen, maupun kurangnya pemahaman masyarakat dalam menerima info yang diberikan dapat terjadi.
Berlakunya UU HPP mengenai NIK menjadi NPWP bertujuan untuk Indonesia menuju single identity number dengan identitas digital. Pemerintah ingin menciptakan efek kesederhanaan dan kemudahan kepada masyarakat dalam pelayanan kesehatan, penegakan hukum dan pelayanan publik lainnya dengan hanya satu nomor saja untuk semua keperluan. Harapan besar dari perubahan ini yaitu pelayanan publik menjadi lebih baik, fokus, dan tepat sasaran serta mengurangi berbagai risiko yang ada seperti pemalsuan dokumen maupun data ganda. Pergantian NPWP menjadi NIK tidak mengubah peraturan NPWP sebelumnya seperti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012 mengenai yang diwajibkan mendaftar dan mendapatkan NPWP, UU No.20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah (Mintje, 2016).
Kesimpulannya bahwa Indonesia masih negara berkembang yang memerlukan biaya untuk pengembangan dan pembangunan salah satunya dari pemungutan pajak, oleh karena itu muncul berbagai kebijakan yang mengatur mengenai wajib pajak. Kebijakan terbaru yaitu diberlakukannya Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang salah satu poin pentingnya adalah pergantian NPWP dengan NIK. Pergantian ini diharapkan dapat memiliki efek bermanfaat bagi masyarakat, karena masyarakat semakin mudah dalam membayar pajak tanpa harus membuat nomor pokok wajib pajak serta mengurangi beberapa risiko seperti tidak pahamnya masyarakat terhadap informasi NPWP, pemalsuan data, data ganda.
Daftar Pustaka:
Mintje, M.S. 2016. Pengaruh Sikap, Kesadaran, dan Pengetahuan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pemilik (UMKM) Dalam Memiliki (NPWP). Jurnal EMBA : Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntasi. 4(1), 1034-1035.
Zulaikha, S.M. 2013. Pengaruh Kemanfaatan NPWP, Pemahaman Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan, Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal S1 Undip. 2(4), 3-4.
Ayza, S.H.B. 2016. Hukum Pajak Indonesia. Jakarta: Kencana.
Farouq, M. 2018. Hukum Pajak di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Irawan, F. 2021. Pelatihan Melalui Web Seminar Dampak UU HPP terhadap Pelaku UMKM di Era Pandemi. Pengmasku. 1(1), 22-28.
Mintje, M.S. 2016. Pengaruh Sikap, Kesadaran, dan Pengetahuan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pemilik (UMKM) Dalam Memiliki (NPWP). Jurnal EMBA : Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntasi. 4(1), 1034-1035.
Priyono, A.P. 2021. Harmonisasi Hak Mendahului Negara Atas Tagihan Pajak dan Penyitaan Dalam Hukum Kepilitan. Perpustakaan pascasarjana.
Zulaikha, S.M. 2013. Pengaruh Kemanfaatan NPWP, Pemahaman Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan, Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal S1 Undip. 2(4), 3-4.
Comments