in ,

NIK menjadi NPWP? Masyarakat Wajib Membayar Pajak?

NIK menjadi NPWP? Masyarakat Wajib Membayar Pajak?
FOTO: IST

Direktorat Pajak Kementerian Keuangan dan DPR sepakat mengesahkan RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), sebelumnya bernama RUU KUP, menjadi undang-undang dalam sidang Paripurna. Beleid yang bersifat omnibus ini turut mengatur penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi orang pribadi yang akan berlaku pada 2023.

Sistem Perpajakan yang diterapkan di Indonesia adalah Self-Assesment System. Self Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang membebankan penentuan besaran pajak yang perlu dibayarkan oleh wajib pajak yang bersangkutan.

Dengan kata lain, wajib pajak merupakan pihak yang berperan aktif dalam menghitung, membayar, dan melaporkan besaran pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui sistem administrasi online yang sudah dibuat oleh pemerintah.

Peran pemerintah dalam sistem pemungutan pajak ini adalah sebagai pengawas dari para wajib pajak. Self assessment system diterapkan pada jenis pajak pusat.

Contohnya adalah jenis pajak PPN dan PPh. Sistem pemungutan pajak yang satu ini mulai diberlakukan di Indonesia setelah masa reformasi pajak pada 1983 dan masih berlaku hingga saat ini.

Pajak adalah kontribusi wajib dari warga kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat dapat dipaksakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pelaknaaan Hak dan Kewajiban Perpajakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagai telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, tertera pada pasal 2 Ayat (1) Bab II ” Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak”.

Baca Juga  Penerimaan Pajak Kanwil DJP Jaksus Capai Rp 53,57 T

Menjadi wajib pajak bagi orang pribadi tentunya harus memenuhi syarat subjektif (persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dan perubahannya) dan syarat objektif (persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan perubahannya).

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, telah meluruskan informasi yang salah di masyarakat mengenai aturan baru tersebut. Dia mengatakan seseorang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan sudah memiliki pekerjaan tidak semerta-merta harus wajib bayar pajak.

Sri Mulyani menjelaskan orang yang harus membayar pajak adalah mereka yang memiliki batas pendapatan tertentu yang diatur dalam Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Hal itu juga diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI No. 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian PTKP. “Nggak juga, kalau kalian belum dapat pekerjaan ya tidak perlu membayar pajak,” kata Sri Mulyani dalam video virtual.

Dalam aturan baru ini, jumlah PTKP untuk wajib pajak orang pribadi adalah Rp54.000.000,00 setahun atau Rp Rp4.500.000,00 per bulan. Artinya, “Penghasilan perbulan dibawah Rp. 4.500.000,00 tetap terlindungi, tetapi sebaiknya tetap untuk melaporkan SPT sampai dengan non-efektif (NE)”. Untuk mengajukan permohonan non-efektif (NE) yang tata caranya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020, ungkap Neilmaldrin.

Baca Juga  Sertifikat Elektronik Wajib Pajak Badan Bisa Diajukan oleh Kuasa?

Sementara itu, ada tambahan jumlah PTKP wajib pajak orang pribadi sebesar Rp. 4.500.000,00 untuk wajib pajak yang kawin. Kemudian, Rp. 54.000.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Ayat (1). Dan tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggunan sepenuhnya paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga dapat dikenakan tambahan sebesar Rp. 4.500.000,00. Sementara cara penghitungannya diuraikan secara detail melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016.

Contoh perhitungan PTP wajib pajak orang pribadi belum menikah tanpa tanggungan. Silahkan perhatikan soal berikut ini:

Yatno bekerja di PT. ABC dengan pendapatan Rp 6.000.000,00 per bulan. Status Mulya saat ini belum menikah yakni TK/0 (Tidak Kawin dengan Tanpa Tanggungan). Sesuai tabel di atas, maka tarif PTKP Yatno adalah Rp 54 juta.

“Maka penghitungannya adalah sebagai berikut:

Gaji pokok: Rp 6.000.000

Pengurang: Biaya jabatan 5% x Rp 6.000.000 = 300.000

Biaya pensiun 1% x Rp 6.000.000 = 60.000

Penghasilan bersih per bulan: Rp 5.640.000

Penghasilan Neto per Tahun 5.640.000 x 12 = 67.680.000

PTKP (TK/0): Rp 54.000.000

Penghasilan Kena Pajak Setahun: 13.680.000

PPh Terutang 5% x 13.680.000: 684.000

PPh Pasal 21 Masa 684.000/12: 57.000

Jadi, setelah Yatno menikah dan memiliki satu tanggungan, dia harus membayar PPh 21 sebesar Rp 90.000 setiap bulannya atau Rp 1,08 juta setahun.

Baca Juga  Sri Mulyani: Penerimaan Pajak Hingga 15 Maret 2024 Terkontraksi Penurunan Harga Komoditas

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengubah lapisan penghasilan kena pajak (PKP). Tertuang dalam RUU Ketentuan Umum Perpajakan yang diubah menjadi RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) dengan demikian maka, Penghasilan sampai dengan Rp 60.000.000,00 kena tarif 5%. Tarif 15% dikenakan untuk penghasilan mulai dari di atas Rp 60.000.000,00 hingga Rp 250.000.000,00 per tahunnya. Kemudian untuk penghasilan di atas Rp 250.000.000,00  – Rp 500.000.000,00 kena tarif 25%.

Selanjutnya, penghasilan di atas Rp 500.000.000,00 – Rp 5.000.000.000,00 per tahun dikenakan tarif 30% dan yang terakhir adalah tarif baru yakni 35% untuk yang berpenghasilan di atas Rp 5.000.000.000,00 per tahun.

Berikut contoh perhitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP):

Penghasilan seorang pegawai perusahaan memiliki gaji sebesar Rp 5.000.000,00 perbulan atau setahun adalah Rp 60.000.000,00 per tahun, maka PKP nya adalah:

Penghasilan – PTKP = PKP

Rp 60.000.000,00 – Rp 54.000.000,00 = Rp 6.000.000,00

Dengan demikian, penghasilannya yang dikenakan pajak adalah Rp 6.000.000,00

Dalam hal ini maka perhitungan pajaknya menggunakan lapisan pertama.

Berdasarkan aturan saat ini maka pajak pegawai bank tersebut adalah:

Rp 6.000.000,00 x 5% = Rp 300.000,00

Total pajak yang perlu dibayarkan pertahun dengan aturan saat ini adalah Rp 300.000,00

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

10 Points
Upvote Downvote

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *