in ,

Target Penerimaan Pajak 2024 Perhitungkan Gerak Perekonomian

Target Penerimaan Pajak 2024
FOTO: KLI Kemenkeu

Target Penerimaan Pajak 2024 Perhitungkan Gerak Perekonomian 

Pajak,com, Jakarta – Pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2024 sebesar Rp 2.307,9 triliun. Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara memastikan, target penerimaan pajak 2024 telah memperhitungkan gerak perekonomian ke depan.

“Target pendapatan negara sebesar Rp 2.781,3 triliun dalam RAPBN 2024. Dari target tersebut, (target) penerimaan perpajakan sebesar Rp 2.307,9 triliun. Itu tentunya telah memerhatikan dan memperhitungkan bagaimana gerak ekonomi kita ke depan. Kalau pertumbuhan ekonomi kita adalah 5,2 persen, lalu kemudian inflasi kita perkirakan 2,8 persen, maka kegiatan ekonomi itu secara nominal dia sudah tumbuh di kisaran 8 persenan,” jelas Suahasil dalam acara Laporan Khusus Sidang Paripurna Penyampaian RAPBN 2024, di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dikutip Pajak.com (18/8).

Untuk mencapai target penerimaan perpajakan, pemerintah pun akan melakukan sejumlah langkah optimalisasi. Strategi dilakukan, utamanya dengan melakukan efisiensi dalam administrasi perpajakan, seperti mengimplementasikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); menjalankan Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau core tax. 

“Kita memiliki core tax system, yaitu sistem inti perpajakan kita sudah akan bisa mulai beroperasi di tahun 2024 untuk memperbaiki tata kelola dan administrasi perpajakan. Ini bukan berarti bahwa masyarakat akan dibebani pajak lebih tinggi, tetapi artinya adalah sistem pemungutan pajak kita akan lebih efisien sehingga biaya bisa ditekan, efisiensinya bisa meningkat. Selain itu, sinergi joint program juga dilakukan agar penerimaan semakin konsisten antar-berbagai sumber, baik pajak, bea cukai, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Semua melaksanakan UU HPP (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan) kita,” tegas Suahasil.

Baca Juga  SPT Badan Wajib Melampirkan Laporan Keuangan yang Telah Diaudit?

Secara simultan, pemerintah juga akan meningkatkan kepatuhan dan penggalian potensi pajak, serta menjaga efektivitas reformasi perpajakan UU HPP untuk perluasan basis pajak. Kemudian, pemberian pelbagai insentif perpajakan yang tepat dan terukur juga diharapkan mampu mendorong percepatan pemulihan dan peningkatan daya saing investasi nasional, serta memacu transformasi ekonomi.

Namun, pemerintah menyoroti, cukai hasil tembakau yang mengalami penurunan dalam beberapa waktu terakhir. Suahasil mengungkapkan, pemerintah berencana mengenakan cukai bagi barang yang juga memiliki dampak negatif bagi perekonomian, seperti cukai plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan.

“Wacana-wacana itu ada dan tentu nanti kita lakukan, tetapi dengan tetap melihat kemampuan keuangan, kemampuan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Sehingga tujuannya adalah untuk membatasi konsumsi itu tidak jadi salah seakan-akan memberatkan masyarakat atau mengurangi investasi,” kata Suahasil.

Baca Juga  Akuntan Pajak: Arsitek Keuangan dan Penguat “Self-Assessment”

Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga memastikan, target pendapatan negara 2024 yang diusulan pemerintah telah mempetimbangkan kondisi perekonomian dalam negeri maupun global.

“Kita targetkan penerimaan perpajakan tumbuh 8,9. Ini lebih tinggi dari asumsi pertumbuhan ekonomi yang 5,2. Artinya tax ratio-nya diharapkan akan terus meningkat. Kemudian, PNBP ditargetkan mencapai Rp 473 triliun pada tahun 2024. Ini terutama karena adanya juga kontribusi dari harga komoditas. Tapi, kalau kita lihat harga komoditas cenderung menurun, makanya kita lihat PNBP terutama dari SDA (sumber daya alam) diperkirakan mungkin tidak setinggi yang seperti kita terima tahun 2022 dan 2021″ ungkap Sri Mulyani.

Baca Juga  DJP: e-SPT Tidak Bisa Digunakan untuk Lapor SPT Badan

Oleh karena itu, pemerintah akan mengoptimalkan penyetoran dividen dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), inovasi dan kualitas layanan dari kementerian/lembaga (K/L) yang memiliki Badan Layanan Umum (BLU), penggunaan perluasan informasi dan teknologi, dan pengawasan kepatuhan dari wajib bayar PNBP.

“Semua kita akan lakukan secara hati-hati karena saya sampaikan bahwa environment dari globalnya juga akan semakin tidak predictable,” pungkas Sri Mulyani.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *