in ,

Penunjukkan Marketplace Pemungut Pajak Masih Dikaji

Penunjukkan Marketplace Pemungut Pajak
FOTO: P2Humas DJP

Penunjukkan Marketplace Pemungut Pajak Masih Dikaji

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) masih mengkaji rencana penunjukkan marketplace lokal, seperti Tokopedia atau Shopee, sebagai pemungut pajak. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang kepatuhan Pajak Yon Arsal memastikan, DJP akan berkoordinasi dengan pelaku industri sebelum kebijakan ditetapkan.

Yon menjelaskan, rencana penunjukan marketplace lokal sebaga pemungut pajak merupakan turunan dari pasal 32A dalam Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Dalam pasal itu disebutkan, menteri keuangan dapat menunjuk pihak lain untuk melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran dan pelaporan pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pihak lain yang dimaksud merupakan pihak yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antara pihak yang bertransaksi, seperti penyedia marketplace.

“Pasal tersebut menjadi hulu dari implementasi pajak PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik), bela pengadaan barang pemerintah, hingga pajak kepada fintech dan kripto, juga marketplace akan ditunjuk untuk ikut memungut pajak. Tapi, pertanyaannya, kapan akan diterapkan untuk marketplace lokal? Sejauh ini kalau dari hasil evaluasi kita dengan konsep bela pengadaan, tidak ada masalah yang menjadi catatan, tidak ada masukan soal kesulitan. Artinya, ini memang bisa dan dapat diterapkan,” kata Yon dalam Media Briefing DJP, di Kantor Pusat DJP yang juga disiarkan secara virtual, dikutip Pajak.com (6/10).

Baca Juga  SPT Badan Wajib Melampirkan Laporan Keuangan yang Telah Diaudit?

Ia memastikan, pemerintah akan memberlakukan kebijakan ini pada momentum yang tepat dan setelah mendapat masukan dari pelbagai pihak. Proses merumusan kebijakan tidak hanya melibatkan sisi internal DJP, melainkan juga seluruh pemangku kepentingan.

“DJP sudah beberapa kali berdiskusi dengan asosiasi marketplace lokal, seperti (sebelum) peluncuran pajak fintech dan kripto yang juga didahului dengan diskusi dengan pelaku usaha,” kata Yon.

Sementara itu, Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan, rencana penunjukkan marketplace lokal sebagai pemungut pajak, memungkinkan untuk diimplementasikan dari sisi workability. Hal ini seperti kebijakan pemungutan pajak untuk bela pengadaan barang pemerintah.

Seperti diketahui, penyelenggara marketplace dapat ditunjuk sebagai pemungut pajak atas transaksi pengadaan barang dan jasa pemerintah telah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 58 Tahun 2022.

Baca Juga  Kurs Pajak 24 –30 April 2024

Platform penyedia itu ditunjuk untuk memungut pajak berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk pengadaan barang yang dilakukan pemerintah. Misalnya, PPh Pasal 22 yang dipungut sebesar 0,5 persen dan terutang atas penghasilan yang diterima rekanan sehubungan dengan transaksi penjualan barang dan jasa, persewaan, dan penghasilan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta.

Marketplace tadi feasible enggak ditunjuk sebagai pemungut pajak? Feasible. Cuma, kan, mesti harus ngobrol. Harus diskusi dengan para pelaku. Masalah bagaimana implementasinya, nanti kita harus bicara. Karena hal yang aneh jika tiba-tiba memerintahkan pihak tertentu dalam hal ini marketplace untuk memungut pajak tanpa ada aba-aba. Karena itu, saat ini kami masih terus melakukan diskusi terkait rencana tersebut, mulai dari penentuan jadwal implementasi, cara memungut pajak sampai mekanisme pelaporan,” jelas Suryo.

Pada kesempatan berbeda, Wakil Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Budi Primawan menuturkan, idEA dengan senang hati membuka ruang dialog bersama pemerintah untuk mengkaji rencana kebijakan ini. Pada prinsipnya, pelaku usaha akan membantu pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan pajak demi membangun ekosistem usaha yang berkelanjutan.

Baca Juga  Kanwil DJP Riau Sita Aset Penunggak Pajak Sebesar Rp 1,95 M

“Seperti dengan formulasi kebijakan-kebijakan pada umumnya, kami berharap dengan komunikasi dan dialog antara industri dan pemerintah, bisa tercipta regulasi yang berimbang. Bagi industri, compliance merupakan prioritas, tapi juga diharapkan pemerintah memahami dampak suatu regulasi dilapangan, serta tantangan dan hambatan bagi industri jika harus ada perubahan,” kata Budi kepada Pajak.com, melalui pesan singkat, (6/10).

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *