in ,

Pajak Ejawantah Nilai Pancasila

Pajak Ejawantah Nilai Pancasila
FOTO: IST

Pajak Ejawantah Nilai Pancasila

Pajak.com, Jakarta – Pada 1 Juni 1945 silam, Proklamator Republik Indonesia berpidato di hadapan peserta Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) dan menyatakan bahwa inti dari Pancasila adalah gotong royong—pembantingan tulang bersama dan perjuangan bersama. Gotong royong secara fundamental melekat di dalamnya nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, kebersamaan, dan kesejahteraan sosial. Hal senada juga menjadi ruh dari pajak sebagai alat memakmurkan rakyat melalui terwujudnya pembangunan infrastuktur, pendidikan, kesehatan yang memadai. Maka, pajak merupakan ejawantah dari nilai Pancasila.

Dalam buku berjudul Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial karya Suharto Edi, disebutkan bahwa kesejahteraan sosial adalah usaha yang terencana dan melembaga yang meliputi berbagai bentuk intervensi sosial dalam pelayanan untuk memenuhi kebutuhan manusia, mencegah dan mengatasi masalah sosial, serta memperkuat institusi-institusi sosial. Ciri utama pembangunan kesejahteraan adalah komprehensif, yakni setiap pelayanan sosial yang diberikan senantiasa menempatkan penerima pelayanan (beneficiaries) sebagai manusia, baik dalam arti individu maupun kolektivitas. Untuk mewujudkan cita-cita itu, pemerintah membuhtukan biaya yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dan, selama ini penerimaan pajak telah berkontribusi 70-80 persen terhadap APBN.

Sejatinya, konsep kemakmuran telah melekat dalam definisi pajak pada Undang-Undang (UU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. “Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Baca Juga  Ketahui Ketentuan Kedaluwarsa Penagihan Pajak

Di sisi lain, pajak juga merupakan manifestasi dari konsep gotong royong. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pajak merupakan sumber pendapatan terbesar untuk APBN yang berprinsip pada sistem gotong-royong. Artinya, orang yang tergolong mampu harus membayar pajak lebih banyak, yang ekonominya rendah membayar pajak lebih kecil, yang tidak mampu akan mendapat bantuan negara. Dengan demikian, secara konseptual, pajak memiliki jati diri Pancasila, yakni sebagai instrumen gotong royong untuk kemakmuran rakyat.

Mari kita bedah peran pajak dalam APBN 2022. Di tahun lalu, penerimaan pajak berkontribusi sebesar Rp 1.717,8 triliun terhadap pendapatan negara senilai Rp Rp 2.626,4 triliun. Dari pendapatan itu, pemerintah merealisasikan belanja negara Rp 3.090,8 triliun untuk beberapa pos, yaitu pemerintah pusat Rp 2.274,5 triliun dan transfer ke daerah (TKD) Rp 816,2 triliun.

Baca Juga  Cara Ajukan Permohonan Pembetulan Surat Ketetapan/Keputusan Pajak

Belanja pemerintah pusat terdiri dari belanja kementerian/lembaga (K/L) mencapai Rp 1.195,2 triliun. Adapun belanja (K/L), diantaranya berupa anggaran pendidikan Rp 472,6 triliun. Secara rinci, anggaran ini telah direalisasikan untuk Program Indonesia Pintar (PIP) sebesar Rp 11,1 triliun dan dibagikan kepada 20,1 juta siswa; program bidik misi/ Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah sebesar Rp 10,8 triliun yang diberikan kepada 847,7 ribu mahasiswa; Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar Rp 9,5 triliun, diberikan kepada 8,8 juta siswa; program Tunjangan Profesi Guru (TPG) non-PNS sebesar Rp 12,7 triliun kepada 577,9 ribu guru.

Kemudian, belanja negara bidang kesehatan terealisasi senilai Rp 176,7 triliun, antara lain untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi 96,7 juta jiwa Rp 45,8 triliun, klaim pelayanan COVID-19 oleh 342,7 ribu pasien yang merupakan tunggakan 2021 dan 474,4 ribu pasien 2022  Rp 28,8 triliun; penugasan 4.831 tenaga kesehatan ke daerah tertinggal Rp 47,7 miliar; pemeriksaan 53,6 ribu sampel obat, kosmetik dan suplemen kesehatan sebesar Rp 24,3 miliar; program percepatan penurunan stunting dengan penyediaan makanan tambahan bagi 197,3 ribu ibu hamil kurang energi kronis (KEK) Rp 178,8 miliar; dan 386,4 ribu balita kurus Rp 161,6 miliar.

Baca Juga  Hak Wajib Pajak saat Terima Surat Tagihan Pajak

Di bidang infrastruktur, pemerintah telah menyalurkan anggaran sebesar Rp 112 triliun yang diperuntukkan dalam membangun jalan, bendungan, jembatan, dan lain sebagainya. Selain itu, ada pula alokasi belanja non-K/L, antara lain digunakan untuk subsidi energi dan kompensasi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik sebesar Rp 551,2 triliun atau 109,7 persen. Pajak juga memerankan fungsi sebagai stabilisasi perekonomian melalui beragam insentifnya.

Maka, lengkaplah sudah, pajak merupakan bentuk nyata dari semangat gotong royong dan instrumen kesejahteraan sosial sebagai makna dari Pancasila melalui terpenuhinya kebutuhan pendidikan, kesehatan, pertahanan, pangan, kualitas layanan publik, serta pembangunan negara yang adil untuk seluruh masyarakat. Selamat memperingati Hari Lahir Pancasila 1 Juni. Pajak Kuat, Indonesia Maju.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *