in ,

Memahami Pencegahan dan Penyanderaan terhadap Penunggak Pajak

Pencegahan dan Penyanderaan terhadap Penunggak Pajak
FOTO: IST

Memahami Pencegahan dan Penyanderaan terhadap Penunggak Pajak

Pajak.com, Jakarta – Sebagaimana diketahui, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki wewenang untuk melakukan pencegahan dan penyanderaan terhadap penunggak pajak. Untuk lebih memahaminya, Pajak.com akan mengulasnya berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Apa itu pencegahan?

Dalam Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk keluar wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu.

Pencegahan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh menteri atas permintaan pejabat dan atasan pejabat yang bersangkutan.

DJP menegaskan, tindakan pencegahan tidak mengakibatkan dihapusnya utang pajak. Oleh karena itu, sekalipun DJP telah melakukan pencegahan, tindakan penagihan pajak tidak terhenti dan tetap dapat dilaksanakan.

Baca Juga  Cara Mudah Lacak Barang Kiriman Melalui Bea Cukai

Pencegahan itu dilakukan berdasarkan permintaan pencegahan bepergian ke luar negeri dari pejabat di tempat Wajib Pajak terdaftar kepada dirjen pajak atau direktur pemeriksaan dan penagihan dengan menyampaikan data-data sebagai berikut:

  • Data penanggung pajak (nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan identitas lainnya);
  • Pertimbangan/alasan dilakukannya pencegahan; serta
  • Data pendukung (daftar kelengkapan data pencegahan, ikhtisar pencegahan keluar negeri, fotokopi Kartu Pengawasan Tunggakan Pajak, fotokopi Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Badan/Orang Pribadi terakhir,

Apa itu penyanderaan?

Dalam Pasal 1 Angka 21 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, penyanderaan adalah salah satu upaya penagihan pajak yang wujudnya berupa pengekangan sementara waktu terhadap kebebasan penanggung pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.

Tempat tertentu dapat berupa rumah tahanan negara yang terpisah dari tahanan lain. Pada dasarnya antara sandera dan tahanan biasa mempunyai kesamaan bahwa mereka dihilangkan kebebasannya dengan ditempatkan di tempat yang terasing dari dunia luar.

Baca Juga  Memahami Praktik “Transfer Pricing” dalam Industri Logistik

Pemisahan juga dilakukan berdasarkan jenis kelamin penanggung pajak yang disandera. Kepala rumah tahanan negara wajib memerhatikan penempatan penanggung pajak yang disandera yang berada dalam kondisi tertentu, antara lain sakit keras, mengidap sakit menular atau mengidap gangguan jiwa.

Namun, ada perbedaan fundamental antara penyanderaan dengan tahanan. Penyanderaan adalah tindakan penghilangan kebebasan penanggung pajak dipergunakan sebagai jaminan atas pelunasan utang pajak. Sementara, tahanan umum yang dihilangkan kebebasannya sebagai hukuman atas tindakan melanggar hukum.

Contoh tindakan penyanderaan belum lama ini dilakukan oleh Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat (Kanwil DJP Jakbar) dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kembangan. Kanwil DJP Jakbar melakukan tindakan penyanderaan terhadap Direktur PT KSA berinisial LSM alias JL. Penyanderaan itu dilakukan karena Wajib Pajak memiliki tunggakan utang pajak sebesar Rp 6.038.954.010,00.

Baca Juga  5 Insentif Pajak untuk Jaga Stabilitas Perekonomian Nasional 2024

Penyanderaan tersebut dilakukan Juru Sita Pajak Negara (JSPN) KPP Pratama Jakarta Kembangan setelah berkoordinasi dengan Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) dan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jakarta.

 

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *