Dua Kelompok Masyarakat yang Dibebaskan Pajak
Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan, pemerintah tidak akan membebankan masyarakat rentan atau berpenghasilan rendah untuk membayar pajak. Melalui Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), pemerintah justru memberikan pembebasan pajak kepada masyarakat yang memenuhi kriteria tertentu. Apa saja kriteria kelompok masyarakat yang dibebaskan pajak? Pajak.com akan mengulas dua kelompok masyarakat yang dibebaskan pajak.
Setidaknya, ada dua kelompok masyarakat yang dibebaskan dari kewajiban Pajak Penghasilan (PPh), yaitu:
Pertama, masyarakat yang mempunyai pendapatan di bawah batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Menurut UU Nomor 36 Tahun 2008, PTKP merupakan komponen pengurangan dalam menghitung besarnya pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi.
Sesuai UU HPP, PTKP berlaku bagi masyarakat yang berpenghasilan kurang dari Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun. Sementara, masyarakat yang dikenakan PPh adalah mereka yang punya pendapatan sebagai berikut:
- Penghasilan sampai dengan Rp 60 juta (tarif PPh 5 persen).
- Penghasilan di atas Rp 60 juta hingga Rp 250 juta (tarif 15 persen).
- Penghasilan di atas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta (tarif 25 persen).
- Penghasilan di atas Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar (tarif 30 persen).
- Penghasilan di atas Rp 5 miliar (tarif 35 persen).
Sri Mulyani menjelaskan, jika individu/karyawan berstatus lajang alias jomlo, tidak punya tanggungan siapapun, dan bergaji Rp 5 juta, maka PPh yang dibayar adalah sebesar Rp 300 ribu per tahun atau Rp 25 ribu per bulan. Hal berbeda bagi individu/karyawan yang sudah berkeluarga dan memiliki tanggungan satu anak, namun bergaji Rp 5 juta per bulan, maka mereka masuk kelompok PTKP.
“Banyak netizen berkomentar, ‘harusnya yang kaya dan para pejabat yang bayar pajak’. Setuju dan betul banget. Mereka yang kaya dan para pejabat memang dikenakan pajak. Bahkan, untuk yang punya gaji di atas Rp 5 miliar per tahun, bayar pajaknya 35 persen (naik dari sebelumnya 30 persen). Itu kita-kira pajaknya bisa mencapai Rp 1,75 miliar setahun . Besar, ya? Adil bukan?,” jelasnya dalam akun Instagram pribadinya, (3/1).
Kedua, pembebasan PPh juga diberikan kepada pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) orang pribadi dengan omzet sampai dengan Rp 500 juta dalam setahun. Artinya, para UMKM orang pribadi diwajibkan membayar pajak, jika omzet dalam satu tahun di atas Rp 500 juta. Ketentuan ini ditetapkan dalam UU HPP dan secara teknis diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022.
Pada aturan sebelumnya, semua pelaku UMKM orang pribadi dikenakan PPh final. Sebagai contoh, pengusaha Ayam Geprek memiliki penghasilan sebesar Rp 80 juta per tahun, maka pelaku UMKM tetap dikenakan PPh final sebesar 0,5 persen.
“Bagi usaha Kecil yang omzet penjualan di bawah Rp 500 juta per tahun, bebas pajak. Sedangkan, perusahaan besar yang mendapat keuntungan harus bayar pajak sebesar 22 persen. Adil bukan? Pajak memang untuk mewujudkan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Uang pajak Anda juga kembali ke Anda. Jalan raya, kereta api, internet yang kamu nikmati, itu juga dibangun dengan uang pajak Anda. Pesawat tempur, kapal selam, prajurit, dan polisi hingga guru dan dokter, itu dibayar dengan uang pajak kita semua. Yuk, kita jaga dan bangun Indonesia bersama. Negeri kita sendiri, milik kita semua,” ujar Sri Mulyani.
Comments