in ,

DJP Beberkan Cara Gali Potensi Penerimaan Pajak

“Kegiatan pengujian kepatuhan dan pengawasan dilaksanakan terkait dengan pemungutan pajak di Indonesia yang didasarkan pada self assessment system, di mana Wajib Pajak menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya,” jelasnya.

Neil memastikan, apabila berdasarkan pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut terdapat ketidaksesuaian antara data yang diperoleh DJP dengan Surat Pemberitahuan (SPT) yang dilaporkan, maka akan ditindaklanjuti dengan surat imbauan atau permintaan penjelasan atau klarifikasi, yang kemudian dapat berlanjut sampai dengan kegiatan pengujian kepatuhan berupa pemeriksaan.

Di sisi lain, apabila data yang diperoleh menyatakan belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maka akan ditindaklanjuti dengan imbauan untuk mendaftarkan diri atau DJP akan menerbitkan NPWP secara jabatan. Selain itu, dalam melakukan pengawasan terhadap kepatuhan Wajib Pajak, DJP juga memetakan Wajib Pajak berdasarkan skala usahanya.

Baca Juga  Airlangga Tawarkan Peluang KEK ke Investor Singapura

Neil menyebut, DJP membagi Wajib Pajak di KPP Pratama dalam dua kategori, yaitu Wajib Pajak Strategis dan Wajib Pajak Kewilayahan. Klasifikasi ini dimaksudkan agar pengawasan berjalan lebih efisien.

“Terhadap Wajib Pajak Strategis, DJP melakukan pengawasan secara lebih intensif. Hal ini dikarenakan skala usaha mereka lebih besar, lebih kompleks, dan proses bisnisnya lebih rumit. Mereka dikelola oleh satu seksi tersendiri,” ucapnya.

Dalam kurun waktu tahun 2020 hingga Juni 2022, DJP telah menerbitkan lebih dari 400 ribu surat imbauan atau permintaan penjelasan kepada Wajib Pajak Strategis. Terhadap Wajib Pajak Kewilayahan, lanjut Neil, DJP menerapkan model pengawasan yang sedikit berbeda dengan Wajib Pajak Strategis.

Baca Juga  Bea Cukai: Pengajuan Keberatan Bisa Diajukan secara “On-line”

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *