in ,

Daya Magnet dan Multiefek Fasilitas Fiskal KEK bagi Investor

fiskal kek
Foto: TaxPrime

Daya Magnet dan Multiefek Fasilitas Fiskal KEK bagi Investor

Pajak.com, Jakarta – Sepanjang tahun 2023, Pemerintah Indonesia telah menetapkan 2 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yaitu KEK Lido Bogor dan KEK Kura Kura Bali. Dengan demikian, saat ini Indonesia telah memiliki 20 KEK yang tersebar di beberapa wilayah dengan spesifikasi keunggulan tertentu. Partner TaxPrime Teguh Wisnu Purbaya menilai, KEK telah menciptakan nilai daya saing investasi Indonesia diantara negara-negara lain. Pasalnya, KEK menawarkan beragam insentif fiskal sebagai magnet yang mampu menarik investor sekaligus memberikan multiefek bagi perusahaan, masyarakat, daerah, dan nasional. Lantas, apa saja insentif fiskal yang diberikan di KEK? Lalu, apa multiefeknya?

Teguh menjelaskan, KEK memiliki definisi yang tertuang dalam Pasal 1 Angka 2 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 33/PMK.010/2021. Beleid ini menjelaskan bahwa KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.

“KEK dikembangkan melalui persiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis. KEK berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi, dan daya saing internasional,” jelas Teguh kepada Pajak.com, di Kantor TaxPrime, Menara Kuningan, Jakarta (23/6).

Selain itu, menurutnya, konsep dasar KEK adalah pemberian fasilitas pada penyiapan kawasan yang lokasinya mempunyai akses ke pasar global, seperti akses ke pelabuhan dan/atau bandar udara (bandara). Hal utama yang menarik lainnya, KEK diberikan fasilitas fiskal tertentu, baik dari pemerintah pusat maupun daerah untuk meningkatkan daya saing, terutama dalam foreign direct investment. 

Teguh merangkum, fasilitas fiskal yang diberikan Pemerintah Indonesia di KEK, yaitu pertama, Pajak Penghasilan (PPh) berupa tax holiday 100 persen untuk kegiatan utama—tergantung pada jumlah investasi. Kemudian, ada pula tax allowance untuk selain kegiatan utama yang tidak mendapatkan fasilitas tax holiday.

Kedua, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak dipungut atas penyerahan barang kena pajak berwujud tertentu dari tempat lain dalam daerah pabean (TLDDP), kawasan bebas, dan tempat penimbunan berikat (TPB) kepada badan usaha dan/atau pelaku usaha; impor barang kena pajak berwujud tertentu; impor barang konsumsi ke KEK pariwisata; penyerahan barang kena pajak berwujud tertentu antarbadan usaha, pelaku usaha, atau badan usaha dengan pelaku usaha; penyerahan jasa kena pajak dan/atau barang kena pajak tidak berwujud, termasuk jasa persewaan tanah dan/atau bangunan di KEK; serta penyerahan jasa kena pajak tertentu dan barang kena pajak tidak berwujud oleh pengusaha dari TLDDP atau selain TLDDP kepada badan usaha.

Baca Juga  KPP Pratama Kosambi - Pemkab Tangerang Tindaklanjuti Data ILAP

Ketiga, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tidak dipungut atas penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) yang berasal dari pemeliharaan, perbaikan, dan overhaul (MRO) tidak dipungut. Keempat, pembebasan bea masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI).

“Pembebasan ini berlaku untuk impor barang modal serta barang konsumsi di KEK pariwisata, penangguhan bea masuk untuk pemasukan barang yang akan dijual di toko atau pusat perbelanjaan di KEK pariwisata, serta pembebasan cukai untuk bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai,” sebu Teguh.

Ia menambahkan, terdapat pula fasilitas tambahan di KEK pariwisata, yakni toko di kawasan ini dapat berpartisipasi dalam skema pengembalian PPN bagi pemegang paspor luar negeri dan pembebasan PPnBM serta PPh untuk pembelian rumah tinggal atau hunian di KEK pariwisata.

Kelima, penangguhan bea masuk dan tidak dipungut PDRI bagi pelaku usaha yang telah menyelesaikan pembangunan/pengembangan.

“ketentuan ini diberlakukan tarif bea masuk 0 persen atas hasil produksi yang menggunakan TKDN (tingkat komponen dalam negeri) 40 persen,” ungkap teguh.

Keenam, pengurangan pajak daerah dan/atau retribusi daerah sebesar 50 persen hingga 100 persen. Ketujuh, ketentuan pembatasan dan tata niaga di bidang impor belum berlaku.

“Fasilitas fiskal yang diberikan itu banyak dan bermanfaat (bagi perusahaan). Bukan hanya cash flow, tapi ada pula kemudahan operasional, peningkatan profitabilitas dari penghematan belanja fiskal, menjadi tertib administrasi, transparan karena diawasi oleh otoritas, punya kekuatan bayar. Perusahaan punya prestige, karena perusahaan akan mempunyai pandangan baik dari DJP (Direktorat Jenderal Pajak) maupun maupun kepabenan (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai),” ujar Teguh.

Baca Juga  Cara Ajukan Izin Pembukuan Berbahasa Inggris dan Satuan Dollar AS ke Kantor Pajak

Multiefek KEK 

Dengan daya magnet itu, KEK menciptakan multiefek bagi perusahaan, masyarakat, daerah, dan nasional. Teguh menganalisis, eksistensi keberlangsungan usaha KEK akan menyerap tenaga kerja serta bermanfaat bagi keberlangsungan usaha vendor.

“Karena vendor itu men-supply perusahaan KEK. Terpenting lagi KEK mendorong meningkatnya daya beli masyarakat sekitar, karena tadi penyerapan tenaga kerja. Itu berdampak positif pada pertumbuhan rumah makan, kafe, pasar. Meningkatnya konsumsi yang akan berefek lagi bagi pajak daerah, PAD (Pajak Asli Daerah) tumbuh,” kata Teguh.

Secara nasional, KEK berpotensi besar menghasilkan devisa hasil ekspor. KEK juga memantik industrial down streaming yang kemudian secara makro dapat menarik investor dari luar negeri, sehingga KEK mampu menjadi area hilirisasi. Misalnya, hilirisasi dari mineral, di mana fokus perusahaan membangun ekosistem elektronika atau pengembangan ekosistem kendaraan listrik. Seperti diketahui, Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar nikel dunia. Sebagai salah satu komponen utama dalam baterai dan stainless steel (baja khusus), nikel memainkan peranan penting dalam transisi dari energi fosil menjadi energi terbarukan, dan ekonomi Indonesia di masa depan—sejalan dengan fokus utama pembangan ekonomi global.

“Saat ini TaxPrime meng-handle smelter terbesar di dunia yang berlokasi di KEK Gresik. KEK Gresik ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2021, dengan kegiatan utama berupa industri smelter nikel dan baja, elektronik, petrokimia, dan sebagainya. TaxPrime membantu bagaimana pelaku usaha mendapatkan fasilitas fiskal sesuai aturan yang berlaku,” ungkap Teguh.

Menurutnya, KEK Gresik merupakan salah satu contoh pengembangan hilirisasi. Dengan demikian, keberhasilan insentif fiskal untuk menarik investasi juga dapat dibuktikan dari capaian daftar perusahaan yang akan dan sedang mengembangkan KEK.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian Koordinator Perekonomian, KEK mampu menghasilkan capaian investasi sebesar Rp 30,9 triliun atau 27 persen dari kumulatif investasi di tahun 2022. Keberadaan KEK juga menyerap lapangan kerja baru sebesar 27.526 orang atau 49 persen dari kumulatif tenaga kerja. Sampai dengan tahun 2022, total realisasi investasi seluruh KEK senilai Rp 113,2 triliun, jumlah lapangan kerja sebesar 55.678 orang, dan komitmen investasi yang akan dilakukan sebesar Rp 214 triiliun. Capaian tersebut didorong oleh beberapa KEK berbasis industri, seperti KEK Galang Batang; KEK Kendal; KEK Gresik; KEK Sei Mangkei; dan KEK berbasis pariwisata seperti KEK Mandalika, KEK Lido, KEK Tanjung Kelayang, KEK Tanjung Lesung, KEK Singhasari.

Baca Juga  Kanwil DJP Jatim II Hentikan Penyidikan Pidana Pajak PT SMS

“Jadi, insentif fiskal menarik untuk daya saing dari iklim investasi Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lainya, misalnya di ASEAN saja. Kita jadi mempunyai daya saing dari sisi benefit fiskal. Karena jangan lupa, investor itu concern pertama bukan masalah berapa nilai investasinya. Nilai investasi itu mereka sudah sama-sama aware, yang mau mereka dapatkan insentif fiskal. Saya mau investasi di Vietnam, Thailand, atau Malaysia sama. Raw of material atau capital good itu harganya sama. Kalau ada investor dari Amerika Serikat belanja modalnya sama ke negara-negara tadi, yang beda itu belanja fiskalnya,” jelas Teguh.

Berdasarkan pengalamannya, investor high level juga berfokus pada kemudahan mendapatkan fasilitas fiskal tersebut. Teguh mengapresiasi, Pemerintah Indonesia terus bebenah untuk meningkatkan layanan kemudahan fasilitas fiskal melalui sistem terintegrasi berbasis on-line. 

“Contoh, kalau saya investasi sebesar Rp 5 triliun. Saya sudah berhitung cost buat material dan jasanya. Misalnya, cost fiskal (tanpa fasilitas) 2,5 persen + PPN 11 persen + bea masuk 7,5 persen = 21 persen x Rp 5 triliun sama dengan Rp 1 triliun. Ini besar sekali. Maka, fasilitas fiskal mempunyai daya tarik iklim investasi yang penting dan bermanfaat,” tambah Teguh.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *