in ,

Cara Mengajukan Permohonan Restitusi Pajak

restitusi pajak
FOTO : IST

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan telah memitigasi potensi kenaikan restitusi pajak dalam rangka impor di tahun 2022. Upaya ini dilakukan untuk mengotimalisasi realisasi target penerimaan pajak yang diproyeksi mampu tercapai Rp 1.450 triliun hingga Rp 1.485 triliun. Istilah restitusi pajak atau pengembalian pajak tercantum dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 (UU KUP). Apa dan bagaimana syarat mengajukan restitusi pajak? Pajak.com akan mengulasnya secara komprehensif berdasarkan aturan dan situs resmi DJP.

Apa itu restitusi pajak?

Dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 (UU KUP), restitusi pajak adalah permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak kepada negara. Hak itu timbul apabila terdapat kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan atau apabila terdapat kekeliruan pemungutan atau pemotongan yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak. Artinya, DJP akan mengembalikan pajak yang telah dibayar oleh Wajib Pajak. Sebagai informasi, realisasi restitusi pajak sepanjang tahun 2021 mencapai Rp 196,11 triliun.

Baca Juga  Data Pendukung yang Diperlukan saat Ajukan Keberatan Penetapan Tarif Kepabeanan

Namun, restitusi pajak dapat dilakukan atas dua kondisi:

  1. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.  Kondisi ini terjadi bagi Wajib Pajak yang membayar pajak padahal seharusnya tidak terutang pajak.
  2. Pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Kondisi ini terjadi ketika Wajib Pajak membayar pajak lebih besar dari yang semestinya.

Ditulis oleh

Baca Juga  Kriteria Pemotong Pajak yang Wajib Lapor SPT Masa PPh 23/26 dalam Bentuk Dokumen Elektronik 

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *