Cara Hitung PPh 21 Bukan Pegawai Penghasilan Berkesinambungan
Pajak.com, Jakarta – Anda mungkin pernah mendengar istilah Pajak Penghasilan (PPh) 21 bukan pegawai. Istilah ini mengacu kepada PPh yang dipotong oleh pemberi kerja atau pemberi jasa kepada orang pribadi yang tidak memiliki hubungan kerja tetap. Namun, apakah Anda tahu siapa saja yang masuk kategori bukan pegawai? Lalu bagaimana cara hitung PPh 21 bukan pegawai dengan penghasilan berkesinambungan? Pajak.com akan mengulasnya sesuai peraturan perpajakan yang berlaku.
Merujuk Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16 Tahun 2016 (PER-16/2016), penerima penghasilan bukan pegawai dikenakan PPh Pasal 21. Ia adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas, yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun dari pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
Daftar profesi bukan pegawai yang menerima penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi:
1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
3. Olahragawan;
4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
7. Agen iklan;
8. Pengawas atau pengelola proyek;
9. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
10. Petugas penjaja barang dagangan;
11. Petugas dinas luar asuransi; dan/atau
12. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.
Adapun imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun sebagai imbalan sehubungan jasa yang dilakukan.
Imbalan yang dikenakan PPh 21 kepada bukan pegawai dibagi menjadi dua kategori, yakni imbalan kepada bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan dan imbalan kepada bukan pegawai yang bersifat tidak berkesinambungan. Yang dimaksud imbalan secara berkesinambungan adalah imbalan yang diberikan lebih dari satu kali dalam satu tahun.
Berdasarkan PER-16/2016, pemotongan PPh Pasal 21 bagi orang pribadi dalam negeri bukan pegawai atas imbalan yang bersifat berkesinambungan, yang telah memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya, dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif penghasilan kena pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan. Besarnya penghasilan kena pajak adalah sebesar 50 persen dari jumlah penghasilan bruto.
Sementara bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP atau memperoleh penghasilan lainnya selain dari hubungan kerja dengan pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, serta memperoleh penghasilan lainnya, maka PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif 50 persen dari jumlah penghasilan bruto dalam satu tahun.
Selain itu, apabila Wajib Pajak bukan pegawai turut mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya, maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jumlah pembayaran setelah dikurangi dengan bagian gaji dari pegawai yang dipekerjakan tersebut. Kecuali, apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut, maka besarnya penghasilan bruto tersebut adalah sebesar jumlah yang dibayarkan.
Selanjutnya, jika Wajib Pajak bukan pegawai melakukan penyerahan material atau barang, maka besarnya jumlah penghasilan bruto hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan penyerahan material atau barang.
Untuk diingat, tarif PPh 21 bukan pegawai mengikuti tarif progresif PPh untuk Wajib Pajak orang pribadi terbaru di Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yakni 5 persen, 15 persen, 25 persen, 30 persen, dan 35 persen. Dengan demikian, rumus perhitungan PPh Pasal 21 bukan pegawai adalah:
PPh 21 = tarif pajak x 50% x penghasilan bruto
Berikut adalah contoh penghitungan PPh 21 atas komisi yang dibayarkan kepada petugas dinas luar asuransi (bukan sebagai pegawai perusahaan asuransi), menurut PER-16/2016 dan tarif PPh terbaru:
Bambang Handoko adalah petugas dinas luar asuransi dari PT Semangat Life. Bambang hanya memperoleh penghasilan dari kegiatannya sebagai petugas dinas luar asuransi. Selama tahun 2022, Bambang sebagai petugas dinas luar asuransi menerima penghasilan dari PT Semangat Life selama empat kali dalam satu tahun pada bulan Januari, April, Agustus, dan Desember dengan jumlah masing-masing Rp 40 juta.
Maka penghitungan PPh Pasal 21 untuk Bambang adalah:
Penghasilan bruto: 4 x Rp 40.000.000 = Rp 160.000.000
Penghasilan kena pajak: 50% x Rp 160.000.000 = Rp 80.000.000
PPh 21 terutang:
5% x Rp 60.000.000 = Rp 3.000.000
15% x Rp 20.000.000 = Rp 3.000.000
= Rp 6.000.000
Comments