in ,

Apa itu Koreksi Fiskal Positif dan Koreksi Fiskal Negatif?

Apa itu Koreksi Fiskal Positif dan Koreksi Fiskal Negatif?
FOTO: IST

Apa itu Koreksi Fiskal Positif dan Koreksi Fiskal Negatif?

Pajak.com, Jakarta – Wajib Pajak badan diwajibkan membuat laporan keuangan sesuai dengan Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Apabila ada data yang tidak sesuai, maka Wajib Pajak perlu melakukan koreksi fiskal, baik koreksi fiskal positif maupun negatif. Apa itu koreksi fiskal positif dan negatif? Dan, apa perbedaan keduanya? Pajak.com akan menguraikannya untuk Anda.

Apa itu koreksi fiskal?

Koreksi fiskal adalah kegiatan pencatatan, pembetulan, dan penyesuaian yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak. Kendati demikian, sebelum melakukan koreksi fiskal, Wajib Pajak diimbau untuk mengetahui kebijakan fiskal yang berlaku di Indonesia.

Mengapa ada koreksi fiskal?

Secara umum, koreksi fiskal muncul karena adanya perbedaan dalam pengakuan penghasilan dan biaya dalam laporan keuangan akuntansi komersial dengan akuntansi pajak. Dalam penyampaian koreksi fiskal untuk pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berhak menindaklanjuti koreksi tersebut.

Baca Juga  Memahami Praktik “Transfer Pricing” dalam Industri Logistik

Di Indonesia, berlaku dua jenis koreksi fiskal, yaitu koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif.

1. Koreksi fiskal positif biasanya terkait biaya-biaya yang tidak diperbolehkan oleh pajak, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Contoh biaya dimaksud, diantaranya:

  • Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi bagian dari tanggungannya;
  • Dana dan cadangan;
  • Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan;
  • Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan ke pihak yang memiliki hubungan istimewa terkait pekerjaan yang dilakukan; harta yang dihibahkan, sumbangan, atau bantuan;
  • PPh;
  • Gaji yang dibayarkan kepada pemilik;
  • Sanksi administrasi;
  • Selisih penyusutan atau amortisasi komersial diatas penyusutan/amortisasi fiskal; dan
  • Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenakan PPh final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.
Baca Juga  Pentingnya Kelengkapan Dokumentasi dalam Mitigasi Praktik “Transfer Pricing” Industri Logistik

2. Koreksi fiskal negatif akan menyebabkan laba kena pajak berkurang atau akan menjadi pengurangan PPh terutang. Karena pendapatan yang lebih tinggi daripada pendapat fiskal dan biaya komersial yang lebih kecil daripada biaya fiskal. Biasanya, penyebab munculnya koreksi fiskal negatif berasal dari  penghasilan yang dikenakan PPh final dan penghasilan yang tidak termasuk dalam objek pajak, namun termasuk dalam peredaran usaha (PPh Pasal 4 ayat (2); dan selisih penyusutan/amortisasi komersialnya di bawah penyusutan/amortisasi fiskal, dan penyesuaian fiskal negatif lainnya. Berikut contoh jenis koreksi fiskal negatif:

  • Penghasilan transaksi saham;
  • Penghasilan hadian atau undian;
  • Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak;
  • Penghasilan dari bunga deposito dan tabungan; dan
  • Penghasilan transaksi pengalihan harta.
Baca Juga  Pemkot Lhokseumawe dan PLN Optimalkan Pajak atas Tenaga Listrik

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *