in ,

6 Perubahan dan Poin Penting Aspek Kepabeanan Impor-Ekspor Barang Kiriman

Poin Penting Aspek Kepabeanan Impor-Ekspor Barang Kiriman
FOTO: Tiga Dimensi

6 Perubahan dan Poin Penting Aspek Kepabeanan Impor-Ekspor Barang Kiriman

Pajak.com, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023 (PMK 96/2023) tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak Atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman. Tax Compliance and Audit Supervisor TaxPrime Gita Dewangi Putri mengatakan, beleid tersebut memuat enam perubahan dan poin penting terkait aspek kepabeanan dan pajak dalam kegiatan impor-ekspor barang kiriman. Pada sebuah kesempatan, Direktur Teknis Kepabeanan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu, Fadjar Donny Tjahjadi sempat mengatakan salah satu tujuan pemerintah menerbitkan PMK 96/2023, yakni untuk mengurangi impor barang murah yang merugikan pelaku usaha dalam negeri, terutama usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Sejalan dengan itu, Gita pun menyambut baik urgensi pemerintah menerbitkan pengaturan baru guna mengawasi kegiatan impor dan ekspor barang kiriman. Menurutnya, PMK 96/2023 akan memberikan keadilan, kepastian hukum dan kepastian berusaha bagi para pengusaha. Di satu sisi, aturan baru itu juga memastikan adanya peningkatan kecepatan pelayanan, efektivitas pengawasan, optimalisasi penerimaan, serta akurasi data atas impor dan ekspor barang kiriman dari pihak DJBC.

“PMK tersebut memberikan kepastian hukum, menciptakan keadilan dan kepastian dalam berusaha, meningkatkan kecepatan pelayanan, efektivitas pengawasan, optimalisasi penerimaan, serta akurasi data atas impor dan ekspor barang kiriman. Untuk itu PMK sebelumnya, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman perlu diganti,” ujarnya kepada Pajak.com, di Kantor TaxPrime, Menara Kuningan, Jakarta, (24/1).

6 Perubahan dalam PMK 96/2023

Lebih lanjut, Gita memaparkan terdapat enam perubahan dalam PMK 96/2023 yang tidak dimuat dalam aturan sebelumnya, yaitu PMK 199/2019. Pertama, aturan baru mewajibkan adanya skema kemitraan antara Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) dan DJBC. Sebelumnya, kemitraan pengusaha dengan otoritas kepabeanan dan cukai itu hanya bersifat opsional. Sekarang, Kemenkeu menegaskan bahwa PPMSE wajib melakukan kemitraan dengan DJBC.

Baca Juga  AKP2I Sampaikan Aspirasi Perumusan Perubahan Izin Konsultan Pajak

Sebagai informasi, PPMSE adalah pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk perdagangan. PPMSE mencakup 2 jenis, yaitu retail on-line, yakni pedagang yang melakukan perdagangan on-line melalui sarana berupa website atau aplikasi komersial yang dimiliki sendiri. Kemudian, lokapasar alias marketplace, yaitu penyedia sarana untuk melakukan transaksi dalam sistem elektronik berupa website atau aplikasi komersial sebagai wadah bagi pedagang untuk menawarkan barang dan jasanya.

Kedua, kedudukan PPMSE dalam proses bisnis diperlakukan sebagai importir. Dalam aturan sebelumnya, PMK 199/2019, PPMSE hanya sebagai mitra atau pihak ketiga DJBC. Dengan diberlakukannya PPMSE sebagai importir, berarti PPMSE perlu mematuhi ketentuan impor pada umumnya.

Ketiga, Gita menyampaikan bahwa pada PMK 96/2023 terdapat barang kiriman yang diberlakukan ketentuan dan tarif Most Favoured Nation (MFN) dengan jenis barang berupa kosmetik, tas, buku, produk tekstil, alas kaki, barang dari besi atau baja, sepeda dan jam tangan.

Kempat, pemerintah mengubah pengaturan tentang dokumen pengiriman barang alias consignment note (CN) pada PMK 96/2023. Ada empat aspek yang diatur, yaitu CN atas barang kiriman yang disampaikan kepada Pejabat Bea dan Cukai merupakan pemberitahuan pabean impor, memiliki elemen data, mengatur pembetulan atas kesalahan data, dan mengatur pembatalan CN.

Kelima, sistem pemberitahuan pabean dan penetapan tarif atau nilai pabean barang hasil perdagangan dilakukan dengan cara self-assessment. Itu memungkinkan adanya sanksi bagi importir apabila salah memberitahukan barang kiriman.

Keenam, pemerintah turut mengatur ketentuan ekspor barang kiriman pada PMK 96/2023. Gita menjelaskan hal itu bertujuan untuk mendorong ekspor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) seiring dengan meningkatnya perdagangan lintas negara melalui e-commerce.

6 Poin Penting dalam PMK 96/2023

Berikutnya, seperti yang telah diutarakan, Gita menyebutkan ada enam poin penting aspek kepabeanan impor-ekspor barang kiriman dalam PMK 96/2023. Pertama, beleid itu mengatur ruang lingkup dan tanggung jawab pengusaha dalam melakukan kegiatan impor ataupun ekspor barang kiriman. Menurut Gita, regulasi yang sekarang sudah lebih komprehensif, karena banyak mengatur detail teknis yang dibutuhkan penyelenggara untuk melaksanakan kegiatan impor-ekspor saat melaksanakan perdagangan melalui sistem elektronik. Secara rinci, ruang lingkup dan tanggung jawab tertuang dalam Bab II Bagian Kesatu PMK 96/2023.

Baca Juga  DJP: Skema TER Bantu Karyawan Mitigasi Potensi Bayar Pajak Terlalu Besar di Desember

Kedua, PMK 96/2023 mengatur mekanisme menjadi Penyelenggara Pos Yang Ditunjuk (PPYD). PPYD merupakan Penyelenggara Pos yang ditugaskan oleh pemerintah untuk memberikan layanan internasional sebagaimana diatur dalam Perhimpunan Pos Dunia (Universal Postal Union).

Ketiga, PMK 96/2023 mengatur mekanisme menjadi Perusahaan Jasa Titipan (PJT). PJT adalah Penyelenggara Pos yang memperoleh izin usaha dari instansi terkait untuk melaksanakan layanan surat, dokumen, dan paket sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pos. Adapun penyelenggara pos terdiri dari 2 jenis, yaitu PPYD dan PJT. Dua Penyelenggara Pos tersebut bertugas melakukan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean atas impor dan ekspor barang kiriman.

Keempat, Gita menyampaikan PMK 96/2023 memuat evaluasi persetujuan untuk melakukan kegiatan kepabeanan bagi penyelenggara pos. Dia menerangkan Kepala Kantor Pabean akan melakukan evaluasi atas pemberian persetujuan untuk melakukan kegiatan kepabeanan bagi Penyelenggara Pos paling sedikit 1 kali dalam jangka waktu satu tahun kalender. Kegiatan evaluasi dilakukan terhadap pemenuhan persyaratan serta jumlah jaminan saat PPYD dan PJT melaksanakan kegiatan impor ataupun ekspor barang kiriman.

“Hasil evaluasi disampaikan kepada Direktur Jenderal paling lambat setiap tanggal 15 bulan Januari,” sebut Gita.

Kelima, PMK 96/2023 mengatur mengenai peringatan, pembekuan, dan pencabutan atas persetujuan untuk melakukan kegiatan kepabeanan. Sebagai contoh, Otoritas Kepabeanan dan Cukai berwenang melakukan evaluasi dan memberikan peringatan, salah satunya berupa pembekuan kegiatan kepabeanan, kepada pengusaha PJT dan PPYD; apabila penyelenggara pengiriman tersebut melakukan pelanggaran berdasarkan hasil evaluasi.

Baca Juga  Kanwil DJP Sumut I Ingatkan Wajib Pajak Badan Lapor SPT Sebelum 30 April

Keenam, adanya kewajiban bermitra antara PPMSE dan DJBC. Kemitraan akan memudahkan DJBC melakukan pelayanan dan pengawasan, serta mengumpulkan data mengenai barang kiriman yang masuk ataupun keluar dari wilayah Indonesia. Gita menjelaskan PPMSE yang wajib bermitra dengan DJBC hanya yang melakukan transaksi impor barang kiriman lebih dari 1.000 kiriman dalam satu tahun kalender. Apabila kurang dari 1.000 kiriman, pengusaha retail on-line dan marketplace tidak perlu bermitra dengan DJBC, lantaran dikecualikan dari kewajiban kemitraan.

“Kalau sekarang, PPMSE ini wajib melakukan kemitraan dengan DJBC. Namun dikecualikan dari kewajiban kemitraan terhadap PPMSE yang melakukan transaksi impor barang kiriman dengan jumlah tidak lebih dari 1.000 kiriman dalam satu tahun kalender. Itu tidak wajib melakukan kemitraan dengan DJBC ya,” kata Gita.

Seluruh perubahan aspek kepabeanan dan pajak dalam rangka impor dan ekspor barang kiriman dalam PMK 96/2023 ini mulai berlaku efektif pada 17 Oktober 2023. Dia menerangkan PMK 96/2023 diterbitkan pada 15 September 2023, dan seharusnya beleid itu berlaku 60 hari setelah diundangkan. Namun pemerintah menyatakan aturan terbaru ini mulai berlaku 17 Oktober 2023 sesuai Pasal 76 dan menuangkan pemberitahuan tersebut dalam PMK 111/2023.

“Pada 16 Oktober 2023 telah diterbitkan PMK 111/2023 yang menyebutkan bahwa Ketentuan Pasal 76 pada PMK 96/2023 diubah, sehingga Pasal 76 berbunyi ‘Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 17 Oktober 2023’. Jadi, 17 Oktober 2023 merupakan tanggal efektif berlakunya PMK 96/2023,” tutup Gita.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *