Pajak.com, Jakarta – Indonesia resmi mengimplementasikan perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) mulai 2 Januari 2023. Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Bea dan Cukai (DJBC) Nirwala Dwi Heryanto memastikan, RCEP akan membuat prosedur kepabeanan semakin efisien.
Sekilas mengulas, RCEP merupakan perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA) yang melibatkan 10 negara anggota Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) serta 5 negara mitranya, meliputi Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Beberapa negara juga sudah mengimplementasikan RCEP, kecuali Myanmar dan Filipina yang masih dalam proses persiapan.
Berdasarkan data kementerian perdagangan, berkat implementasi RCEP, rata-rata penghapusan tarif perdagangan sekitar 92 persen dari barang yang diperdagangkan di antara para pihak RCEP. Kemudian, membuka akses pasar preferensial tambahan untuk produk tertentu, termasuk bahan bakar mineral, plastik, produk kimia lainnya, aneka olahan makanan dan minuman di pasar tertentu.
Tak kalah penting juga, RCEP membuat prosedur kepabeanan dapat disederhanakan, sehingga memungkinkan administrasi prosedur yang efisien dan pengeluaran barang yang cepat, misalnya pelepasan kiriman atas barang yang mudah rusak dalam waktu 6 jam setelah kedatangan.
“RCEP bertujuan mencapai integrasi ekonomi regional yang lebih luas, menurunkan tarif perdagangan, sekaligus mempromosikan investasi untuk membantu negara berkembang mengejar ketertinggalannya. RCEP dapat memperluas konektivitas ekonomi Indonesia dengan negara mitra di kawasan, membuka peluang dan menyediakan akses bisnis, penyederhanaan prosedur kepabeanan yang lebih efisien, dan rules of origin yang disederhanakan,” jelas Nirwala dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com, (13/1).
Ia menjelaskan, meski RCEP merupakan FTA dalam skala besar, perjanjian ini tidak mengeliminasi perjanjian lainnya yang sudah ada. Artinya, FTA lainnya yang telah berjalan di antara negara peserta akan tetap berlaku beriringan dengan RCEP.
“Dengan ketentuan RCEP, pelaku usaha diperbolehkan untuk memilih FTA mana yang akan digunakan berdasarkan berbagai pertimbangan masing-masing, seperti tarif dan Rules Of Origin (ROO) yang berlaku. Dengan begitu, perdagangan internasional menjadi salah satu langkah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dalam hal ini, upaya kerja sama pun dilakukan agar perdagangan internasional lebih bebas dan mudah,” ujar Nirwala.
Ia menuturkan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah menyusun aturan terkait tarif preferensi dan aturan tata laksana pengenaan bea masuk. Hal itu juga diikuti dengan penyesuaian database Harmonized System (HS), CEISA Bea Cukai, dan Lembaga National Single Window (LNSW).
Sementara, ketentuan yang mengatur tata laksana pengenaan bea masuk tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 209 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional.
“Bagi masyarakat, khususnya para pelaku usaha, kami harap dapat memahami ketentuan yang berlaku. Namun, jika masih ada hal yang kurang jelas terkait ketentuan ini, dapat langsung menghubungi contact center Bravo Bea Cukai di 1500225 dan surel [email protected], atau melalui media sosial Twitter @BeaCukaiRI, Twitter @BravoBeaCukai, atau Instagram @BeaCukaiRI,” tambah Nirwala.
Sejatinya, implementasi RCEP seirama dengan program Pemerintah Indonesia dalam upaya peningkatan kegiatan ekspor dan impor di tahun 2023. Kemenkeu mencatat, ekspor Indonesia terus melanjutkan kinerja positif pada November 2022 dengan nilai ekspor mencapai 24,12 miliar dollar AS atau tumbuh 5,58 persen dibandingkan periode yang lalu. Sementara, kinerja impor mencapai 18,96 miliar dollar AS.
Dengan perkembangan ekspor dan impor itu, neraca perdagangan November 2022 mencatat surplus sebesar 5,16 miliar dollar AS dan melanjutkan tren surplus selama 31 bulan berturut-turut. Secara kumulatif, total surplus neraca perdagangan periode Januari-November 2022 mencapai 50,59 miliar dollar AS, lebih tinggi dari surplus periode yang sama 2021 yang sebesar 34,3 miliar dollar AS.
Dari sisi penerimaan, kegiatan ekspor dan impor berimplikasi pada kinerja bea masuk yang tercatat senilai Rp 51,1 triliun atau menembus 120,6 persen dari target sepanjang tahun 2022. Hal ini dipengaruhi tren kinerja impor nasional yang terus meningkat sebagai dampak meningkatnya permintaan dalam negeri.
Sementara itu, penerimaan dari bea keluar tercatat Rp 39,8 triliun atau mencapai 108,5 persen dari target. Kinerja ini dipengaruhi peningkatan volume ekspor dan harga komoditi, terutama produk kelapa sawit serta mineral dan batu bara (minerba).
Realisasi bea masuk dan bea keluar mendorong terlampauinya target penerimaan bea cukai, yakni sebesar Rp 317,8 triliun sepanjang tahun 2022 atau sekitar 106,3 persen dari target yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022.
Comments