Ketentuan Pengajuan Keberatan Pemeriksaan Pajak
Pajak.com, Jakarta – Di akhir tahun 2022 lalu, Perkumpulan Pengacara dan Praktisi Hukum Pajak Indonesia (P3HPI) mengusulkan agar pemerintah membentuk lembaga keberatan pajak independen. Pembentukan ini demi meningkatkan kepastian hukum dalam pemenuhan hak Wajib Pajak. Seperti diketahui, keberatan merupakan salah satu proses yang dapat ditempuh Wajib Pajak dalam menghadapi pemeriksaan atau sengketa pajak. Lantas, bagaimana ketentuan pengajuan keberatan itu? Pajak.com akan mengulas ketentuan pengajuan keberatan pemeriksaan pajak berdasarkan regulasi yang berlaku.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), terdapat sejumlah pasal yang mengatur hak dan kewajiban Wajib Pajak. Adapun salah satu hak Wajib Pajak adalah pengajuan keberatan.
Dalam UU KUP dan aturan turunannya, tidak ada penyebutan secara eksplisit mengenai definisi keberatan. Namun, sesuai Pasal 25 ayat (1) UU KUP, secara sederhana, keberatan dapat diartikan sebagai upaya yang dapat ditempuh Wajib Pajak yang kurang atau tidak puas, dan/atau tidak sependapat dengan hasil pemeriksaan pajak. Hasil pemeriksaan pajak itu tertuang dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP) maupun atas pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga.
Sesuai Pasal 25 ayat (1) UU KUP, ketentuan pengajuan keberatan hanya dapat diajukan kepada dirjen pajak atas:
– Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
Sesuai Pasal 1 UU KUP, SKPKB adalah SKP yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
– Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
SKPKBT merupakan SKP yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Timbulnya ketetapan ini biasanya dikarenakan adanya data baru yang belum terungkap pada saat pemeriksaan sebelumnya pada tahun pajak yang bersangkutan.
– Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
SKPLB adalah SKP yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. Timbulnya pajak lebih bayar ini disebabkan karena kredit pajak yang lebih besar daripada pajak yang seharusnya dibayar.
– Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).
SKPLN adalah SKP yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Perlu diketahui, sesuai Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 202/PMK,03/2015 tentang Perubahan atas PMK No. 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan (PMK 202/2015), Wajib Pajak hanya dapat mengajukan keberatan terhadap materi atau isi dari surat ketetapan pajak.
Materi dan isi yang dimaksud, meliputi jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau terhadap materi atau isi dari pemotongan atau pemungutan pajak.
Kemudian, ditegaskan pula dalam Pasal 2 ayat (4) PMK 202/2015, bila terdapat alasan keberatan selain mengenai materi atau isi dari surat ketetapan pajak atau pemotongan atau pemungutan pajak, alasan itu tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan.
– Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
– Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan.
Satu keberatan diajukan hanya untuk 1 SKP, 1 pemotongan pajak, atau 1 pemungutan pajak.
– Wajib Pajak harus melunasi pajak yang masih harus dibayar, paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi. Proses ini dilakukan sebelum surat keberatan disampaikan.
– Surat keberatan diajukan dalam jangka waktu tiga bulan, sejak tanggal SKP dikirim, atau pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa dalam jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak.
– Surat keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak. Dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, maka harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) UU KUP.
Bagaimana alur penyelesaian keberatan?
- Perlu dipahami, dalam proses penyelesaian keberatan, dirjen pajak berwenang untuk meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk hardcopy dan/atau softcopy kepada Wajib Pajak terkait dengan materi yang disengketakan melalui penyampaian surat permintaan peminjaman buku, catatan, data dan informasi.
- Dirjen pajak dapat meminta Wajib Pajak untuk memberikan keterangan terkait dengan materi yang disengketakan melalui penyampaian surat permintaan keterangan.
- Meminta keterangan atau bukti terkait dengan materi yang disengketakan kepada pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak melalui penyampaian surat permintaan data dan keterangan kepada pihak ketiga.
- Meninjau tempat Wajib Pajak, termasuk tempat lain yang diperlukan.
- Melakukan pembahasan dan klarifikasi atas hal-hal yang diperlukan dengan memanggil Wajib Pajak melalui penyampaian surat panggilan.
- Surat panggilan dikirimkan paling lama 10 hari kerja sebelum tanggal pembahasan dan klarifikasi atas sengketa perpajakan.
- Pembahasan dan klarifikasi dituangkan dalam berita acara pembahasan dan klarifikasi sengketa perpajakan.
- Melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka keberatan untuk mendapatkan data dan/atau informasi yang objektif yang dapat dijadikan dasar dalam mempertimbangkan keputusan keberatan.
- Wajib Pajak harus memenuhi peminjaman dan/atau permintaan paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal surat permintaan peminjaman dan/atau surat permintaan keterangan dikirim.
- Apabila sampai dengan jangka waktu 15 hari kerja setelah tanggal surat permintaan peminjaman dan/atau surat permintaan keterangan dikirim berakhir dan Wajib Pajak tidak meminjamkan sebagian atau seluruh buku, catatan, data dan informasi dan/atau tidak memberikan keterangan yang diminta, maka dirjen pajak berwenang menyampaikan surat permintaan peminjaman yang kedua dan/atau surat permintaan keterangan yang kedua.
- Wajib Pajak harus memenuhi peminjaman dan/atau permintaan yang kedua paling lama 10 hari kerja setelah tanggal surat peminjaman dan/atau permintaan yang kedua dikirim.
Berapa lama jangka waktu penyelesaian keberatan?
- Dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, dirjen pajak harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan.
- Jangka waktu itu dihitung sejak tanggal surat keberatan diterima sampai dengan tanggal surat keputusan keberatan diterbitkan.
- Wajib Pajak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan pajak atas surat yang diterbitkan dirjen pajak, yang menyatakan bahwa keberatan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan. Jangka waktu proses ini adalah 12 bulan tertangguh, terhitung sejak tanggal dikirim surat dari dirjen pajak itu kepada Wajib Pajak sampai dengan putusan gugatan pengadilan pajak diterima oleh dirjen pajak.
- Apabila jangka waktu itu telah terlampaui dan dirjen pajak tidak memberi keputusan atas keberatan, maka keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak dianggap dikabulkan. Kemudian, dirjen pajak akan menerbitkan surat keputusan keberatan sesuai dengan pengajuan keberatan Wajib Pajak. Adapun jangka waktu penerbitan surat ini paling lama satu bulan.
Comments