in ,

Usulan Kebijakan Utama Anti Pencucian Uang di Indonesia

Usulan Kebijakan Utama Anti Pencucian Uang
FOTO: IST

Usulan Kebijakan Utama Anti Pencucian Uang di Indonesia

Pajak.com, Bali – Indonesia’s B20 Integrity and Compliance Task Force yang memantau isu-isu lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG), merekomendasikan lima usulan kebijakan utama anti pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia. Pertama, mengidentifikasi apa yang harus diperhatikan ketika negara memperbarui penilaian risiko pencucian uang/pendanaan terorisme (ML/TF) nasional, sektoral, dan kelembagaan mereka.

Kedua, menentukan bagaimana bisnis mendapatkan dukungan untuk menerapkan dan mematuhi peraturan ML/TF secara efektif. Ketiga, mempromosikan kolaborasi antara sektor publik dan swasta. Keempat, mendorong penyebaran informasi publik-swasta dan swasta-swasta. Kelima, mempromosikan pengadopsian solusi teknologi yang inovatif.

Chair of the B20 Integrity and Compliance Task Force Haryanto T. Budiman mengatakan, sejatinya beberapa rekomendasi kebijakan telah diperkenalkan secara resmi kepada perwakilan dan publik G20 pada dialog B20/G20, 18 Agustus lalu. Yang pertama adalah tentang promosi tata kelola yang berkelanjutan dalam bisnis untuk mendukung inisiatif ESG.

Rekomendasi usulan kebijakan utama anti pencucian uang yang kedua adalah mendorong tindakan kolektif untuk mengurangi risiko integritas. Dan rekomendasi kebijakan ketiga adalah tentang dukungan terhadap gerakan pencegahan untuk memerangi risiko pencucian uang/pendanaan teroris.

“Dan inilah topik utama pada diskusi hari ini. Sedangkan rekomendasi kebijakan keempat adalah penguatan tata kelola untuk memitigasi risiko kejahatan dunia maya yang semakin meluas,” kata Haryanto dalam Konferensi Integrity and Compliance Task Force B20: Fostering Agility to Combat Money Laundering and Economic Crimes, dikutip Pajak.com, Jumat (30/9).

Karena itu, pihaknya melihat ada kebutuhan nyata untuk menyesuaikan dan meningkatkan kerangka kerja integritas berdasarkan lanskap risiko pencucian uang yang berubah, disebabkan oleh digitalisasi dan cara kerja baru. Hal ini, lanjutnya, bersamaan dengan peningkatan tata kelola dan kerja kolaboratif untuk mempromosikan efektivitas langkah-langkah penanggulangan baru.

Baca Juga  8 Poin Penting dalam Proses Pengajuan Izin Usaha

Menurutnya, B20 Integrity and Compliance Task Force menyadari tantangan ini dan menempatkan masalah khusus ini di bawah tindakan kebijakan pertama dari rekomendasi kebijakan ketiga.

“Kita perlu fokus pada identifikasi faktor risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme dengan meningkatkan kemampuan dan efisiensi identifikasi risiko ini,” imbuhnya.

Ia mengingatkan bahwa upaya itu mesti dilakukan secara efektif, dengan menggunakan pendekatan berbasis risiko yang relevan dan spesifik untuk setiap industri dan konteks kelembagaan.

“Oleh karena itu, penilaian risiko pendanaan terorisme pencucian uang nasional, sektoral dan institusional perlu dimutakhirkan dengan mempertimbangkan perubahan aspek sosial ekonomi, teknologi, dan perilaku,” ujarnya.

Di kesempatan yang sama, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani menyampaikan, Kementerian Keuangan sebagai anggota Komite Anti-Money Laundering/Combating the Financing of Terrorism (AML CFT) terus meningkatkan kualitas pencegahan pencucian uang atau yang terkait dengan pembiayaan ilegal. Selain itu, pihaknya juga mendukung upaya sektor keuangan dalam membangun kredibilitas dan integritas pengelolaan perbendaharaan negara.

Sri Mulyani mengungkapkan, Kementerian Keuangan dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) pada tahun lalu telah menandatangani nota kesepahaman pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Nota kesepahaman ini tentunya bertujuan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan ekonomi, juga tanda dukungan penuh pemerintah terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT).

“Nota kesepahaman ini juga menjadi pedoman dalam melaksanakan kerja sama antara Kementerian Keuangan dengan PPATK. Ruang lingkup nota kesepahaman kami juga mencakup pertukaran data dan informasi,” ucap Sri Mulyani.

Di sisi lain, ia juga menyebut kalau Indonesia telah membentuk PPATK sejak 2002 silam sebagai unit intelijen keuangan independen negara yang didirikan untuk memerangi kejahatan keuangan seperti TPPU dan TPPT.

Baca Juga  Jelajah Hemat Jakarta: Libur Lebaran nan Ramah di Kantong

“Unit ini juga memiliki peran penting dalam proses Indonesia menjadi anggota penuh Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF). Misi yang dilakukan oleh PPATK sejalan dengan arahan Presiden Republik Indonesia pada peringatan dua dekade Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU/PPT) di Indonesia,” ucapnya.

Direktur Strategi dan Kerjasama Internasional PPATK Tuti Wahyuningsih menambahkan, pihaknya percaya rekomendasi tersebut mampu membangun langkah-langkah tepat dalam menanggulangi serta memerangi pencucian uang dan kejahatan ekonomi.

Pasalnya, hal itu merupakan bagian dari gugus tugas B20 yang memiliki kepentingan strategis dalam meningkatkan kewaspadaan dan juga pencegahan guna memerangi risiko pencucian uang/pendanaan terorisme.

“Dengan mengikuti rekomendasi tersebut, akan sangat berarti bagi Indonesia untuk dapat menjadi anggota tetap dari FATF, terutama dalam mendorong kerja sama antara lembaga pemerintah dan pelapor dalam Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU/PPT),” jelas Tuti.

Ia berkomitmen, PPATK terus berupaya menjalankan peranannya sebagai bagian dari sistem APU/PPT di Indonesia secara maksimal, dengan adanya pengembangan berbagai langkah strategis dari PPATK dalam mendorong pengembangan upaya memerangi pencucian uang dan kejahatan ekonomi.

Pertama, PPATK telah meluncurkan Penilaian Risiko Nasional Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme/Pendanaan Proliferasi pada tahun 2021.

“Penilaian Risiko Nasional ini merupakan upaya untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi berbagai risiko pencucian uang, pendanaan terorisme, dan proliferasi (penyebarluasan) senjata pemusnah massal dalam ruang lingkup risiko domestik dan mancanegara,” tuturnya.

Kedua, PPATK telah melaksanakan aksi kolektif terkait integritas keuangan dengan menginisiasi pembentukan Kerjasama Pemerintah-Swasta atau dikenal sebagai Public-Private Partnership (PPP).

Tujuan dari pembentukan PPP pada APU/PPT di Indonesia, kata Tuti, adalah untuk membangun wadah diskusi antara pemerintah dan pihak swasta untuk dapat lebih efektif dan efisien dalam menangani pencucian uang dan pemulihan aset.

“Dan yang tak kalah pentingnya, PPATK telah mendorong langkah-langkah yang lebih kuat dalam memerangi risiko pencucian uang/pendanaan terorisme dengan menggunakan sistem teknologi informasi terkini, antara lain GoAML, SIPENDAR, SIPESAT, dan SEJATI,” tandas Tuti.

Baca Juga  Jokowi Resmikan Bandara Panua Pohuwato di Gorontalo

Managing Director International The Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW) Mark Billington mengatakan, tingkat risiko, korupsi, dan pencucian uang memang masih menjadi isu utama dalam diskusi seputar ESG.

Mark mengemukakan, ICAEW melihat bahwa Presidensi G20 Indonesia di tahun ini adalah momentum bagi pemerintah untuk mewujudkan tindakan nyata terhadap kejahatan ekonomi, terutama pencucian uang.

Sementara negara-negara berada dalam fase pemulihan pascapandemi, lanjutnya, mereka akan menghadapi tantangan ekonomi dan teknologi baru yang berisiko untuk menimbulkan tindak kejahatan, sehingga penting bagi pemerintah dan sektor swasta untuk bekerja sama melakukan tindakan pencegahan yang kuat terhadap kejahatan ekonomi.

“Kami telah berupaya keras memberikan panduan dan sumber daya kepada anggota kami dan negara-negara di seluruh dunia, serta pengawasan antipencucian uang yang kuat melalui pendekatan berbasis risiko, dan kami akan terus melakukannya,” kata Mark.

Ia menerangkan, ICAEW adalah anggota utama dari Task Force B20 yang berkomitmen penuh untuk fokus terhadap topik ini, dengan memperkenalkan rekomendasi kebijakan utama dan mendukung perjalanan Indonesia untuk bergabung ke dalam Financial Action Task Force (FATF)—sebagai platform tepat untuk mengembangkan sistem keuangan dalam melawan kejahatan ekonomi.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *