in ,

OJK Segera Temui Pemda, Bahas Kebijakan Ekonomi Hijau

Menurutnya, hal itu juga dilakukan lantaran beberapa produk asal Indonesia sering kali dipermasalahkan pihak global karena tidak sesuai dengan taksonomi hijau. OJK mengkhawatirkan, jika taksonomi hijau tidak ditetapkan, maka Indonesia tidak mendapatkan tempat di mata global.

“Kita khawatir kalau tidak menyiapkan ini kita tidak kompetitif dan di mana-mana tidak mendapatkan tempat yang baik. Kita tahu beberapa produk dipermasalahkan beberapa negara karena tidak comply dengan taksonomi hijau,” kata Wimboh.

Ia juga menyebutkan, kebutuhan pembiayaan pengembangan ekonomi hijau di Indonesia mencapai 479 miliar dollar AS atau setara Rp 745 triliun hingga 2030. Beberapa upaya yang akan dilakukan Indonesia, antara lain mendukung roadmap net zero emission 2021—2060 yang berfokus pada pengembangan energi baru terbarukan (EBT) yang masif dan pelepasan (retirement) pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) secara berkala.

Baca Juga  Airlangga Ungkap Dampak Eskalasi Konflik Iran - Israel bagi Perekonomian Nasional

“Komitmen ini bukan tanpa biaya, melainkan luar biasa. Nah, dari mana kita biayai ini, karena itu kita harus kolaborasi dengan internasional dan private sector. Diantaranya bagaimana kita harus mengubah dari energi fuel menjadi energi baru dan terbarukan, mengurangi efek rumah kaca dengan sedikit menggunakan lampu dan tidak menebang hutan. APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara) tidak cukup untuk mendanai seluruh pembiayaan pengembangan ekonomi hijau di Indonesia. Karena itu, pemerintah pusat terus menggandeng seluruh pihak untuk bersama-sama melakukan pengembangan ekonomi hijau,” jelas Wimboh.

Ditulis oleh

Baca Juga  Jokowi: Saham Freeport Naik 61 Persen, 80 Persen Pendapatannya Masuk ke Negara

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *