Menimang Baik-Buruk Pinjol “Student Loan” untuk Mahasiswa
Pajak.com, Jakarta – Topik tentang pinjaman dana pendidikan atau student loan kembali mengemuka ketika mahasiswa yang memilih dana pendidikan melalui pinjaman online (pinjol) sebagai salah satu cara membayar uang kuliah tunggal (UKT). Skema pinjol ini menuai pro dan kontra, karena dianggap memberatkan mahasiswa dengan bunga yang tinggi dan berpotensi menjerat mereka dalam lilitan utang. Lalu, apa sejatinya student loan, bagaimana perkembangannya di Indonesia, serta bagaimana cara memilih platform kredit pendidikan yang aman untuk berkuliah? Pajak.com akan mengulas baik-buruk pinjol student loan untuk mahasiswa.
Pendidikan tinggi merupakan investasi masa depan yang berharga, tetapi membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Bagi sebagian mahasiswa, terutama yang berasal dari keluarga kurang mampu, membiayai kuliah menjadi tantangan tersendiri.
Untuk mengatasi masalah ini, banyak mahasiswa yang mencari alternatif pembiayaan pendidikan, salah satunya melalui pinjaman dana pendidikan atau student loan untuk mahasiswa. Dikutip dari Investopedia, student loan merupakan pinjaman yang diberikan untuk membiayai pendidikan tinggi atau biaya-biaya yang terkait dengan proses mengejar gelar akademik.
Dalam pelaksanaannya, student loan bertujuan untuk menutupi biaya kuliah, buku, perlengkapan, hingga biaya hidup selama penerima pinjaman berkuliah. Sistem pendidikan di Amerika Serikat (AS) mengatur bahwa pembayaran pinjaman biasanya ditunda selama mahasiswa masih berkuliah dan, tergantung pada pemberi pinjaman, terkadang ditunda lagi selama enam bulan setelah lulus untuk memberikan kesempatan mahasiswa mendapatkan pekerjaan.
Masa penundaan ini juga disebut sebagai masa tenggang. Harapannya, mahasiswa dapat mulai menyicil dan melunasi dana pendidikan ketika telah memiliki penghasilan sehingga tidak memberatkan ekonomi rumah tangga di AS. Sayangnya, sistem ini tidak berjalan mulus karena melonjaknya tunggakan pembayaran kredit pendidikan ini sampai membebani perekonomian AS.
Student loan dapat diperoleh dari pemerintah atau dari sumber pinjaman sektor swasta. Pinjaman pemerintah sering menawarkan bunga yang lebih rendah, dan beberapa juga menawarkan bunga bersubsidi. Sedangkan pinjaman sektor swasta umumnya mengikuti proses pemberian pinjaman yang lebih tradisional untuk aplikasi, dengan tingkat bunga yang biasanya lebih tinggi daripada pinjaman pemerintah.
Student loan di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup dinamis sejak pertama kali diperkenalkan oleh pemerintah pada tahun 1982. Masa itu, pemerintah mengenalkan program Kredit Mahasiswa Indonesia (KMI) untuk mendorong mahasiswa lebih cepat lulus dari perguruan tinggi negeri. KMI adalah pinjaman pendidikan yang disubsidi oleh pemerintah dan disalurkan melalui Bank Negara Indonesia (BNI) 1946.
Kala itu, KMI hanya diberikan kepada mahasiswa yang sudah memasuki tahap akhir kuliah dan membutuhkan biaya untuk menyelesaikan tugas akhir atau skripsi. KMI bertujuan untuk membantu mahasiswa berhenti bekerja sementara dan fokus menyelesaikan studinya dalam waktu sesingkat mungkin.
Kredit pendidikan ini muncul sebagai respons terhadap fenomena mahasiswa yang memanfaatkan biaya kuliah minimum bagi mahasiswa periode skripsi dan lebih memilih bekerja daripada menyelesaikan studinya. KMI juga didanai dari laba tidak terduga akibat tingginya harga minyak saat itu.
Namun, KMI tidak berlangsung lama dan dihentikan pada tahun 1986 karena dianggap tidak efektif dan menimbulkan masalah dalam penagihan dan pengembalian pinjaman. Seiring semakin masifnya era digitalisasi dan mulai menjamurnya perusahaan financial technology (fintech), Presiden Joko Widodo pada tahun 2018 mengusulkan agar perbankan membuat kredit pendidikan mahasiswa, sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.
Beberapa bank yang merespons usulan ini adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, dan Bank Tabungan Negara (BTN), yang menyediakan kredit pendidikan dengan berbagai syarat dan ketentuan. Namun, usulan ini juga menuai kekhawatiran dari Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi saat itu, M Nasir, yang khawatir bahwa student loan akan menimbulkan masalah gagal bayar dan berdampak negatif pada perekonomian Indonesia, seperti yang terjadi di AS.
Selain bank, ada juga startup dan fintech yang menawarkan student loan, salah satunya DANAdidik. Startup binaan Kemenristek/BRIN ini menyediakan pinjaman dana untuk kuliah, pelatihan, dan sertifikasi, dengan menggandeng berbagai mitra pendidikan.
DANAdidik mengklaim bahwa mereka memberikan pinjaman dengan biaya dan suku bunga yang terjangkau, serta memberikan bimbingan dan mentoring kepada penerima pinjaman. Pada Maret 2022, DANAdidik telah mendanai penuh pendidikan sekitar 750 siswa di berbagai jenjang dan bidang.
Namun, kini DANAdidik tidak lagi menyalurkan dana, dan juga tidak lagi terdaftar di OJK, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang kelangsungan dan kredibilitas fintech ini. Opsi lainnya adalah Danacita, yang juga ramai diperbincangkan publik belakangan ini.
Dalam siaran pers yang diterima Pajak.com, Danacita mengklaim telah berperan sebagai salah satu solusi alternatif pembayaran biaya pendidikan, yang dilakukan melalui kesepakatan kerja sama dengan lembaga pendidikan, salah satunya Institut Teknologi Bandung (ITB).
Direktur Utama Danacita Alfonsus Wibowo memastikan, Danacita sebagai Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) yang memiliki izin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan penyaluran dana pendidikan langsung secara penuh kepada rekening institusi perguruan tinggi, bukan ke rekening perorangan dari pelajar dan/atau wali demi menjamin penggunaan dana hanya untuk kebutuhan pendidikan.
“Danacita menerapkan praktik responsible lending dengan memastikan bahwa setiap pendanaan disesuaikan dengan kemampuan penerima dana, mengutamakan kesejahteraan keuangan penerima dana, yaitu pelajar dan/atau wali, dalam jangka panjang. Kami juga mengikuti pedoman perilaku dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk LPBBTI,” jelas Alfonsus.
Andrisyah Tauladan, Director of Corporate Communication AFPI, menyatakan bahwa istilah pinjol yang terkait dengan student loan dari fintech lending memberikan kesan buruk bagi pendanaan pendidikan ini. Pasalnya, masyarakat Indonesia masih trauma terhadap keberadaan pinjol yang sering menetapkan bunga dan denda yang tinggi, tenor yang tidak masuk akal, dan teror yang mengganggu.
Andrisyah juga menjelaskan bahwa platform fintech lending tidak dapat mengakses data pribadi nasabah atau penerima dana. Fintech lending menggunakan metode-metode inovatif yang telah mendapat persetujuan dari regulator untuk melakukan risk profiling dan mitigasi risiko.
Danacita, misalnya, selalu mengedepankan proses analisa dan verifikasi yang mendalam untuk menilai kesanggupan penerima dana dalam melunasi pendanaan yang diberikan. Penerima dana yang masih berusia kurang dari 21 tahun atau belum memiliki penghasilan yang cukup, wajib melakukan pengajuan kepada Danacita bersama dengan orang tua atau wali.
Selain itu, seluruh biaya yang timbul dari setiap pengajuan biaya pendidikan dapat diakses dan dilihat secara transparan oleh calon penerima dana. Adapun keseluruhan biaya yang diterapkan oleh Danacita berkisar 0,07 persen per hari, atau di bawah batas maksimum yang ditetapkan oleh OJK sebesar 0,1 persen per hari.
Menilik dari hal tersebut, setidaknya ada beberapa hal yang perlu Anda perhatikan sebelum memilih platform dana pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, sebagai berikut:
1. Pastikan bahwa penyedia dana pendidikan telah terdaftar di OJK dan memiliki reputasi serta track record yang baik.
2. Perhatikan semua informasi yang disampaikan oleh fintech lending, seperti jumlah pinjaman, bunga, biaya, tenor, syarat, hingga ketentuannya secara saksama. Informasi tersebut harus jelas dan detail, serta tidak menimbulkan kesalahpahaman atau kecurigaan.
3. Sesuaikan pendanaan pendidikan yang ditawarkan dengan jumlah dana yang tersedia dan kemampuan untuk membayar cicilan. Jangan tergiur dengan pinjaman yang besar atau bunga yang rendah, tetapi pertimbangkan juga risiko gagal bayar, denda, atau penipuan.
4. Bandingkan beberapa pilihan fintech dana pendidikan yang ada di pasaran, dan pilih yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan.
5. Lakukan komunikasi yang baik dengan penyedia dana pendidikan, dan minta bantuan jika mengalami kesulitan atau masalah dalam proses pengajuan atau pembayaran pinjaman. Jangan ragu untuk bertanya atau memberikan masukan agar mendapatkan pelayanan yang optimal.
Comments