in ,

Kartu Kredit Pemerintah Beserta Pemanfaatannya

Kartu Kredit Pemerintah
FOTO: IST

Kartu Kredit Pemerintah Beserta Pemanfaatannya

Pajak.comJakarta – Dengan perkembangan zaman dan teknologi yang sangat pesat, metode pembayaran pun telah mengalami evolusi menuju cashless transaction atau transaksi nontunai. Metode pembayaran nontunai ini juga telah diadaptasi pemerintah, melalui penerbitan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) Domestik pada akhir Agustus 2022 oleh Presiden Joko Widodo.

Kartu kredit ini diluncurkan untuk mendukung Inisiatif Strategis Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia 2013–2025, sekaligus afirmasi Gerakan Bangga Buatan Indonesia (GBBI) dan bagian dari milestone digitalisasi sistem pembayaran Indonesia. Lalu, apa pengertian Kartu Kredit Pemerintah dan pemanfaatannya? Berikut Pajak.com sajikan, agar Anda lebih dapat mengenalnya.

Pengertian

KKP adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas belanja yang dapat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan adanya KKP, maka kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh bank penerbit, baru selanjutnya satuan kerja (satker) berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran pada waktu yang disepakati dengan pelunasan secara sekaligus.

Artinya, pemegang KKP adalah pejabat dan/atau pegawai di lingkungan kementerian/lembaga yang berstatus sebagai pejabat negara, pegawai negeri sipil, prajurit tentara nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau pegawai lainnya untuk melakukan belanja.

Baca Juga  Jaga Ekonomi Nasional, Wamenkeu Beberkan Strategi Hadapi Konflik Timur Tengah 

Dengan kata lain, KKP merupakan salah satu bentuk corporate card, tetapi digunakan satker pemerintah untuk melakukan pembayaran atas transaksi belanja negara. Sederhananya, KKP berfungsi sebagaimana kartu kredit pada umumnya. Namun, KKP khusus digunakan untuk belanja barang yang memang dibiayai oleh uang persediaan.

Selama ini, pembiayaan pada anggaran pemerintah dilakukan melalui uang persediaan dan pembayaran langsung. Pada skema uang persediaan, mekanisme pembayaran dilakukan secara tunai dan dikelola langsung oleh bendahara dan digunakan untuk keperluan operasional. Sementara, dalam pembayaran langsung, pemerintah menggunakan metode transaksi nontunai.

Biasanya, transaksi yang dilakukan untuk pengadaan barang operasional kantor hingga perjalanan bisnis, dan dilakukan melalui transfer langsung dari rekening kas nasional ke rekening pihak yang menyediakan atau menjual segala kebutuhan. Mekanisme ini, umumnya digunakan untuk pembayaran kontrak aparatur sipil negara (ASN), gaji pegawai, tunjangan makan, uang lembur dan tunjangan kinerja, serta biaya barang untuk perjalanan dinas.

Sejatinya, KKP bukanlah barang baru. Pemerintah telah mengimplementasikan penggunaannya di seluruh satuan kerja pengelola dana APBN sejak 1 Juli 2019. Bedanya, KKP Domestik yang sejak tahun lalu digunakan pemerintah mengaplikasikan skema pemrosesan domestik melalui Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) yang dapat digunakan untuk transaksi pembayaran di Indonesia.

Pemanfaatan

Pada dasarnya, penerbitan KKP memiliki sejumlah manfaat positif demi APBN yang sehat seperti meminimalkan pemakaian uang secara tunai pada transaksi keuangan negara, memberikan rasa aman dalam melakukan transaksi, meminimalkan adanya potensi kesalahan (fraud) atau kecurangan seperti transaksi fiktif, serta mengurangi biaya pemakaian uang persediaan.

Baca Juga  Catat! Jadwal Rekayasa Lalin Arus Mudik dan Balik Lebaran 2024

Penerbitan dan penggunaan KKP memiliki landasan hukum berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 97 Tahun 2021. PMK ini merupakan perubahan atas PMK No. 196 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah.

Namun, macam-macam pengeluaran yang dapat menggunakan KKP secara rinci dibeberkan dalam Pasal 25 Ayat (2) PMK 97/2021. Dalam beleid tersebut, pengeluaran yang dapat dibiayai dengan menggunakan KKP, antara lain:

1. Belanja barang operasional, meliputi belanja keperluan perkantoran, belanja pengadaan bahan makanan, belanja penambah daya tahan tubuh, dan belanja barang operasional lainnya.

2. Belanja barang nonoperasional, mencakup belanja bahan dan belanja barang non-operasional lainnya.

3. Belanja barang untuk persediaan, antara lain belanja barang persediaan barang konsumsi.

4. Belanja sewa.

5. Belanja pemeliharaan gedung dan bangunan, antara lain belanja pemeliharaan gedung dan bangunan, belanja barang persediaan pemeliharaan gedung dan bangunan, serta belanja pemeliharaan gedung dan bangunan lainnya.

6. Belanja pemeliharaan peralatan dan mesin, termasuk belanja pemeliharaan peralatan dan mesin, belanja bahan bakar minyak dan pelumas dan pelumas khusus non-Pertamina, belanja barang persediaan pemeliharaan peralatan dan mesin, dan belanja pemeliharaan peralatan dan mesin lainnya.

Baca Juga  Airlangga Tegaskan Rencana Aksi Kelapa Sawit Berkelanjutan

7. Belanja pemeliharaan lainnya, berupa belanja barang persediaan pemeliharaan lainnya dan belanja pemeliharaan lainnya.

Dalam PMK 97/2021 juga diatur mengenai batasan maksimum belanja yang diperbolehkan menggunakan kartu kredit pemerintah. Dalam Pasal 25 Ayat (2a) disebutkan bahwa penggunaan KKP dilakukan dengan nilai belanja paling banyak Rp 200 juta untuk satu penerima pembayaran.

Selain itu, ketentuan pembayaran dan penggunaan KKP dikecualikan bagi Satker yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. tidak terdapat penyedia barang/jasa yang dapat menerima pembayaran dengan KKP melalui mesin Electronic Data Capture (EDC) yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA); dan

b. memiliki pagu jenis belanja Satker yang dapat dibayarkan melalui uang persediaan sampai dengan Rp 2,4 miliar.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *