in ,

3 Kerugian Negara Akibat Impor Pakaian Bekas

3 Kerugian Negara Akibat Impor Pakaian Bekas
FOTO: IST

3 Kerugian Negara Akibat Impor Pakaian Bekas

Pajak.com, Jakarta – Saat ini pemerintah tengah gencar melakukan penindakan terhadap impor pakaian bekas ilegal (balepress) maupun legal. Di akhir Maret 2023, Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC)/BC bekerja sama dengan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri) menyita dan musnahkan 7.363 bal pakaian bekas impor ilegal dengan nilai sekitar Rp 80 miliar. Mengapa impor pakaian bekas ilegal dilarang? setidaknya, Pajak.com merangkum 3 kerugian negara akibat aktivitas impor pakaian bekas tersebut.

Pertama, penegakan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas dan Permendag Nomor 40 Tahun 2022 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Aturan ini menegaskan, aktivitas impor pakaian bekas dilarang karena akan mengganggu industri tekstil dalam negeri.

Di beberapa kesempatan, Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan jajarannya untuk menindak tegas pelaku impor pakaian karena akan mengganggu produk dalam negeri. Instruksi ini juga didorong oleh meningkatnya impor pakaian bekas. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2022 menunjukkan, impor pakaian bekas pada 2022 melonjak 227,75 persen, yakni menjadi 26,22 ton dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya sesar 8 ton. Nilai impor pun melesat 518,5 persen menjadi 272.146 dollar AS atau setara Rp 4,21 miliar, meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 44.000 dollar AS.

Baca Juga  Pemerintah dan WRI Indonesia Susun Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nikel

“Saya perintahkan untuk cari betul (importir pakaian bekas) dan sehari-dua hari ini sudah banyak yang ketemu. Itu mengganggu industri tekstil di dalam negeri, sangat mengganggu. Jadi, yang namanya impor pakaian bekas, setop,” tegas Jokowi dalam Peresmian Pembukaan Business Matching Produk Dalam Negeri, di Istora Senayan, Gelora Bung Karno, Provinsi DKI Jakarta, (15/3).

Secara lebih spesifik lagi, larangan impor pakaian bekas dilakukan untuk melindungi produk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Menteri Koperasi Koperasi dan UKM Teten Masduki menjelaskan, barang branded bekas itu dijual dengan harga murah, sehingga akan merusak produk UMKM yang bergerak pada sektor tekstil dan produk tekstil.

Kementerian UKM dan Koperasi mengutip data dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) dan Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (ApsyFI), yang menyatakan bahwa 80 persen produsen pakaian di Indonesia didominasi oleh industri kecil dan mikro. Dengan begitu, impor pakaian bekas selama ini memangkas pangsa pasar UMKM sebesar 12-15 persen.

Baca Juga  Presiden Jokowi Serukan Aksi Komprehensif dalam Memerangi TPPU

Kedua, melindungi kesehatan dan lingkungan. Deputi bidang UKM Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba Rachman menuturkan, selain untuk melindungi produk UMKM, larangan impor pakaian bekas adalah demi mengurangi masalah kesehatan dan lingkungan.

“Thrifting pakaian impor memiliki dampak yang merugikan, di antaranya menimbulkan masalah lingkungan yang serius. Karena banyak diantara baju bekas impor tersebut berakhir jadi sampah di TPA (tempat pembuangan akhir),” ungkap Hanung.

Ketiga, pakaian bekas impor ilegal, merupakan barang selundupan yang melanggar aturan. Artinya, barang-barang bekas pakai tersebut tidak membayar Bea Masuk atau Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI), sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi pendapatan negara.

Untuk itu, DJBC dalam periode empat tahun terakhir telah melakukan 642 kali penindakan dengan total barang bukti sebanyak 19 ribu bal pakaian bekas senilai Rp 54 miliar. Sedangkan, hingga tahun berjalan 2023, ada 74 kali penindakan dengan nilai sebesar Rp 2,6 miliar.

“Biasanya, modus undeclared dan/atau misdeclare, artinya komoditi pakaian bekas diselipkan diantara dominasi barang diberitahukan lainnya. Dari pola penanganan yang kami lakukan selama ini, titik risiko ini yang selalu kita mitigasi adalah dari wilayah Pesisir Timur Sumatera yaitu, Batam dan Kepulauan Riau yang didominasi landing spot yang menggunakan pelabuhan tidak resmi. Kemudian, titik masuknya impor pakaian bekas biasanya melalui kegiatan importasi melalui pelabuhan laut utama, yakni di Tanjung Priok, Tanjung Perak, Tanjung Emas, Belawan, dan Cikarang,” ungkap Dirjen Bea dan Cukai Askolani, dalam Konferensi Pers APBN Kinerja dan Fakta (KiTa) di Aula Mezzanine, Kemenkeu, (17/3).

Baca Juga  Panduan Mudah Tukar Uang Baru dengan Aplikasi PINTAR

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *