in ,

Tiga Insentif Perpajakan untuk Investasi Energi Bersih

Tiga Insentif Perpajakan
FOTO: Kementerian ESDM

Tiga Insentif Perpajakan untuk Investasi Energi Bersih

Pajak.com, Bali – Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengungkapkan, Forum Energy Transition Ministerial Meeting (ETMM) Presidensi G20 Indonesia telah menghasilkan beberapa komitmen, diantaranya peningkatan penggunaan energi bersih, promosi investasi penggunaan energi bersih, rendah karbon, dan penggunaan teknologi yang berkelanjutan serta meningkatkan investasi inklusif. Untuk itu, Pemerintah Indonesia menawarkan tiga insentif perpajakan demi menarik investasi bidang energi bersih.

“Untuk memberikan investasi energi terbarukan yang lebih baik dan kondusif, pemerintah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Listrik, yang memungkinkan harga yang kompetitif untuk energi terbarukan melalui transparansi mekanisme pengadaan dan pemberian dukungan pemerintah dari kementerian terkait. Selain itu, kami juga memberikan insentif, seperti tax allowance, fasilitas bea masuk, dan tax holiday,” jelas Rida dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com (14/10).

Apa itu Tax Allowance?

Sebagai informasi, tax allowance merupakan insentif perpajakan yang diberikan pemerintah melalui Kementerian Investasi (Kemenves)/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berupa pengurangan penghasilan neto sebesar 30 persen dari jumlah nilai penanaman modal untuk 6 tahun. Saat ini insentif tax allowance diberikan kepada 166 bidang usaha dan 17 bidang usaha tertentu di lokasi tertentu. Sementara tax holiday adalah insentif yang diberikan berdasarkan sejumlah ketentuan, terutama soal nilai modal yang ditanamkan. Pada penanaman modal minimum Rp 30 triliun, tax holiday yang dapat diberikan mencapai 20 tahun.

Baca Juga  15 Rencana Aksi BEPS Inclusive Framework Cegah Penghindaran Pajak

“Fasilitas bea masuk diberikan dalam bentuk pembebasan bea masuk atas impor mesin serta barang yang diperlukan untuk keperluan produksi,” tambah Rida. Adapun fasilitas bea masuk diberikan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Ia mengungkapkan, saat ini telah ada lanskap pendanaan untuk pengembangan energi terbarukan di Indonesia yang dapat diperoleh, mulai dari United Indonesia Sustainable Development Goals (SDGs), blended finance, tropical landscape fasilitas keuangan, investasi anggaran nonpemerintah, serta kemitraan pemerintah dengan swasta.

“Saat ini pemerintah masih harus meningkatkan mobilisasi semua sumber keuangan dan memperkuat kolaborasi di antara semua pemangku kepentingan untuk memastikan semua potensi dimanfaatkan,” kata Rida.

Ia menyebutkan, dalam jangka waktu panjang, pemerintah akan mengembangkan 700 gigawatt (GW) energi terbarukan yang berasal dari solar, hidro, angin, bioenergi, laur, panas bumi, serta hidrogen dan nuklir. Indonesia akan memanfaatkan kompor listrik, baterai kendaraan listrik, biofuel, gas kota, penerapan manajemen energi serta standar kinerja energi minimum. Secara simultan, Indonesia akan melakukan strategi penghentian pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara secara bertahap hingga 2058.

Baca Juga  Penerimaan Pajak Hingga Akhir Maret 2024 Capai Rp 393,91 T

Namun, Indonesia membutuhkan investasi hingga 1 triliun dollar AS pada 2060 untuk menyediakan pembangkit energi terbarukan dan transmisi energi sebesar 114 miliar dollar AS.

“Selain itu, Indonesia juga berencana membangun supergrid untuk menjaga sistem kelistrikan, dan membuka peluang untuk mengekspor listrik ke negara ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) yang terhubung dengan ASEAN Power Grid,” ungkap Rida.

Apa itu ASEAN Power Grid?

Sebagai informasi, ASEAN Power Grid merupakan sebuah kerja sama interkoneksi listrik ASEAN yang telah diamanatkan pada tahun 1997 di bawah visi ASEAN 2020. Selain itu, percepatan pembangunan ASEAN Power Grid juga dicantumkan dalam cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN Menuju 2015.

Baca Juga  SPT Badan Wajib Melampirkan Laporan Keuangan yang Telah Diaudit?

Ia kembali memastikan, negara G20, termasuk Indonesia, telah berkomitmen dalam implementasi Paris Agreement untuk mencapai net zero emission (NZE) atau netralitas karbon pada 2030. Sektor energi diharapkan memberikan kontribusi pengurangan emisi sekitar 358 juta ton hingga 446 juta ton CO2 pada tahun 2030.

“Pada tahun 2021, Indonesia berhasil mengurangi emisi GRK (gas rumah kaca) dari sektor energi sebesar 70 juta ton CO2, terutama melalui pengembangan energi baru dan terbarukan, penerapan efisiensi energi, pemanfaatan bahan bakar rendah karbon dan reklamasi pascatambang,” tambah Rida.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *