in ,

Rincian Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21/26

Rincian Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21
FOTO: IST

Rincian Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21/26

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengimbau agar Wajib Pajak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi lebih awal. Khusus untuk pegawai, pastikan Anda telah menerima bukti potong PPh Pasal 21/PPh Pasal 26 dari perusahaan. Lantas, apa saja rincian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21/PPh Pasal 26? Berikut rinciannya—dikutip Pajak.com dari buku berjudul ‘Cermat Pemotongan PPh Pasal 21/26’ yang dirilis Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Apa itu PPh Pasal 21? 

PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, uang pensiun, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang PPh.

Apa itu PPh Pasal 26?

PPh Pasal 26 yang sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, yaitu pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, pensiun, dan pembayaran berkala lainnya, serta pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi luar negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 UU PPh.

Baca Juga  Skema TER, Ini Kriteria Pemotong dan Penerima PPh Pasal 21

Apa saja penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21/26?

  1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, berupa seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan penghasilan teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan penghasilan sejenisnya; bonus, tunjangan hari raya, jasa produksi, tantiem, gratifikasi, premi, dan penghasilan lain yang sifatnya tidak teratur; imbalan sehubungan dengan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemberi kerja;; pembayaran iuran jaminan kecelakaan kerja dan iuran jaminan kematian kepada badan penyelenggara jaminan sosial ketenagakerjaan, yang dibayarkan oleh pemberi kerja; pembayaran iuran jaminan pemeliharaan kesehatan kepada badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan yang dibayarkan oleh pemberi kerja; dan pembayaran premi asuransi kesehatan, suransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja;
  2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pensiunan secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
  3. Imbalan kepada anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur;
  4. Penghasilan pegawai tidak tetap, yang dapat berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan upah yang diterima/diperoleh secara bulanan;
  5. Imbalan kepada bukan pegawai sehubungan dengan pekerjaan bebas atau jasa yang dilakukan, yang dapat berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis;
  6. Imbalan kepada peserta kegiatan, yang dapat berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan, dan imbalan sejenis;
  7. Uang manfaat pensiun atau penghasilan sejenisnya yang diambil sebagian oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai; dan
  8. Penghasilan atau imbalan yang diterima atau diperoleh mantan pegawai, yang dapat berupa jasa produksi; tantiem, gratifikasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPh, bonus; dan imbalan lain yang bersifat tidak teratur.
Baca Juga  Perbedaan Skema TER Pajak untuk Pegawai Tetap, Tidak Tetap, dan Bukan Pegawai 

DJP menggarisbawahi penghasilan-penghasilan tersebut dapat diberikan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *