in ,

Skema TER, Ini Kriteria Pemotong dan Penerima PPh Pasal 21

Kriteria Pemotong dan Penerima PPh Pasal 21
FOTO: IST

Skema TER, Ini Kriteria Pemotong dan Penerima PPh Pasal 21

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti menegaskan, pemberlakuan skema Tarif Efektif Rata – Rata (TER) penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 wajib dilakukan oleh pemotong Pajak. Lantas, apa kriteria pemotong dan penerima PPh Pasal 21 dan Pasal 26 dalam skema TER? Pajak.com akan menguraikannya berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023.

Apa itu PPh Pasal 21? 

PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, uang pensiun, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh).

Apa itu PPh Pasal 26?

PPh Pasal 26 yang sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, yaitu pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, pensiun, dan pembayaran berkala lainnya, serta pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi luar negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 UU PPh.

Baca Juga  Perda Baru! Ini Tarif dan Cara Hitung Pajak Rumah Kos di Jakarta
Apa itu skema TER PPh Pasal 21? 

Tarif menghitung PPh Pasal 21 dengan pilihan dua skema, yakni TER bulanan dan harian. TER bulanan dikategorikan berdasarkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai status perkawinan dan jumlah tanggungan Wajib Pajak pada awal tahun pajak.

Tarif efektif bulanan terdiri dari tiga kategori: 

  • Kategori A, diterapkan atas penghasilan bruto bulanan yang diterima atau diperoleh penerima penghasilan dengan status PTKP tidak kawin tanpa tanggungan (TK/0), tidak kawin dengan jumlah tanggungan 1 orang (TK/1), dan kawin tanpa tanggungan (K/0). TER bulanan kategori A sebesar 0 persen untuk penghasilan bulanan sampai Rp 5,4 juta, hingga tarif 34 persen bagi penghasilan bulanan di atas Rp 1,4 miliar;
  • Kategori B, diterapkan atas penghasilan bruto bulanan yang diterima atau diperoleh penerima penghasilan dengan status PTKP tidak kawin dengan tanggungan 2 orang (TK/2), tidak kawin dengan jumlah tanggungan 3 orang (TK/3), kawin dengan jumlah tanggungan 1 orang (K/1), dan kawin dengan jumlah tanggungan 2 orang (K/2). TER kategori B dimulai dari 0 persen untuk penghasilan bulanan sampai dengan Rp 6,2 juta, hingga tarif 34 persen bagi penghasilan bulanan di atas Rp 1,405 miliar; dan
  • Kategori C, diterapkan atas penghasilan bruto bulanan yang diterima atau diperoleh penerima penghasilan dengan status PTKP kawin dengan jumlah tanggungan 3 orang (K/3). TER kategori C ditetapkan sebesar 0 persen untuk penghasilan bulanan sampai dengan Rp 6,6 juta, hingga tarif 34 persen bagi penghasilan bulanan di atas Rp 1,419 miliar;
Baca Juga  Ini Perubahan Dasar Pengenaan Pajak Restoran atau PBJT di Jakarta

Sementara, TER harian ditetapkan sebesar 0 persen untuk penghasilan sampai dengan Rp 450 ribu dan 0,5 persen bagi penghasilan di atas Rp 450 ribu hingga Rp 2,5 juta.

Apa kriteria pemotong PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26?  

  • Pemberi kerja yaitu orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, serta pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan;
  • Instansi pemerintah, termasuk lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, kesekretariatan lembaga nonstruktural, dan perwakilan Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, serta pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
  • Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun, tunjangan hari tua, jaminan hari tua, dan/ atau pembayaran lain dengan nama apa pun yang terkait dengan program pensiun, yang pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  • Orang pribadi dan badan, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya; dan
  • Penyelenggara kegiatan, termasuk badan, instansi pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apa pun berkenaan dengan suatu kegiatan.
Baca Juga  Cairkan JHT dari BPJamsostek Kena Pajak Progresif? Pahami Ketentuan Terbarunya

Selain itu, terdapat kriteria yang tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak, meliputi:

  • Kantor perwakilan negara asing;
  • Organisasi internasional; dan
  • Orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, seperti:
  • Melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan mempekerjakan orang pribadi yang semata-mata melakukan pekerjaan rumah tangga; dan/atau
  • Melakukan pekerjaan atau jasa yang tidak terkait dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas pemberi kerja.

Apa saja kriteria penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26?

  • Pegawai tetap;
  • Pensiunan;
  • Anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas yang menerima imbalan secara tidak teratur;
  • Pegawai tidak tetap;
  • Bukan pegawai;
  • Peserta kegiatan;
  • Peserta program pensiun yang masih berstatus pegawai; dan
  • Mantan pegawai.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *