Richard Burton: Analisis Keadilan Penilaian Hukum Sanksi Pajak
Pajak.com, Jakarta – Sistem self assessment memberikan kewenangan bagi otoritas pajak untuk melakukan penegakan hukum, seperti imbauan, pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan, hingga penuntutan. Menurut akademisi sekaligus praktisi perpajakan Richard Burton, penegakan hukum memiliki konsekuensi sanksi yang bisa memberatkan Wajib Pajak atau sebaliknya—sebagai upaya menegakkan keadilan. Maka, penting bagi Richard Burton untuk analisis keadilan dalam penilaian hukum sanksi pajak tersebut.
”Diskursus pajak merupakan diskursus yang tidak terhindarkan karena sifatnya pasti terjadi. Karenanya benar yang dikatakan Benjamin Franklin, ‘In this world nothing can be said to be certain, except death and taxes’. Terlebih ketika dalam penegakan hukumnya, kepastian dan keadilannya kerap menjadi penilaian hukum berbagai pihak. Kajian penilaian hukum sanksi pajak semakin menarik dikaji ketika rumusannya bersinggungan erat dengan sanksi administrasi dan sanksi pidana. Kedua jenis sanksi menjadi pilihan sulit ketika rumusan normanya tidak tegas,” jelas Richard kepada Pajak.com, (28/11).
Doktor Hukum Fakultas Jayabaya ini mengungkapkan, penilaian sanksi pajak akan menarik ketika membaca ragam putusan yang diterbitkan oleh Pengadilan Pajak, Pengadilan Negeri, Mahkamah Agung, hingga Mahkamah Konstitusi. Bahkan, perluasan dalam upaya peninjauan kembali telah ditetapkan sebesar 60 persen akan memberi makna bahwa sanksi pajak cukup memberatkan. Richard menegaskan, besaran itu telah ditetapkan dalam Pasal 27 ayat 51 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Undang – Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
”Diskursus pajak sesungguhnya juga hendak menyeimbangkan konsep (sifat) memaksa pajak dengan sikap patuh seseorang. Makna keseimbangan itu sendiri sejalan dengan ajaran kontrak sosial filsuf Rousseau, yang menghendaki pemenuhan hidup bersama terpenuhi melalui kesepakatan. Diskursus pajak menimbulkan pro kontra pada tataran pemaknaan norma dan penegakan hukumnya (law enforcement), maka tidak heran jika pajak sulit dipahami, terlebih normanya terus mengalami perubahan. Karenanya, kajian terhadap rumusan norma termasuk norma sanksi memerlukan rumusan jelas (lex certa) supaya mudah dipahami,” ujar Ketua Bidang PPL Perkumpulan Pengacara dan Praktisi Hukum Indonesia (P3HPI) ini.
FOTO: Aprilia Hariani
Oleh karena itu, Richard bersama Wirawan B. Ilyas berupaya mengurai benang-benang kompleksitas norma itu dalam buku berjudul Penilaian Hukum Sanksi Pajak. Keduanya lengkap menjelaskan tentang penegakan sanksi pidana pajak, mulai dari persoalan pemeriksaan bukti permulaan hingga pihak yang berwenang menghitung kerugian negara pun dijabarkan dibuku yang ditulisnya.
Dalam buku setebal 138 halaman itu berisi pula beragam contoh putusan praperadilan pidana pajak yang diharapkan dapat memperluas cakrawala pengetahuan seluruh elemen masyarakat.
”Apabila kita membaca putusan hakim Pengadilan Negeri terkait tindak pidana pajak, hakim tampaknya menyamarkan makna frasa ’kerugian negara’, ’kerugian keuangan negara’, atau ’kerugian pada pendapatan negara’. Karena ketiganya memiliki makna hukum berbeda sesuai dengan UU yang merumuskannya. Maka penilaian hukum sanksi pajak tidak memiliki kesamaan dalam pemaknaannya. Bahkan, bahasan prinsip ultimum remedium atau primum remedium seakan menjadi pilihan sulit karena tidak adanya kesamaan berfikir terhadap pelaksanaan kedua prinsip hukum dimaksud,” jelas Richard memberikan salah satu contoh.
Dengan demikian, ia kembali menekankan bahwa persinggungan sanksi administrasi dengan sanksi pidana tetap menjadi persoalan menarik untuk dianalisis. Richard juga menyoroti peran pengacara pajak yang semakin penting untuk menegakkan keadilan sekaligus mengoptimalkan penerimaan negara.
”Keberadaan pengacara pajak menjadi kebutuhan yang tidak terhindarkan dalam menghadapi beragam persoalan hukum pajak yang muncul, sehingga memberi sinyal positif kepada Wajib Pajak yang tidak memahami seluk-beluk penyelesaian sengketa pajak. Peran pengacara pajak ini harus memberi bantuan hukum agar Wajib Pajak memperoleh keadilan pajak dan memberikan keyakinan kepada Wajib Pajak untuk patuh melaksanakan kewajiban pajaknya untuk penerimaan negara,” ujarnya.
Richard menyimpulkan, pengacara pajak sebagai bagian dari sistem penegakan hukum dan profesi terhormat (officium nobile) untuk mewujudkan kepastian dan keadilan bagi kepentingan negara demi kesejahteraan masyarakat.
”Karena pungutan pajak harus adil dan keadilan pajak menjadi mimpi kita bersama,” pungkasnya.
Comments