in ,

Perlakuan Pajak KSO: Pengertian, Jenis, dan Cara Hitung

Perlakuan Pajak KSO
FOTO: IST

Perlakuan Pajak KSO: Pengertian, Jenis, dan Cara Hitung

Pajak.comJakarta – Kerja Sama Operasi (KSO) atau Joint Operation (JO) adalah salah satu bentuk usaha yang banyak dilakukan oleh para pelaku bisnis di Indonesia, khususnya di bidang jasa konstruksi. Namun, KSO juga memiliki sejumlah tantangan, terutama dalam hal perpajakan. Bagaimana perlakuan pajak KSO yang diatur dalam peraturan perundang-undangan? Apa saja kewajiban dan hak para pihak dalam KSO terkait dengan pajak? Bagaimana cara menghitung, melaporkan, dan membayar pajak yang terutang oleh KSO? Pajak.com akan mengulas secara lengkap tentang perlakuan perpajakan KSO di Indonesia.

Arti dan jenis KSO

Untuk memahami perlakuan pajak KSO, kita perlu mengetahui terlebih dahulu pengertian dan jenis KSO. Menurut Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-04/PJ/2020, KSO adalah pengaturan bersama antara dua pihak atau lebih yang mengatur bahwa para pihak yang disebut operator bersama memiliki pengendalian bersama atau memiliki hak atas aset, dan kewajiban terhadap liabilitas, yang melakukan penyerahan dan/atau memperoleh barang dan/atau jasa atas nama KSO atau JO.

Secara sederhana, KSO bisa diartikan sebagai perkumpulan dua perusahaan atau lebih yang bersepakat untuk bermitra atau bekerja sama dengan tujuan menyelesaikan suatu proyek tertentu. Perkumpulan ini bersifat sementara, sampai proyek tersebut selesai. KSO juga sering disebut dengan istilah konsorsium.

Umumnya, KSO terbagi menjadi dua jenis, yaitu administrative JO dan non-administrative JO. Administrative JO adalah bentuk kerja sama di mana kontrak pekerjaan dari pemberi kerja ditandatangani atas nama JO dan segala hal berupa pembagian modal, pengadaan peralatan, tenaga kerja, dan sebagainya dibuat dalam sebuah JO agreement. Pada kasus ini JO seolah menjadi entitas terpisah dari para anggotanya.

Sedangkan non-administrative JO adalah bentuk kerja sama ketika kontrak dengan pemberi kerja dibuat atas nama masing–masing anggota KSO dan tanggung jawab kerja ada pada masing-masing anggota KSO. Pada jenis ini, JO hanya berperan sebagai alat koordinasi.

Kriteria subjek pajak
Baca Juga  Akuntan Pajak: Arsitek Keuangan dan Penguat “Self-Assessment”

Setelah mengetahui pengertian dan jenis KSO, kita perlu mengetahui kriteria KSO yang menjadi subjek pajak badan. Menurut Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-04/PJ/2020, KSO bisa menjadi subjek pajak badan jika memenuhi kriteria tertentu, seperti memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama JO, menyampaikan SPT Tahunan PPh badan atas nama JO, dan secara substansi merupakan entitas terpisah dengan karakteristik sebagai entitas.

Jika KSO menjadi subjek pajak badan, maka KSO harus memenuhi kewajiban PPh badan atas nama JO, pemotongan dan pemungutan PPh, serta pemungutan PPN dalam hal JO melakukan penyerahan BKP/JKP. Jika KSO tidak memenuhi kriteria tersebut, maka KSO tidak menjadi subjek pajak badan dan tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh badan. KSO yang tidak menjadi subjek pajak badan hanya bersifat sebagai alat koordinasi semata dan tanggung jawab pekerjaan masih melekat pada anggota KSO.

Cara hitung pajak KSO

Untuk memahami cara menghitung, melaporkan, dan membayar pajak yang terutang oleh KSO, kita perlu mengetahui dasar pengenaan pajak (DPP), tarif pajak, dan jumlah pajak yang berlaku bagi KSO. DPP adalah nilai transaksi atau nilai lain yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung pajak. DPP bisa berupa harga jual, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

Tarif pajak adalah persentase yang dikenakan atas DPP untuk menghitung jumlah pajak. Tarif pajak bisa bervariasi tergantung pada jenis usaha dan kontrak yang dilakukan oleh KSO. Selanjutnya, jumlah pajak adalah hasil perkalian antara DPP dan tarif pajak. Jumlah pajak ini yang harus dibayar oleh KSO kepada negara melalui kantor pajak terdaftar.

Berikut adalah contoh penghitungan PPh dan PPN bagi KSO:

1. Sebuah KSO A-B-C melakukan usaha konstruksi dengan nilai kontrak Rp 100 miliar. KSO A-B-C merupakan subjek pajak badan dengan tarif PPh badan 3 persen dari DPP dan tarif PPN 11 persen dari DPP.

Baca Juga  Pemkot Lhokseumawe dan PLN Optimalkan Pajak atas Tenaga Listrik

Maka, DPP KSO A-B-C adalah Rp 100 miliar, jumlah PPh badan yang harus dibayar adalah Rp 3 miliar (Rp 100 miliar x 3%), dan jumlah PPN yang harus dibayar adalah Rp 11 miliar (Rp 100 miliar x 11%).

2. Sebuah KSO X-Y-Z melakukan usaha jasa konsultasi dengan nilai kontrak Rp 50 juta. KSO X-Y-Z tidak merupakan subjek pajak badan karena tidak memenuhi kriteria tertentu. Maka, tanggung jawab pekerjaan dan perpajakan masih melekat pada anggota KSO X-Y-Z.

Misalkan, anggota KSO X-Y-Z memiliki porsi pekerjaan sebagai berikut: X 40%, Y 30%, Z 30%. Maka, DPP masing-masing anggota KSO X-Y-Z adalah: X Rp 20 juta (Rp 50 juta x 40%), Y Rp 15 juta (Rp 50 juta x 30%), Z Rp 15 juta (Rp 50 juta x 30%).

Jika anggota KSO X-Y-Z merupakan orang pribadi dengan tarif PPh pasal 17 UU PPh dan tarif PPN 11 persen dari DPP, maka jumlah PPh dan PPN yang harus dibayar oleh masing-masing anggota KSO X-Y-Z adalah:

AnggotaDPPPPhPPN
XRp 20 jutaRp 1,5 juta (20 juta x 7,5%)Rp 2,2 juta (20 juta x 11%)
YRp 15 jutaRp 1,125 juta (15 juta x 7,5%)Rp 1,65 juta (15 juta x 11%)
ZRp 15 jutaRp 1,125 juta (15 juta x 7,5%)Rp 1,65 juta (15 juta x 11%)
Bayar dan lapor pajak KSO

Setelah mengetahui cara menghitung pajak yang terutang oleh KSO, kita perlu mengetahui cara melaporkan dan membayar pajak tersebut. KSO yang merupakan subjek pajak badan harus menyampaikan SPT Tahunan PPh badan paling lambat akhir bulan keempat setelah tahun pajak berakhir.

KSO juga harus memotong atau memungut PPh dan memungut PPN dari pihak lain yang terlibat dalam transaksi dengan KSO. Di samping itu, KSO harus menyampaikan SPT Masa PPh dan SPT Masa PPN paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Baca Juga  Airlangga: Pemerintah Lanjutkan Pembahasan Kenaikan PPN 12 Persen

Patut diingat, KSO harus membayar pajak yang terutang sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam SPT yang disampaikan. KSO bisa membayar pajak secara tunai, cek, bilyet giro, atau transfer melalui bank persepsi. KSO juga harus menyimpan bukti pembayaran pajak sebagai dokumen penting.

Sementara KSO yang tidak merupakan subjek pajak badan tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh badan. Namun, anggota KSO yang merupakan orang pribadi atau badan tetap harus menyampaikan SPT Tahunan PPh sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi mereka.

Anggota KSO juga harus memotong atau memungut PPh dan memungut PPN dari pihak lain yang terlibat dalam transaksi dengan mereka. Anggota KSO harus menyampaikan SPT Masa PPh dan SPT Masa PPN paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Di samping itu, anggota KSO harus membayar pajak yang terutang sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam SPT yang disampaikan. Anggota KSO bisa membayar pajak secara tunai, cek, bilyet giro, atau transfer melalui bank persepsi, dan harus menyimpan bukti pembayaran pajak sebagai dokumen penting.

Untuk diingat, kantor pajak bisa sewaktu-waktu melakukan konfirmasi mengenai kewajiban perpajakan KSO dengan mitra kerja KSO yang sudah dipenuhi. Kantor pajak akan memastikan kesesuaian antara penerbitan faktur pajak dengan setoran pajak yang sudah dipenuhi.

Konfirmasi tersebut tentunya berdasarkan data yang tercatat dalam Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Berdasarkan konfirmasi tersebut, perwakilan KSO akan diminta untuk memberikan penjelasan mengenai kewajiban perpajakan yang sudah dipenuhi. Selain itu, perwakilan KSO juga menyampaikan dokumentasi perpajakan sebagai pendukung penjelasan tersebut.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *