in ,

Pajak Masukan: Apa Saja yang Harus Anda Tahu dan Perhatikan?

pajak masukan ppn
FOTO: IST

Pajak Masukan: Apa Saja yang Harus Anda Tahu dan Perhatikan?

Pajak.com, Jakarta — Pajak Masukan adalah salah satu komponen penting dalam penghitungan pajak pertambahan nilai (PPN). Pajak Masukan adalah PPN yang dibayarkan oleh PKP terkait dengan perolehan barang dan jasa untuk tujuan bisnis. Pajak Masukan dapat dikreditkan dengan pajak keluaran untuk mengurangi pajak yang harus disetor.

Namun, tidak semua Pajak Masukan dapat dikreditkan. Ada beberapa syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh PKP. Apalagi, setelah berlaku UU Cipta Kerja, ada beberapa perubahan yang terjadi terkait dengan pengkreditan Pajak Masukan. Bagaimana dampaknya bagi PKP yang belum berproduksi? Bagaimana cara mengurus Pajak Masukan yang benar dan efisien?

Dalam artikel ini, Pajak.com akan membahas apa saja yang harus Anda tahu dan perhatikan mengenai Pajak Masukan; sekaligus konsep, mekanisme, syarat, dan perubahan-perubahan terkait dengan Pajak Masukan.

Apa itu Pajak Masukan?

Pajak Masukan adalah PPN yang dibayarkan oleh PKP terkait dengan perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

Di sisi lain, mekanisme Pajak Masukan adalah cara menghitung pajak yang harus disetor oleh PKP dengan mengurangi Pajak Masukan dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut oleh PKP atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan.

Mekanisme Pajak Masukan diatur dalam Pasal 9 UU PPN. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mekanisme Pajak Masukan, antara lain:

– Pajak Masukan harus dikreditkan dalam SPT Masa PPN paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan.

– Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dalam masa pajak tertentu dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya, paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak tersebut.

– Jika pajak keluaran lebih besar dari Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan PPN terutang yang harus disetor ke kas negara.

– Jika pajak keluaran lebih kecil dari Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan kelebihan pembayaran PPN yang dapat dikompensasikan atau direstitusi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Contoh:

PKP A adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa konsultan. Pada bulan Januari 2023, PKP A memiliki transaksi sebagai berikut:

Baca Juga  BUMI Raih Penghargaan atas Kepatuhan dan Kontribusi Penerimaan Pajak

Penyerahan JKP kepada klien sebesar Rp 100 juta. Tarif PPN adalah 11 persen. Maka, PKP A memungut pajak keluaran sebesar Rp 11 juta dari klien.

Perolehan JKP dari vendor sebesar Rp 50 juta. Tarif PPN adalah 11 persen. Maka, PKP A membayar Pajak Masukan sebesar Rp 5,5 juta kepada vendor.

PKP A dapat mengkreditkan Pajak Masukan sebesar Rp 5,5 juta tersebut dengan pajak keluaran sebesar Rp 11 juta dalam SPT Masa PPN Januari 2023. Maka, PKP A harus menyetor PPN terutang sebesar Rp 5 juta (Rp 11 juta – Rp 5,5 juta) ke kas negara.

Apa saja syarat Pajak Masukan?

Pajak Masukan memiliki kriteria yang harus dipenuhi oleh PKP agar Pajak Masukan yang dibayarnya dapat dikreditkan dengan pajak keluaran. Syarat Pajak Masukan terdiri dari syarat formal dan syarat material.

Syarat formal Pajak Masukan adalah syarat yang berkaitan dengan faktur pajak yang menjadi bukti pungutan pajak. Faktur pajak harus memenuhi syarat formal dan material sesuai dengan Pasal 13 UU PPN. Syarat formal faktur pajak antara lain:

– Mencantumkan kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak.

– Mencantumkan nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.

– Mencantumkan nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP.

– Mencantumkan nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP.

– Mencantumkan jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga.

– Mencantumkan PPN yang dipungut.

– Mencantumkan PPnBM yang dipungut.

Syarat material Pajak Masukan adalah syarat yang berkaitan dengan hubungan antara Pajak Masukan dengan kegiatan usaha dan penyerahan yang terutang PPN.

Syarat material Pajak Masukan antara lain:

– Pajak Masukan harus berhubungan langsung dengan kegiatan usaha PKP.

– Pajak Masukan harus berkaitan dengan penyerahan yang terutang PPN.

Contoh:

PKP A adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa konsultan. Pada bulan Januari 2023, PKP A membeli laptop dari PKP B seharga Rp 10 juta. Tarif PPN adalah 11 persen. Maka, PKP A membayar Pajak Masukan sebesar Rp 1,1 juta kepada PKP B.

Baca Juga  3 Strategi Utama Kanwil DJP Jakpus Capai Target Penerimaan Pajak Rp 102,4 T

PKP A harus memenuhi syarat formal dan material agar Pajak Masukan sebesar Rp 1,1 juta tersebut dapat dikreditkan. Syarat formalnya adalah PKP A harus menerima faktur pajak dari PKP B yang memenuhi syarat formal dan material sebagaimana dijelaskan di atas.

Syarat materialnya adalah laptop yang dibeli oleh PKP A harus berhubungan langsung dengan kegiatan usaha PKP A sebagai jasa konsultan dan harus berkaitan dengan penyerahan JKP yang terutang PPN.

Apa saja dokumen pengajuan restitusi Pajak Masukan?

Dokumen pengajuan restitusi Pajak Masukan adalah dokumen yang harus disiapkan dan disampaikan oleh Wajib Pajak yang mengalami kelebihan pembayaran Pajak Masukan dalam masa pajak tertentu. Dokumen pengajuan restitusi Pajak Masukan terdiri dari Surat Setoran Pajak asli, hasil perhitungan pajak yang semestinya tidak terutang, dan maksud dan alasan dilakukannya restitusi Pajak Masukan.

Surat Setoran Pajak asli adalah bukti pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak kepada negara. Hasil perhitungan pajak yang semestinya tidak terutang adalah perhitungan selisih antara Pajak Masukan dan Pajak Keluaran dalam masa pajak yang bersangkutan.

Maksud dan alasan dilakukannya restitusi Pajak Masukan adalah penjelasan mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran Pajak Masukan, misalnya karena adanya kesalahan pemotongan atau pemungutan, kesalahan tulis atau hitung, atau adanya perubahan tarif pajak.

Dokumen pengajuan restitusi Pajak Masukan harus disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar secara langsung, melalui pos, atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.

Apa perubahan Pajak Masukan setelah Berlaku UU Cipta Kerja?

Undang-Undang (UU) Cipta Kerja adalah undang-undang yang bertujuan untuk meningkatkan investasi, kemudahan berusaha, dan lapangan kerja di Indonesia. UU Cipta Kerja mengatur beberapa klaster, termasuk klaster perpajakan.

Dalam klaster perpajakan, terdapat beberapa perubahan yang berkaitan dengan Pajak Masukan setelah berlaku UU Cipta Kerja antara lain:

  1. Penambahan ketentuan bahwa Pajak Masukan atas perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi tidak dapat dikreditkan, kecuali ditentukan lain oleh Menteri Keuangan.
  2. Penambahan ketentuan bahwa PKP yang belum berproduksi dapat mengajukan restitusi atas kelebihan pembayaran Pajak Masukan pada akhir tahun buku sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  3. Penambahan ketentuan bahwa PKP yang belum berproduksi wajib membayar kembali Pajak Masukan yang telah dikreditkan dan direstitusi apabila gagal berproduksi dalam jangka waktu 3 tahun sejak masa pajak pengkreditan pertama kali.
  4. Penambahan ketentuan bahwa penyerahan hasil pertambangan batu bara dari tempat pengangkutan batu bara kepada pembeli dianggap sebagai penyerahan BKP yang terutang PPN dan dapat dikreditkan dengan Pajak Masukan.
Baca Juga  Pajak Sepatu Impor Picu Somasi Ke Bea Cukai dan DHL

Contoh:

PKP A adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri makanan. PKP A mendirikan pabrik baru pada bulan Januari 2023. Pada bulan tersebut, PKP A membeli mesin produksi dari PKP B seharga Rp 500 juta. Tarif PPN adalah 11 persen. Maka, PKP A membayar Pajak Masukan sebesar Rp 55 juta kepada PKP B.

PKP A dapat mengkreditkan Pajak Masukan sebesar Rp 55 juta tersebut dalam SPT Masa PPN Januari 2023, Februari 2023, atau Maret 2023. Jika PKP A tidak melaporkan Pajak Masukan tersebut dalam SPT Masa PPN paling lambat Maret 2023, maka Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan lagi.

PKP A juga dapat mengajukan restitusi atas kelebihan pembayaran Pajak Masukan sebesar Rp 55 juta tersebut pada akhir tahun buku 2023, yaitu pada bulan Januari 2024. Jika PKP A tidak mengajukan restitusi pada bulan Januari 2024, maka kelebihan Pajak Masukan tersebut hanya dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.

PKP A wajib membayar kembali Pajak Masukan sebesar Rp 55 juta tersebut apabila gagal berproduksi dalam jangka waktu 3 tahun sejak masa pajak pengkreditan pertama kali. Misalnya, jika PKP A mengkreditkan Pajak Masukan tersebut dalam SPT Masa PPN Januari 2023, maka PKP A harus sudah melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP maupun ekspor BKP

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

194 Points
Upvote Downvote

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *