in ,

Pahami Ketentuan PPh Pasal 23 atas Sewa Angkutan Darat

Pahami Ketentuan PPh Pasal 23 atas Sewa Angkutan Darat
FOTO: IST

Pahami Ketentuan PPh Pasal 23 atas Sewa Angkutan Darat

Pajak.comJakarta – Sewa angkutan darat merupakan salah satu jenis jasa yang dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23. Namun, banyak pelaku usaha yang belum pahami ketentuan PPh Pasal 23 atas sewa angkutan darat dengan baik. Pajak.com akan menjelaskan secara lengkap dan mudah tentang ketentuan PPh Pasal 23 atas sewa angkutan darat.

PPh Pasal 23 adalah salah satu jenis pajak yang dipotong oleh pihak yang membayarkan penghasilan tertentu kepada Wajib Pajak dalam negeri, seperti sewa angkutan darat.

Untuk memahami PPh Pasal 23 atas sewa angkutan darat, kita perlu mengetahui terlebih dahulu apa saja yang termasuk sebagai sewa alat angkutan darat dan merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23, yang tercantum dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER 70/PJ/2007.

1. Sewa kendaraan angkutan umum berupa bus, minibus, taksi yang disewa atau di-charter untuk jangka waktu tertentu baik secara harian, mingguan maupun bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis atau tidak tertulis antara pemilik kendaraan angkutan umum dengan Wajib Pajak Badan atau Wajib Pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23. Misalnya, untuk antar-jemput karyawan suatu perusahaan atau antar-jemput anak sekolah suatu yayasan atau untuk kepentingan lainnya, sehingga mengakibatkan masyarakat umum tidak dapat lagi menumpang kendaraan umum yang bersangkutan.

Baca Juga  Batas Waktu Telah Lewat, Wajib Pajak Orang Pribadi Masih Bisa Lapor SPT?

2. Sewa kendaraan milik perusahaan persewaan mobil, perusahaan bus wisata, dan milik orang pribadi yang bukan merupakan kendaraan angkutan umum yang disewakan kepada Wajib Pajak Badan atau Wajib Pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23.

3. Sewa kendaraan berupa truk, mobil derek, taksi milik perusahaan/orang pribadi yang disewa atau charter oleh suatu perusahaan angkutan untuk keperluan operasi usaha angkutan darat atau untuk keperluan lain.

Adapun perjanjian tertulis maupun tidak tertulis adalah kesepakatan untuk mengikatkan diri pada satu atau lebih pihak lain yang dituangkan secara tertulis maupun lisan.

Di sisi lain, yang termasuk sebagai jasa angkutan darat dan tidak merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23, adalah sebagai berikut:

1. Jasa angkutan kendaraan perusahaan taksi yang disewa/charter sesuai tarif argometer.

2. Jasa angkutan kendaraan perusahaan angkutan barang yang mengangkut barang dari tempat pengiriman ke tempat tujuan berdasarkan kontrak/perjanjian angkutan yang dibayar berdasar banyak atau volume barang, berat barang, jarak ke tempat tujuan, sepanjang kontrak/perjanjian tersebut, dibuat semata-mata demi terjaminnya barang yang diangkut tersebut sampai di tempat tujuan pada waktunya.

Baca Juga  Belum Ada Aktivitas dan Transaksi, Wajib Pajak Tetap Harus Lapor SPT Badan?

3. Jasa angkutan kereta api yang dilakukan oleh Kereta Api Indonesia.

Tarif, setor, dan lapor

Dalam konteks ini, yang dimaksud penerima imbalan atau pihak yang dipotong PPh Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri yang menerima penghasilan tertentu dari pemotong PPh Pasal 23. Sementara pihak yang membayarkan imbalan sewa angkutan darat disebut sebagai pemotong PPh Pasal 23, sedangkan pihak yang menerima imbalan sewa angkutan darat disebut sebagai penerima imbalan atau pihak yang dipotong PPh Pasal 23.

Jika jenis jasa persewaan angkutan darat yang digunakan merupakan salah satu yang disebutkan sebelumnya, maka Wajib Pajak harus melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2 persen dari jumlah bruto nilai jasa. Pemotong PPh Pasal 23 wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penerima imbalan atau pihak yang dipotong PPh Pasal 23 wajib memiliki NPWP dan melaporkan penghasilannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jika penerima penghasilan tidak memiliki NPWP, maka tarif pemotongan menjadi 100 persen lebih tinggi.

Baca Juga  Insentif Kepabeanan Naik Jadi Rp 5,2 T

Setelahnya, Wajib Pajak berkewajiban membuat bukti potong PPh Pasal 23 melalui aplikasi e-Bupot PPh pasal 23. Untuk penyetoran PPh Pasal 23, Wajib Pajak terlebih dahulu membuat kode billing dengan kode MAP 411124 dan kode jenis setoran 104. Perlu diingat, penyetoran PPh Pasal 23 dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Selanjutnya, Wajib Pajak juga harus melakukan pelaporan PPh Pasal 23. Caranya, Wajib Pajak menggunakan aplikasi e-Bupot PPh Pasal 23 melalui laman pajak.go.id atau melalui application service provider (ASP) paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *