in ,

Menyelisik PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah

Menyelisik PPh Pasal 21
FOTO: IST

Menyelisik PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah

Pajak.com, Jakarta – Pandemi COVID-19 yang terjadi sejak awal Maret 2020 telah memengaruhi stabilitas ekonomi dan produktivitas masyarakat, baik sebagai pekerja maupun pelaku usaha. Melihat itu, pemerintah mengeluarkan aneka stimulus untuk mengurangi dampaknya, salah satunya adalah Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (PPh Pasal 21 DTP). Menyelisik, apa itu PPh Pasal 21 DTP?

Apa itu PPh Pasal 21 dan arti pajak DTP?

Sejatinya, tidak ada definisi khusus tentang PPh Pasal 21 DTP dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Namun, ada penjelasan mengenai PPh Pasal 21 dan arti pajak DTP. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36/2008, PPh Pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan bentuk apa pun yang diterima Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri.

Sementara, DTP atau Pajak DTP adalah pajak terutang yang dibayarkan oleh pemerintah menggunakan anggaran yang telah ditetapkan APBN, kecuali ditentukan lain dalam UU APBN—sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 0 PMK 228/2010. Objek pajak ini pun bebas ditentukan tiap tahunnya oleh menteri keuangan melalui penerbitan PMK.

Sehingga, bila disimpulkan, PPh Pasal 21 DTP adalah pajak terutang atas penghasilan terkait dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dibayarkan oleh pemerintah, menggunakan anggaran yang telah ditetapkan dalam UU APBN. Fasilitas pengurangan atau pembebasan pajak ini bertujuan untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi, daya beli, dan produktivitas masyarakat dalam menghadapi dampak pandemi COVID-19. Adapun insentif PPh Pasal 21 DTP mulai diberikan sejak April 2020, dan terus diperpanjang hingga Desember 2021.

Baca Juga  DJP: Skema TER Bantu Karyawan Mitigasi Potensi Bayar Pajak Terlalu Besar di Desember
Skema PPh Pasal 21 DTP

Tidak semua pegawai bisa mendapatkan fasilitas dari pemerintah ini, alias dengan kriteria tertentu. Beberapa kriteria yang tercantum dalam PMK 44/2020 adalah pegawai harus sudah memiliki NPWP, dan pada masa pajak yang bersangkutan menerima atau memperoleh penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur dalam setahun tidak lebih dari Rp 200 juta.

Selain itu, fasilitas diberikan kepada pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pemberi kerja yang memiliki kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) yang tercantum dalam PMK; telah ditetapkan sebagai Perusahaan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE); atau telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, maupun izin Pengusaha Dalam Kawasan Berikat (PDKB).

Mulanya, insentif ini berlaku untuk pegawai yang memperoleh penghasilan dari pemberi kerja pada lapangan usaha yang telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor); dan/atau termasuk dalam 440 kode KLU, seperti industri tempe kedelai, industri minyak makan dan lemak nabati, industri gula pasir, serta lain-lain.

Baca Juga  Belum Ada Aktivitas dan Transaksi, Wajib Pajak Tetap Harus Lapor SPT Badan?

Hal itu sebagaimana dicantumkan dalam PMK Nomor 23 Tahun 2020 Tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona. Namun, seiring perkembangannya, pemerintah memandang perlu memperluas KLU supaya lebih banyak lagi masyarakat yang terjangkau insentif ini.

Melalui PMK 44 Tahun 2020, pemerintah memasukkan 622 KLU baru, sehingga totalnya menjadi 1.062 KLU. Beberapa KLU yang diperbarui dalam PMK 44/2020 ini adalah jasa agen perjalanan wisata, periklanan, jasa pengujian laboratorium, dan kegiatan kantor berita oleh swasta.

Menilik salah satu poin aturannya, Wajib Pajak yang berstatus sebagai pemberi kerja tetap menjalankan kewajibannya untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) PPh Pasal 21 dengan memberikan tambahan penghasilan kepada Wajib Pajak yang berstatus sebagai pegawai.

Tentu, insentif ini akan memengaruhi penghasilan yang akan diterima oleh setiap pegawai. Jika sebelumnya pegawai dipotong PPh Pasal 21 atas penghasilan, semenjak ada insentif ini pegawai akan menerima kembali PPh Pasal 21 yang telah dipotong. Pegawai akan menerima potongan itu bersamaan dengan penghasilan bulanannya.

Meskipun banyak KLU yang mendapat keringanan PPh Pasal 21 DTP, insentif ini tidak berlaku bagi pegawai berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), karena PPh Pasal 21 memang telah ditanggung pemerintah berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Baca Juga  Aplikasi SIAP KABAN Permudah Layanan Perusahaan Penerima Fasilitas KITE

Dari berbagai keringanan yang diberikan pemerintah, insentif PPh Pasal 21 DTP terbilang paling banyak dimanfaatkan. Di sepanjang tahun 2021, tercatat sebanyak 106.118 pemberi kerja telah memanfaatkan insentif PPh Pasal 21, dengan realisasi dana yang dikucurkan mencapai Rp 62,83 triliun.

Insentif PPh Pasal 21 DTP berakhir pada 31 Desember lalu dan tidak diperpanjang kembali di tahun ini. Adapun tiga jenis insentif pajak yang masih diperpanjang di tahun ini berdasarkan PMK Nomor 3 Tahun 2022 yaitu insentif PPh Pasal 22 impor, insentif angsuran PPh Pasal 25 pengurangan sebesar 50 persen, dan insentif PPh Final Jasa Konstruksi DTP atas Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI).

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *