in ,

Menkeu Terbitkan PMK untuk PPS, Begini Aturannya

Berikutnya, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2015, yaitu:

a. Nilai nominal, untuk harta kas atau setara kas.

b. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk tanah/bangunan dan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) untuk kendaraan bermotor.

c. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk., untuk emas dan perak.

d. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk saham dan waran (hak untuk membeli saham atau obligasi) yang diperjualbelikan di PT BEI.

e. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia untuk SBN dan efek bersifat utang/sukuk yang diterbitkan perusahaan.

f. Jika tidak ada pedoman, menggunakan hasil penilaian Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP).

Baca Juga  Tingkatkan Kesadaran Pajak, Kanwil DJP Jaksel II dan STIH IBLAM Resmikan “Tax Center” 

Sementara, kebijakan II ditujukan khusus untuk WPOP yang tidak mengikuti Amnesti Pajak 2016, dengan basis aset perolehan tahun 2016—2020 yang belum dilaporkan dalam SPT tahunan 2020. Tarif PPh Final yang dikenakan adalah 18 persen untuk deklarasi LN; 14 persen untuk aset luar negeri repatriasi dan aset DN; dan 12 persen untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri yang diinvestasikan dalam SBN dan hilirisasi SDA dan energi terbarukan.

Untuk pedoman yang digunakan dalam menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2020, yaitu:

a. Nilai nominal, untuk kas atau setara kas.

b. Harga perolehan, untuk selain kas atau setara kas.

Baca Juga  DJP dan Singapura Bertukar Pengalaman Pengelolaan “Contact Center” Layanan Perpajakan 

c. Jika tidak diketahui, menggunakan nilai wajar per 31 Desember 2020 dari harta sejenis atau setara berdasarkan penilaian WP.

Selanjutnya, peserta PPS dapat menyampaikan pengungkapan melalui Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) secara elektronik melalui website resmi DJP. Adapun SPPH harus dilengkapi dengan SPPH induk, bukti pembayaran PPh Final, daftar rincian harta bersih, daftar utang, serta pernyataan repatriasi dan/atau investasi.

Namun, khusus peserta PPS kebijakan II tambahan kelengkapannya adalah menyertakan pernyataan mencabut permohonan (restitusi atau upaya hukum); dan surat permohonan pencabutan banding, gugatan, peninjauan kembali.

PMK itu juga menyebutkan bahwa peserta PPS dapat menyampaikan SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya untuk membetulkan SPPH apabila ada perubahan harta bersih atau kesalahan tulis, hitung, atau perubahan tarif.

Baca Juga  BP2MI Usul Barang Kiriman Pekerja Migran Hingga 2.800 Dollar AS Bebas Pajak

Lalu, peserta PPS dapat mencabut keikutsertaan dalam PPS dengan mengisi SPPH selanjutnya dengan nilai 0. Peserta PPS yang mencabut SPPH dianggap tidak ikut PPS dan tidak dapat lagi menyampaikan SPPH berikutnya.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *